Viral di Media Sosial
Chaim Fetter, Bule Belanda Pernah Miskin Tapi Kaya Hati: Bangun Sekolah untuk Anak-Anak di Pelosok
Seorang bule bernama Chaim Fetter nekat menjual aset miliknya di Belanda, demi membiayai pendidikan anak-anak jalanan di pelosok Indonesia.
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Seorang bule bernama Chaim Fetter nekat menjual aset miliknya di Belanda, demi membiayai pendidikan anak-anak jalanan di pelosok Indonesia.
Kisah ini berawal, saat Chaim pergi berlibur ke suatu desa terpencil, di Lombok, Indonesia pada tahun 2005 silam.
Ketika itu, ia mendapati banyak anak-anak hidup di jalan dan tidak bersekolah.
Pemandangan ini membuat Chaim merasa iba.
Suatu hari saat sedang menikmati waktu liburannya, Chaim didatangi oleh salah seorang anak jalanan di Lombok.
Anak jalanan tersebut, meminta agar Chaim memberikan sedikit uang jajan untuknya.
Namun alih-alih memberi uang jajan, Chaim merasa bahwa sedikit uang yang ia berikan tak bisa merubah nasib anak jalanan itu.
Hingga kemudian Chaim bertanya kepada anak jalanan itu apakah ia mau pergi ke sekolah atau tidak.
Hatinya begitu tersentuh saat mendengar pengakuan dari anak jalanan yang ditemui, bahwa mereka ingin ke sekolah.
Sayangnya, saat Chaim membawa anak itu ke salah satu sekolah ia terkejut mengetahui bahwa biaya pendidikan di sana begitu mahal.
Tak heran, banyak masyarakat berpenghasilan rendah di desa itu tak mampu membiayai pendidikan anak mereka.
Saat itu, Chaim hanya bisa membiayai satu orang anak jalanan.
Namun saat dirinya pulang ke Belanda, ada sebuah rasa yang mengganjal saat memikirkan nasib teman-teman anak jalanan yang dibiayainya.
Chaim merasa, masih banyak sekali anak-anak yang membutuhkan bantuan di Lombok, Indonesia.
Selain tak bersekolah, mereka juga banyak yang tak punya tempat tinggal.
Sehari-hari mereka hanya menghabiskan waktu untuk mengamen di lampu merah, tanpa ada bantuan dari siapapun.
"Waktu saya balik ke Belanda, saya pikir karena saya lihat masih banyak anak di jalan (Lombok) yang saya waktu itu gak bisa bantu, saya putuskan jual perusahaan di Belanda dan kembali ke indonesia. Saya beli tanah 1,5 hektare di dekat Mataram, saya buat sekolah dan panti," kata Chaim, dikutip TribunJakarta.com dari tayangan wawancara Kick Andy, yang dibagikan oleh akun Youtube Pedulianak.
Karena merasa iba, Chaim memutuskan menjual aset miliknya di Belanda untuk kembali ke Indonesia.
Uang hasil penjualan perusahaan itu, dipakai Chaim untuk membeli sebidang tanah di pulau Lombok, bersama teman masa kecilnya.
Di lokasi itu, Chaim mendirikan sekolah, hingga tempat penampungan atau panti asuhan dengan nama Yayasan Peduli Anak.
Lewat yayasan ini, Chaim aktif memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak jalanan di desa terpencil, Lombok.
Dulu pernah hidup miskin
Melihat banyak anak-anak terlantar di jalan, hati Chaim tergerak untuk memberi bantuan lebih banyak.
Dalam sebuah wawancara yang dikutip dari akun Youtube Pedulianak, Chaim Fetter bercerita dulu dirinya hanya seorang anak biasa yang hidup miskin di Belanda.
Chaim mengaku, bukan berasal dari keluarga kaya.
Ayah dan ibunya bercerai saat Chaim Fetter berusia 6 tahun.
Ketika itu, ia memutuskan untuk tinggal bersama sang ibu dengan kondisi perekonomian yang sulit.
"Ibu saya agak miskin dan dapat bantuan dari pemerintah supaya bisa kita makan," kata Chaim.
Untuk makan sehari-hari, Chaim kecil bersama ibunya mengandalkan bantuan dari Pemerintah di Belanda.
Sekadar untuk membeli baju dan sepatu seperti yang dipakai oleh anak-anak di lingkungan rumahnya, Chaim mengaku ibunya tidak sanggup.
Kata Chaim, dulu ibunya hanya berharap agar Chaim bisa segera lulus sekolah.
Setelah itu, Chaim bisa lanjut bekerja dan membeli apa yang diinginkan.
"Ibu saya bilang, kamu habis sekolah ya kerja aja," ungkapnya.
Sudah cari uang sejak usia 6 tahun
Karena kondisi ekonomi yang kurang berada, membuat Chaim terus mencari cara agar bisa membeli barang-barang yang ia inginkan.
Pada saat usia 6-7 tahun, Chaim bercerita pernah menjual barang-barang bekas.
Barang bekas itu, ia beli di pasar untuk kemudian dijual lagi dengan harga yang sedikit lebih.
Hasil keuntungan menjual barang bekas itu, dipakai Chaim untuk membeli sepatu dan juga baju.
"Pada saat saya (usia) 13 tahun, itu sudah buat website. (Usia) 17 tahun sudah buat perusahaan bidang e-commerce," tutur Chaim.
Perlahan-lahan, Chain mulai tumbuh sebagai sosok anak yang tertarik di dunia bisnis.
Chaim mulai belajar membuat website, di usia yang masih belia yakni 13 tahun.
Saat usia 17 tahun, ia sudah memberanikan diri membuat perusahaan di bidang e-commerce.
Bahagia setelah bantu anak Indonesia
Kondisi keuangan Chaim dan keluarganya membaik ketika ia sudah dewasa.
Sekira usia 22-23 tahun, Chaim mulai mempertanyakan tentang tujuan hidupnya.
Meski sudah memiliki uang, Chaim merasa saat itu dirinya belum bahagia.
"Saya cari alasan saya untuk hidup," kata Chaim.
Selama proses pencarian tujuan itu, Chaim memutuskan ingin liburan ke Indonesia.
Awalnya, ia hanya ingin sekadar melepas beban pikiran dengan mendatangi Indonesia yang memiliki sejuta pesona alam.
Chaim mengaku begitu mencintai Indonesia, oleh sebab itu ia sangat prihatin melihat banyak anak-anak terlantar saat berlibur di Indonesia.
"Waktu saya liburan ke Indonesia, ketemu seorang anak yang butuh bantuan, saya bantu,"
"Saya balik ke Belanda, baru saya merasa bahwa saya berbagi, saya bahagia. Putusan itu yang membuat saya mau (membantu) buat lebih besar," kata Chaim.
Didukung sang ibu mendirikan sekolah di Indonesia
Chaim bercerita, aksinya yang ingin membantu pendidikan banyak anak-anak di Indonesia turut didukung oleh sang ibu.
Bukan tanpa alasan, Chaim mengatakan bahwa keluarganya memang memiliki rasa kedekatan secara personal dengan negara Indonesia.
Kata Chaim, ia sudah mulai tertarik dengan Indonesia sejak dirinya kecil.
Dulu kakek dan neneknya pernah tinggal di Indonesia.
Ayah Chaim, juga lahir di Jakarta.
Semasa kecil, Chaim seringkali diceritakan tentang Indonesia oleh neneknya.
"Saya sudah tertarik dari kecil untuk datang ke Indonesia. Berasanya pulang waktu pertama kali datang ke sini," ungkap Chaim.
Ibunya, begitu senang ketika mengetahui Chaim ingin membantu anak-anak di Indonesia.
Sejak saat itu, Chaim mulai berusaha membesarkan Yayasan Peduli Anak yang ia dirikan.
Namun setelah delapan tahun menetap di Lombok, Chaim akhirnya memutuskan pindah ke Jakarta bersama istrinya.
Di Jakarta, Chaim kembali fokus membangun bisnis di bidang e-commerce.
Hasil dari bisnis itu, didedikasikan Chaim untuk membesarkan yayasan yang sudah ia bangun di Lombok demi membantu lebih banyak anak-anak terlantar.
Baca artikel menarik lainnya di Google News.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.