Rektor Univ Pancasila Dipolisikan
3 Jam Diperiksa, Rektor Universitas Pancasila Nonaktif Klaim Punya Bukti Patahkan Tuduhan Pelecehan
Rektor Universitas Pancasila nonaktif Edie Toet Hendratno rampung menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan pelecehan seksual di Polda Metro Jaya.
Penulis: Annas Furqon Hakim | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim
TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN BARU - Rektor Universitas Pancasila nonaktif Edie Toet Hendratno rampung menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan pelecehan seksual di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (5/3/2024).
Edie diperiksa selama sekitar tiga jam sejak pukul 10.00 hingga 13.00 WIB.
Adapun Edie dilaporkan oleh dua staf Universitas Pancasila berinisial RZ dan DF yang mengaku sebagai korban pelecehan.
"Hari ini kami sudah menghadiri undangan klarifikasi dan tadi sudah dilaksanakan hampir tiga jam. Ada 32 pertanyaan," kata kuasa hukum Edie, Faizal Hafied, di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
Dalam pemeriksaan itu, Faizal menyebut pihaknya telah menyerahkan bukti-bukti yang dinilai dapat mematahkan tuduhan pelecehan seksual.
"Tadi kami juga membawa bukti-bukti yang kuat, sudah kami sampaikan kepada penyidik. Mudah-mudahan apa yang kami bawakan tadi, kehadiran kami ini, membuat clear-nya duduk perkara tersebut," ujar dia.

Hanya saja, ia tidak membeberkan bukti-bukti yang dibawa tersebut. Ia hanya menyebutkan bahwa bukti-bukti itu sangat akurat dan bisa membuat terang perkara ini.
"Bukti-bukti tidak bisa kami sampaikan. Tapi bukti-bukti ini sangat akurat, sangat otentik dan bisa membantu membuat duduk perkara ini sangat terang," ucap Faizal.
Sementara itu, Edie tidak menyangka dituduh melakukan pelecehan seksual hingga membuatnya dipolisikan dan dinonaktifkan sebagai Rektor Universitas Pancasila.
"Tidak pernah terpikirkan sedikit pun oleh saya bisa berada di titik seperti ini," kata Edie, Kamis (29/2/2024).
Edie merasa kasus ini telah membuatnya berada di titik nadir. Ia menyebut nama baiknya hancur dan prestasinya lenyap seketika.
"Titik nadir paling bawah. nama baik saya dipertaruhkan. Bukan hanya nama baik saya yang hancur, prestasi, loyalitas saya tiba-tiba harus lenyap," ujar dia.
Ia mengaku sedih sekaligus malu lantaran dituding melecehkan dua bawahannya. Ia merasa menjadi korban pembunuhan karakter.
"Mungkin bapak dan ibu nggak bisa menggambarkan kesedihan saya, malu saya, dan sedih saya. Karena apa? Selama saya mengabdi di dunia pendidikan baru sekali ini saya dihina, dijadikan korban character assasination, pembunuhan karakter," ucap Edie.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.