Mahasiswa STIP Jakarta Meninggal Dunia
UPDATE Kasus STIP Jakarta, Ada Peran 3 Tersangka Baru Provokasi Tegar dan Tunjuk Putu Dipukul Duluan
Polisi mengungkap peran tiga tersangka baru dalam kasus penganiayaan maut yang menewaskan taruna tingkat 1 STIP Jakarta, Putu Satria.
Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Pebby Adhe Liana
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, KOJA - Polisi mengungkap peran tiga tersangka baru dalam kasus penganiayaan maut yang menewaskan taruna tingkat 1 STIP Jakarta, Putu Satria Ananta Rustika (19).
Ketiga tersangka baru yang merupakan taruna tingkat 2 STIP Jakarta alias senior Putu Satria, berperan memprovokasi tersangka Tegar Rafi Sanjaya (21) hingga menunjuk Putu untuk dijadikan korban pemukulan.
Artinya hingga kini sudah ada empat orang ditetapkan tersangka.
Tegar ialah tersangka utama dalam kasus tersebut yang melakukan pemukulan hingga memasukkan tangan ke mulut Putu hingga korban meregang nyawa.
Sementara tiga tersangka baru, yakni KAK alias K, WJP alias W, dan FA alias A.
Tersangka FA alias A dalam kasus ini berperan memanggil korban Putu bersama rekan-rekannya dari lantai 3 untuk turun ke lantai 2.
Saat kejadian, FA memanggil korban Putu bersama empat rekannya dari lantai 3 ke lantai 2, lantaran menganggap kelima juniornya itu melakukan kesalahan karena memakai baju olahraga ke ruang kelas di hari Jumat.
"Ini yang diidentifikasi menurut persepsi senior tadi, salah atau menggunakan pakaian olahraga memasuki ruang kelas dengan mengatakan 'Woi, tingkat satu yang pakai PDO (pakaian dinas olahraga), sini!'," kata Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, Rabu (8/5/2024) malam.
"Jadi turun dari lantai 3 ke lantai 2. Lalu FA juga berperan menjadi pengawas ketika kekerasan eksesif terjadi di depan pintu toilet dan ini dibuktikan dari CCTV kemudian keterangan para saksi," sambungnya.
Selanjutnya, tersangka WJP berperan memprovokasi tersangka Tegar untuk melakukan pemukulan terhadap korban Putu.
WJP juga meminta Putu untuk tidak mempermalukan dirinya dan harus kuat menerima pukulan.
"Saudara W mengatakan 'Jangan malu-maluin CBDM, kasih paham'. Ini bahasa mereka, maka itu kami menggunakan atau melakukan pemeriksaan terhadap ahli bahasa, karena memang ada bahasa-bahasa pakemnya mereka yang kemudian mempunyai makna tersendiri," papar Gidion.
Yang terakhir, tersangka KAK merupakan taruna tingkat 2 yang menunjuk Putu untuk dijadikan korban pemukulan pertama.
Sekadar informasi, saat kejadian Putu dipanggil oleh senior tingkat 2 nya itu bersama empat temannya.
Rencananya, pemukulan juga dilakukan kepada empat teman Putu lain.
Namun, Putu menjadi orang yang ditunjuk pertama untuk dipukul hingga tak sadarkan diri setelah menerima hantaman di bagian ulu hati dan meninggal dunia.
"Peran KAK adalah menunjuk korban sebelum dilakukan kekerasan eksesif oleh tersangka TRS, dengan mengatakan 'adikku aja nih, mayoret terpercaya'," kata Gidion.
"Ini juga kalimat-kalimat yang hanya hidup di lingkungan mereka, mempunyai makna tersendiri di antara mereka," jelasnya.
Atas perbuatannya, keempat tersangka terancam hukuman 15 tahun penjara.
Tegar dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat, sementara ketiga rekan seangkatannya dijerat pasal 55 juncto 56 KUHP karena keikutsertaan melakukan tindak pidana.
"Ancaman hukumannya sama konstruksi pasal kemarin ya. Hanya mungkin perbedaan di pembelaan atau mungkin ada pemberatan atau pengurangan tambahan karena pasal 55," kata Gidion.
"(Ancaman hukuman terhadap tiga tersangka baru) masih 15 tahun," sambung Gidion.
Adapun penetapan tersangka tambahan terhadap ketiga senior korban itu dilakukan setelah polisi mengumpulkan barang bukti antara lain rekaman CCTV hingga hasil visum korban.
Polisi juga telah memeriksa sebanyak 43 orang saksi dalam proses penetapan ketiga tersangka baru tersebut.
"Jadi total saksi yang sudah kita lakukan pemeriksaan ada 43, taruna tingkat 1 dan tingkat II serta tingkat 4 sebanyak 36 orang, pengasuh STIP, kemudian dokter klinik STIP, dokter rumah sakit Tarumajaya, ahli pidana, dan ahli bahasa," jelas Gidion.
Sebelumnya, kasus penganiayaan ini dilakukan Tegar dengan memukuli ulu hati Putu Satria sebanyak lima kali pada Jumat (3/5/2024) lalu di dalam toilet koridor KALK C, lantai 2 STIP Jakarta.
Setelah korban lemas terkapar, Tegar melakukan upaya pertolongan pertama tak sesuai prosedur dengan cara memasukkan tangannya ke dalam mulut Putu Satria sehingga membuat juniornya itu meregang nyawa.
Dapatkan Informasi lain dari TribunJakarta.com via saluran Whatsapp di sini.
Baca berita dan artikel menarik dari TribunJakarta.com lainnya di Google News.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.