Mahasiswa STIP Meninggal Dunia
Menhub Tutup Pendaftaran STIP Imbas Tewasnya Putu, Ortu Calon Taruna Protes Minta Seleksi Tetap Buka
Orang tua dari calon taruna STIP Jakarta memprotes keputusan Menhub Budi Karya yang menutup pendaftaran peserta didik baru imbas tewasnya Putu
Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Pebby Adhe Liana
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, KOJA - Sejumlah orang tua dari calon taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta memprotes keputusan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang menutup pendaftaran penerimaan peserta didik baru tahun akademik 2024 imbas kasus tewasnya Putu Satria Ananta Rustika (19), taruna tingkat 1 yang dianiaya seniornya.
Para orang tua merasa kecewa atas keputusan yang dinilai sepihak itu, dan meminta Menhub membatalkan moratorium penutupan rekrutmen tahun ajaran baru.
Adapun kebijakan Menhub tersebut disusul dengan keluarnya surat keputusan dari STIP Jakarta yang ditujukan kepada para calon taruna terkait penundaan tahap-tahap seleksi sampai waktu yang belum dapat ditentukan.
"Dengan adanya pernyataan yang disampaikan oleh bapak menteri, STIP mengeluarkan surat nomor PG STIP nomor 51 tahun 2024 tentang penundaan seleksi lanjutan Sipencatar jalur non reguler STIP tahun akademik 2024 tanggal 11 Mei," kata Koordinator forum orang tua calon taruna STIP Jakarta tahun akademik 2024, Jarry Rinaldy, di Markas Corps Alumni Akademi Ilmu Pelayaran, Koja, Jakarta Utara, Rabu (15/5/2024).
"Yang isinya pelaksanaan seleksi lanjutan ditunda sampai dengan batas waktu yang akan diinformasikan lebih lanjut," ucap Jarry.
Jarry menyesalkan pernyataan Menhub Budi Karya terkait penutupan penerimaan taruna baru tahun ini.
Jarry lantas meminta Menhub meninjau kembali pernyataannya dan membatalkan surat pengumuman pembatalan seleksi yang sudah dikeluarkan STIP Jakarta per tanggal 11 Mei 2024 lalu.
Ia juga mendesak Kemenhub untuk bisa melanjutkan seleksi penerimaan calon taruna STIP tahun 2024 sesuai dengan jadwal seleksi yang telah dikeluarkan.
"Dengan pernyataan ini kami memohon kepada Bapak Menteri Perhubungan untuk mengabulkan permohonan dan permintaan kami sehingga anak kami dapat melanjutkan pendidikan di STIP," ucapnya.
"Anak kami telah melakukan persiapan akademik dengan belajar lebih giat, dengan mengikuti bimbingan belajar kedinasan, melakukan persiapan fisik dengan berlatih dengan giat, STIP adalah sekolah lanjutan yang menjadi harapan dan cita-cita mereka," katanya lagi.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan pihaknya bakal melakukan moratorium terhadap satu angkatan di STIP buntut tewasnya Putu Satria Ananta Rustika (19).
Sehingga untuk angkatan tahun ini, STIP tidak melakukan rekrutmen terhadap calon taruna tingkat I.
"Jadi kita akan putus satu angkatan, memutus tradisi jelek dan tidak ada lagi senior junior," kata Menhub Budi saat melayat ke rumah duka Putu di Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Kamis (9/5/2024).
Selain mempertimbangkan moratorium, Budi Karya Sumadi telah membebastugaskan direktur hingga beberapa pejabat di STIP Jakarta.
Ia juga berjanji akan melakukan reformasi atau perombakan sistem pendidikan di setiap sekolah vokasi di bawah naungan Kementerian Perhubungan.
Adapun kasus penganiayaan yang menewaskan Putu Satria terjadi pada Jumat (3/5/2024) lalu.
Polisi sudah menetapkan empat tersangka atas kasus tersebut yang masing-masing merupakan senior Putu yakni Tegar Rafi Sanjaya (21), KAK alias K, WJP alias W, dan FA alias A.
Putu tewas setelah dipukuli sebanyak lima kali di bagian ulu hatinya oleh tersangka Tegar dalam toilet koridor KALK C, lantai 2 STIP Jakarta.
Setelah korban lemas terkapar, Tegar mencoba untuk melakukan upaya pertolongan pertama tak sesuai prosedur dengan cara memasukkan tangannya ke dalam mulut Putu Satria sehingga membuat juniornya itu meregang nyawa.
Sementara tersangka FA alias A, bertindak memanggil korban Putu bersama empat rekan satu angkatannya dari lantai 3 untuk turun ke lantai 2.
Saat Putu dan empat temannya berada di lantai 2, tersangka WJP berperan memprovokasi tersangka Tegar untuk melakukan pemukulan terhadap korban.
WJP juga meminta Putu untuk tidak mempermalukan dirinya dan harus kuat menerima pukulan.
Terakhir, tersangka KAK merupakan sosok yang menunjuk Putu untuk dijadikan korban pemukulan pertama, sebelum berlanjut ke empat taruna tingkat 1 lainnya.
Atas tindakannya itu, keempat tersangka kini terancam hukuman 15 tahun penjara.
Tegar dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat, sementara ketiga rekan seangkatannya dijerat pasal 55 juncto 56 KUHP karena keikutsertaan melakukan tindak pidana.
Dapatkan Informasi lain dari TribunJakarta.com via saluran Whatsapp di sini.
Baca berita dan artikel menarik dari TribunJakarta.com lainnya di Google News.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.