DPO Kasus Vina Cirebon Ditangkap

Tersangka Kasus Vina Cirebon Pegi Setiawan Bakal Lakukan Tes Kebohongan, Apakah Hasilnya Akurat?

Polda Jabar bakal melakukan tes poligraf atau tes kebohongan, kepada Pegi Setiawan alias Perong, salah satu tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky.

|
YouTube Kompas TV
Polda Jabar bakal melakukan tes poligraf atau tes kebohongan, kepada Pegi Setiawan alias Perong, salah satu tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky. Hasilnya akan akurat? 

TRIBUNJAKARTA.COM - Polda Jabar bakal melakukan tes poligraf atau tes kebohongan, kepada Pegi Setiawan alias Perong, salah satu tersangka kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita atau Vina Cirebon dan Rizky alias Eky, di Cirebon pada 2016.

Pegi sebelumnya telah menjalani tes psikologi terkait intelegensi, afeksi dan psikomotor di Polda Jabar.

"Ada informasi dari pak kanit akan pemeriksaan poligraf, itu untuk mengetahui kebohongan akan dilaksanakan Rabu," ujar Toni RM, salah satu kuasa hukum Pegi Setiawan, Senin (10/6/2024).

Pada tes psikologi, kata dia, psikolog menggunakan lima alat tes terhadap Pegi.

Namun, Toni mengaku tidak mendapatkan penjelasan terkait fungsi dari alat-alat tersebut.

"Cuma memang tidak disampaikan alat pemeriksanya, tapi yang jelas pemeriksaan ini untuk melihat tiga hal ini yaitu intelegensi kognitif, afeksi dan motorik," katanya.

Apakah tes kebohongan efektif?

Pengujian kejujuran seseorang ini memang kerap dipakai untuk mengungkap kasus kejahatan, di dunia nyata maupun kisah fiksi.

Beberapa pihak menganggapnya ampuh untuk mememastikan pernyataan seseorang, dengan metode tertentu.

Namun ada juga yang menilai tidak ada alat atau metode apa pun yang bisa mengetahui kebenaran ucapan seseorang, selain orang itu sendiri.

"Gagasan bahwa kita dapat mendeteksi kebenaran seseorang dengan memantau perubahan psikofisiologis lebih merupakan mitos daripada kenyataan," ujar psikolog Leonard Saxe, PhD,, dikutip dari American Psychological Association.

Kredibilitas tes poligraf masih memicu kontroversi khususnya soal keakuratannya karena premis fundamentalnya dianggap cacat.

"Itu tidak mengukur penipuan, yang merupakan masalah inti," kata Prof Aldert Vrij, Profesor Psikologi asal Belanda.

"Idenya adalah bahwa pembohong akan menunjukkan gairah yang meningkat saat menjawab pertanyaan kunci, sedangkan orang jujur tidak.

"Tapi tidak ada teori yang mendukung hal ini," tegasnya. Baca juga: Ini 5 Kalimat Bohong dari Mulut Wanita, Jangan Langsung Percaya... Sering kali, mengikuti tes kebohongan membuat seseorang stres sehingga memicu respon tubuh yang mencurigakan. "Orang-orang yang diwawancarai dengan poligraf cenderung merasa stres. Jadi meskipun poligraf cukup bagus dalam mengidentifikasi kebohongan, poligraf tidak begitu bagus dalam mengidentifikasi kebenaran," katanya.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved