Warga Melawai Ngadu Permukimannya Jadi Tempat Usaha, Ketua DPRD Jakata Kritik Menteri Bahlil

Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi mengkritik Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia terkait kebijakan Online Single Submission (OSS)

Elga Hikari Putra/TribunJakarta.com
Nizarman Aminuddin selaku Ketua RW 01 Melawai usai audiensi dengan DPRD DKI Jakarta terkait wilayah tempat tinggalnya yang banyak berdiri tempat usaha. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra

TRIBUNJAKARTA.COM - Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi mengkritik Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia terkait kebijakan Online Single Submission (OSS) yang dikeluarkan Kementerian Investasi.

Hal itu diungkapkan Pras seusai menerima aduan warga Jalan Wijaya 6, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang protes wilayah tempat tinggal mereka banyak berdiri tempat usaha dengan mengklaim telah memegang legalitas dalam bentuk OSS.

"Pak Menteri Bahlil ini buat suatu peraturan namanya itu OSS, Online Single Submission karena dia tanpa koordinasi dengan Pemda dia bisa membangun investasi dimana-mana," kata Pras di DPRD DKI Jakarta, Rabu (12/6/2024).

Dalam aduannya ke DPRD DKI, warga Jalan Wijaya 6 keberatan karena tempat usaha itu berada di area permukiman mereka.

Selain soal keberadaan tempat usaha, yang mayoritas cafe dianggap mengganggu ketertiban karena menggelar live musik sampai larut malam dan menjual minuman keras, warga Jalan Wijaya 6 juga mengeluhkan wilayah mereka yang dijadikan tempat parkir liar.

Belum lagi saat ini tengah ada beberapa pembangunan cafe di wilayah tersebut yang mengganggu aktivitas warga.

Pras menegaskan pihaknya sama sekali bukan menentang adanya investasi. Namun seharusnya Kementerian Investasi dalam mengeluarkan izin OSS terlebih dahulu berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat.

Untuk diketahui, OSS merupakan sistem perizinan berusaha yang terintegrasi secara elektronik dengan seluruh kementerian/lembaga (K/L) negara hingga pemerintah daerah (pemda) di Indonesia.

"Kita ga masalah, kita ga akan mematikan investasi, tapi harus diajak ngomong dong Pemda karena kita mengacu pada otonomi daerah," kata Pras.

Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, Rabu (12/6/2024).
Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi (tengah) saat menerima audiensi warga Jalan Wijaya 6, Melawai, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang protes wilayah tempat tinggal mereka banyak berdiri tempat usaha, Rabu (12/6/2024).

Menurut Pras, protes warga Jalan Wijaya ini adalah bola salju dari kasus-kasus serupa yang kini marak terjadi di Jakarta, dimana wilayah permukiman disulap menjadi tempat usaha.

"Kalau semua ditabrak, nah ini yang terjadi nih, (wilayah) Tulodong, Senopati dan sekarang Melawai dan seterusnya begitu terus," tutur politisi PDIP itu.

Pras pun memberi waktu satu pekan kepada jajaran Pemkot Jakarta Selatan yang turut hadir dalam audiensi itu untuk menyelesaikan polemik tersebut.

"Kalau didiemin terus begini akan menjadi virus. Karena ada keluh kesah warga Melawai yang seperti kemarin di Tulodong," kata Pras.

"Massa Perda kalah sama Pergub, kan lebih tinggi Perda," lanjut dia.

Nizarman Aminuddin selaku Ketua RW 01 Melawai usai audiensi dengan DPRD DKI Jakarta terkait wilayah tempat tinggalnya yang banyak berdiri tempat usaha.
Nizarman Aminuddin selaku Ketua RW 01 Melawai usai audiensi dengan DPRD DKI Jakarta terkait wilayah tempat tinggalnya yang banyak berdiri tempat usaha. (Elga Hikari Putra/TribunJakarta.com)

Warga Tak Nyaman

Sementara itu, perwakilan warga yang turut hadir, Nizarman Aminuddin selaku Ketua RW 01 Melawai mengatakan, sebelum mengadu ke DPRD DKI telah lebih dulu melakukan berbagai upaya. 

Mulai dari menegur langsung pengelola usaha tersebut hingga melakukan mediasi di pihak kelurahan dan kecamatan. Namun semua itu tak membuahkan hasil.

"Warga kebingungan ya dengan adanya cafe-cafe yang berada di tempat pemukiman, tiba-tiba tumbuh dan mereka (pengelola tempat usaha) beralasan sudah dapat izin OSS dan segala macam," kata Nizarman.

"Kami gak nyaman sekarang, karena tiba-tiba timbul legal. Nah emang kami gak legal? kami punya hak. Kemana? Sudah laporkan kemana-mana. Bukan sekali. Makanya itu kami laporkan ke rumah rakyat melalui Ketua DPRD," tuturnya.

Nizarman menegaskan bahwa mayoritas warga di wilayahnya telah membuat surat pernyataan tidak setuju jika wilayah tersebut dijadikan tempat usaha.

Pihaknya juga memasang sejumlah spanduk di berbagai titik sebagai bentuk penolakan wilayahnya dijadikan tempat usaha.

"Kami penduduk asli situ, kami juga punya sertifikat, kami mengikuti peraturan-peraturan daerah, bayar pajak segala macam. 

Mereka (pengusaha) yang hanya datang, cari uang dan kontrak, Apakah kami artinya diusir keluar dari pemukiman ini?," kecamnya.

Ia menyebut sejauh ini sudah ada empat cafe yang berdiri di wilayah tersebut serta usaha travel yang memarkirkan kendaraannya sembarangan di area permukiman.

Bahkan, ada salah satu cafe yang tengah dibangun di Jalan Wijaya 6 itu disebutnya milik artis Raffi Ahmad.

"Yang lagi dibangun itu katanya kepunyaan Raffi Ahmad, namanya Le Nusa. Itu dia ngebangunnnya siang malam. Kalau rumah kamu di Sebelah rumahnya tok-tok-tok (ngebangun) siang malam kan meriang juga," katanya.

Nizarman khawatir jika terus dibiarkan maka wilayah Wijaya 6 akan kian semrawut dan membuat warga tidak nyaman.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved