Pemprov DKI Jangan Sembarangan, Politisi Demokrat Soroti Penunjukan Komisaris BUMD:Lihat Rekam Jejak
Legislator Demokrat Nur Afni menyoroti penunjukan dewan pengawas maupun komisaris di BUMD tidak boleh hanya karena kedekatan politik.
Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Wahyu Septiana
Laporan wartawan TribunJakarta.com Yusuf Bachtiar
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA PUSAT - Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Demokrat, Nur Afni Sajim, menegaskan bahwa penunjukan Dewan Pengawas maupun komisaris di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tidak boleh hanya karena kedekatan politik.
Menurut Afni, jabatan strategis tersebut harus diberikan kepada sosok yang benar-benar memiliki kapasitas dan rekam jejak mumpuni untuk memajukan Jakarta.
“Selama mereka bisa memberikan kerja nyata untuk Jakarta ke depan, saya tidak masalah. Yang penting bukan siapa orangnya, tapi bagaimana kontribusinya. Jangan cuma seremonial,” kata Afni, Selasa (5/8/2025).
Pernyataan Afni disampaikan di tengah maraknya perombakan dewan pengawas BUMD, diantaranya penunjukan eks Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, sebagai Dewan Pengawas di PAM Jaya.
Pramono juga mengangkat Juru Bicara Anies Baswedan, Sahrin Hamid sebagai Komisaris PT Jakarta Propertindo (Jakpro).
Afni menilai langkah tersebut harus dilihat dari sisi efektivitas mengingat Jakpro tengah dibebani sejumlah proyek besar seperti Jakarta International Stadium (JIS) dan LRT yang membuat keuangannya tertekan.
“Jakpro itu rugi bukan karena manajemen jelek, tapi karena penugasan seperti JIS dan LRT. Kalau begitu ya harusnya ada kelonggaran pajak. Ini kan uang dari daerah juga, masa pajaknya tetap besar? Jeruk makan jeruk,” tegas Afni.
Afni menilai, penempatan pejabat seperti Kepala Bapenda di posisi komisaris utama Jakpro bisa menjadi bagian dari strategi koordinasi fiskal. Namun, ia menegaskan langkah itu harus diiringi dengan evaluasi kinerja yang transparan.
Ia juga mengingatkan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, untuk lebih berhati-hati dalam merombak struktur direksi BUMD agar tidak menimbulkan konflik internal seperti yang pernah terjadi di Food Station maupun Bank DKI.
“Baru saja Pak Wawan dari Food Station dapat penghargaan Mendagri, dua hari kemudian diganti. Ini harus jadi cerminan. Gubernur perlu dengar suara dari direksi utama, jangan semua diputuskan sepihak. Kalau direksi tidak punya kewenangan, terus buat apa ada RUPS?” tegasnya.
Afni berharap pembenahan BUMD ke depan tidak hanya dilakukan secara administratif, tetapi juga memperhatikan efektivitas dan kelangsungan bisnis jangka panjang.
“Kalau mau betul-betul membenahi BUMD, ya harus realistis. Jangan hanya mengedepankan pendekatan elitis. Harus ada evaluasi yang jelas dan terbuka,” pungkasnya.
(TribunJakarta)
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.
Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.