Viral di Media Sosial

Awal Jumpa Sosok Penolong, Doa Naomi Saat Tersesat di Gunung Slamet: Ingat Anak Didik di Gereja 

Naomi Daviola Setyani (17), siswi kelas XII SMK 3 Semarang masih mengingat anak didik saat tersesat di Gunung Slamet. Ia pengajar sekolah minggu.

|

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Naomi Daviola Setyani (17), siswi kelas XII SMK 3 Semarang masih mengingat anak didik saat tersesat di Gunung Slamet.

Ia pun berdoa meminta petunjuk kepada Tuhan agar dapat keluar dari hutan di Gunung Slamet.

Kisah Naomi menjadi viral di media sosial. Remaja berusia 17 tahun itu tersesat di hutan Gunung Slamet selama tiga hari.

Ia menghilang selama tiga hari di gunung tertinggi di Jawa Tengah sejak Minggu 6 Oktober 2024 hingga Selasa 8 Oktober 2024.

Selama tersesat, Naomi selalu memikirkan keluarganya dari orangtua, adik sampai nenek dan kakeknya.

Bukan cuma itu, anggota Pramuka itu juga terpikir anak-anak didiknya yang harus diajar dalam sekolah minggu di gereja.

Apalagi, ia mulai tersesat pada hari Minggu.

"Itukan Minggu saya harus dampingin anak-anak di gereja, kalau ninggal mereka enggak enak. Saya juga kepikiran keluarga, punya adek dua masih kecil, enggak mungkin saya ninggalin, terus mama papa susah-susah nyekolahin masak anaknya hilang gitu aja, nenek juga dari kecil ngerawat saya," kata Naomi saat ditemui di rumahnya di daerah Genuk, Kota Semarang.

Naomi bercerita dirinya kehilangan jejak rombongan saat turun dari Puncak. 

Saat itu, ia mengikuti kelompok pendakian bersama yang didapati dari TikTok.

Sebanyak tiga kelompok berangkat pukul 23.45 WIB, Sabtu 5 Oktober 2024. 

KLIK SELENGKAPNYA: Kisah Unik Naomi Daviola Setyani (17) yang Tersesat Selama Tiga Hari di Gunung Slamet. Ia Lihat Cahaya Misterius Tapi Pilih Tak Teriak.
KLIK SELENGKAPNYA: Kisah Unik Naomi Daviola Setyani (17) yang Tersesat Selama Tiga Hari di Gunung Slamet. Ia Lihat Cahaya Misterius Tapi Pilih Tak Teriak.

Kelompok satu dan dua masing-masing terdiri dari 20 orang. Lalu kelompok tiga-tiga orang.

Naomi mengungkapkan dirinya tidak kuat saat pertengahan jalur turun dari puncak. 

Ia pun memutuskan untuk beristirahat sebentar dengan duduk di batu.

Awalnya, ia masih melihat anggota lelaki berambut pirang yang sebelumnya saling berswafoto di atas puncak.

Lalu di belakang Naomi ada sejoli anggota kelompoknya yang asyik menikmati perjalanan berdua.

Naomi terus menegok ke depan dan ke belakang untuk mengecek keberadaan anggota kelompoknya itu. 

Namun pada tengokan ketiga, seketika ketiga anggota kelompoknya menghilang dari pandangannya.

Ia pun terkejut saat kehilangan jejak rombongannya. Naomi berusaha mencari petunjuk untuk menyusul rekan-rekannya.

Naomi panik dan berteriak-teriak minta tolong.

"Depan saya full hutan, padahal harusnya ada jalur pendakian, saya bingung harus gimana, harus lewat mana," kata Naomi. 

Mata Naomi berkaca-kaca saat menceritakan kisah tersebut.

Akhirnya dia mencoba turun ke arah hutan untuk mencari jalan keluar. 

Namun dirinya tak menemukan petunjuk apa pun. Dia justru terjatuh di semak-semak dan terluka. 

"Saya balik naik ke atas, saya berhenti di suatu jalan, lihat-lihat sekitar, mulai hujan saya neduh, tiduran sampai malem," sambung Naomi.

Akhirnya dia tidur di atas batu dengan posisi duduk dan kepala bersandar menunduk ke depan di atas treking pol. 

Saat terbangun sekitar pukul 06.30 WIB Senin, (7/10/2024) dia melihat ada gundukan tanah di depan batu itu.

Dia tak menghiraukan hal itu dan menikmati suasana matahari terbit di atas gunung. 

Lalu dia melihat burung yang seakan memberi petunjuk. Hal itulah awal perjumpaannya dengan sosok penolong.

Beruntung Naomi masih memiliki persediaan 6 potong roti sobek dan sisa air mineral dalam botol 1,5 liter.

Setiap hari dia hanya melahap 1 potong roti untuk bertahan di sana. 

"Sehari makan satu potong, karena kan saya enggak tahu berapa lama di sana, jam 4 sore Senin hujan, saya berhenti berteduh, kepala nyandar di pohon, bangun jam 8 malam," beber dia. 

Lalu dia mengaku melihat sorotan senter tanpa suara saat beristirahat di bawah pohon. 

Namun dia tidak berani untuk mencari sumber cahaya dan memilih beristirahat. 

Ia pun memilih tidak berteriak dan menunggu hingga pagi.

"Sorotan itu manusia atau bukan. Takutnya saya teriak bukan manusia mengganggu sekitarnya. Saya memilih tidur dan menunggu pagi," kata Naomi.

Naomi bercerita hanya bisa mengikuti pergerakan burung yang seolah-olah memandu jalannya.

"Kalau burungnya naik, saya ikut naik. Kalau turun, saya ikut turun. Burung itu bahkan berhenti menunggu saya jika saya berdiam diri," kenangnya saat ditemui di rumahnya di Kelurahan Karangroto, Kecamatan Genuk.

Pada Selasa pagi, burung tersebut kembali muncul dan membawa Naomi ke pinggir jurang di Gunung Malang.

Saat itulah ia mendengar seseorang memanggil namanya. 

Sekitar pukul 10.00 WIB, tim SAR akhirnya menemukannya.

"Begitu melihat petugas SAR berbaju oranye, saya langsung berteriak minta tolong," ujarnya penuh lega.

"Saya denger suara, 'Mbak Vio' kamu di mana, saya lega banget sudah ditolong sama bapaknya, saya langsung peluk, bapaknya juga nangis, kami turun ke bawah buka jalur, soalnya Bambangan ke Gunung Malang agak nyeleweng," ungkap sosok yang juga dipanggil Vio.

Akhirnya sekitar pukul 15.00 WIB dia berhasil kembali ke base camp bersama Tim SAR. 

Di sana kedua orang tuanya langsung menyambut Naomi dengan pelukan hangat dan tangis kebahagiaan. 

Dia pun dibawa ke RS Muhammadiyah terdekat untuk mendapat infus pengganti cairan selama kelelahan karena tersesat di gunung. 

Diketahui, Naomi sangat aktif di kegiatan pramuka. Ia juga sudah mendaki Gunung Ungaran dan Gunung Andong.

Pengakuan Kakek Naomi

Sementara itu, Kakek Naomi mengaku tidak tahu cucunya itu pergi mendukung Gunung Slamet. Begitu juga kedua orang tua Naomi yang sama tidak mengetahui gunung mana didaki

"Yang pertama mendaki sama sekolah kalau yang kedua ini sama rombongan Tiktok," imbuhnya.

Sutarno mengaku bingung saat cucunya hilang.  Sebab teman-temannya yang mendaki bersama cucunya telah pulang ke rumah.

"Teman-temannya hari Minggu sudah pulang ini hari Senin tidak ada kabar. Ponselnya juga tidak bisa dihubungi sejak hari Sabtu" jelasnya.

Sementara itu Nenek Naomi, Sri Martini menambahkan orang tua Naomi telah mencari keberadaanya di sekolah. 

"Teman-temannya menjenguk ke rumah," ujarnya.

Menurutnya, ibunya juga menanyakan dan meminta pertanggungjawaban koordinator pendaki gunung itu.

Pihaknya penyelenggara pun mencari keberadaan Naomi.

"Katanya Naomi sudah turun ke bawah," kata dia.

Naomi mendaki bersama 40 rombongan lainnya mengikuti kegiatan pendakian open trip. 

Pendakian ini tergolong cukup ekstrem, karena dilakukan dengan tek-tok yang dimulai, Sabtu (5/10/2024) malam pukul 23.00 WIB.

Sehingga perbekalan yang dibawa tidak banyak.  Termasuk tenda yang biasanya digunakan bermalam saat pendakian juga tidak membawa.

Selama tersesat dan hilang, pada malam harinya Naomi selalu menghadapi hujan.

Saat itu, Naomi hanya bisa berteduh di rimbunnya pepohonan mengenakan jas hujan dalam kondisi gelap gulita.

"Diantara dua malam itu selalu kehujanan.  Dia istirahatnya di bawah pohon, terus dia pakai jas hujan jadi bisa berlindung sama sekali tanpa adanya headlamp, bahkan hpnya lowbat," katanya. 

Sumarudin terkejut dengan jalur yang dilalui oleh Naomi karena melenceng sangat jauh dari jalur yang digunakan saat mendaki via Bambangan.

"Saya juga agak bingung kenapa dia sampai disitu. Luar biasa jauhnya kalau dari pos 7 via Bambangan sekitar 3 kilometer sampai ke TKP.  Kalau dia jalan lurus tembusnya di Baturraden," katanya. 

Sementara itu, Naomi mengaku tidak memberi tahu orang tuanya bahwa ia akan mendaki Gunung Slamet, dan sekarang menyesal atas tindakannya.

"Saya masih ingin mendaki gunung, tetapi mungkin tidak akan diizinkan orang tua lagi," katanya.

Ibu Naomi, Dwi Ningsih, mengaku sempat merasa firasat buruk pada Minggu malam (6/10/2024) saat Naomi belum juga pulang.

"Saya mencoba mencari informasi dari teman-temannya, tetapi tidak ada yang tahu. Ponselnya juga tidak bisa dihubungi," ungkapnya.

Dwi menyatakan bahwa Naomi izin untuk kegiatan Pramuka, namun ternyata Pramuka tidak memiliki acara pada waktu itu.

Setelah kejadian ini, Dwi mengaku masih trauma dan tidak akan mengizinkan anaknya mendaki gunung lagi. (TribunBanyumas/Kompas.com)

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved