Ekonom Sarankan Pemerintah Ambil Kebijakan Kreatif untuk Genjot Pendapatan Ketimbang PPN 12 Persen

Achmad Nur Hidayat menyarankan pemerintahan Prabowo Subianto mengambil kebijakan kreatif untuk menaikkan pendapatan negara.

WartaKota
Ilustrasi Pajak 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra

TRIBUNJAKARTA.COM - Ekonom yang juga Pakar Kebijakan Publik, Achmad Nur Hidayat menyarankan pemerintahan Prabowo Subianto mengambil kebijakan kreatif untuk menaikkan pendapatan negara ketimbang dengan menerapkan PPN 12 persen yang mendapat penolakan rakyat.

Versi pemerintah, penerapan PPN 12 persen bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, yang diproyeksikan menambah sekitar Rp100 triliun per tahun dari sektor pajak konsumsi.

Namun, menurut Achmad, kenaikan ini diperkirakan dapat meningkatkan inflasi hingga 0,5 persen pada tahun pertama implementasi, terutama berdampak pada harga kebutuhan pokok dan barang lainnya.

Selain itu, ia meminta pemerintah perlu mempertimbangkan dampak pada pengeluaran lain untuk stimulus yang mungkin diperlukan guna meredam tekanan kenaikan harga terhadap daya beli masyarakat.

Dalam konteks stimulus, pemerintah telah menyiapkan Paket Kebijakan Ekonomi untuk Kesejahteraan dengan total nilai Rp445,5 triliun atau 1,83 persen dari PDB.

Rincian paket ini mencakup 15 jenis insentif fiskal dan nonfiskal, termasuk pembebasan PPN untuk bahan kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, dan gula konsumsi.

"Paket ini dirancang untuk meredam tekanan inflasi akibat kenaikan PPN dan mendukung daya beli masyarakat yang rentan.

Namun, jika tidak ada kenaikan PPN, pengeluaran stimulus Rp445,5 triliun itu  tidak diperlukan, sehingga efisiensi anggaran dan keberlanjutan APBN bisa tercapai lebih kuat," ujar Achmad memaparkan analisanya, Jumat (20/12/2024).

Karenanya, ia menganggap kebijakan kenaikan PPN tampaknya kurang tepat dilakukan di tengah pemulihan ekonomi yang masih rapuh.

Bahkan, petisi online penolakan terhadap PPN 12 persen sudah ditandatangani lebih dari 100.000 warganet.

Menurut Achmad, respon terhadap petisi ini dapat menjadi ujian bagi pemerintah untuk menunjukkan kepekaan terhadap aspirasi masyarakat.

"Sebagai pemerintah yang demokratis, mendengarkan suara rakyat adalah bagian integral dari tata kelola yang baik.

Kegagalan merespon secara tepat dapat menimbulkan erosi kepercayaan publik terhadap pemerintah," tuturnya.

Karenanya, ketimbang menaikkan PPN 12 persen, Achmad menyebut ada berbagai kebijakan kreatif yang seharusnya diambil pemerintahan Prabowo.

1. Optimalisasi Pajak Digital

Achmad mengatakan, perkembangan ekonomi digital di Indonesia sangat pesat, tetapi penerimaan pajak dari sektor ini masih belum maksimal.

Pada 2023, sektor ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai nilai transaksi sebesar USD 77 miliar, dan angka ini terus meningkat setiap tahun.

Namun, kontribusi pajak dari sektor ini masih berada di bawah 5 persen dari total penerimaan pajak.

"Pemerintah perlu memperbaiki mekanisme pemungutan pajak dari platform digital, termasuk e-commerce, layanan streaming, aplikasi ride-hailing, dan marketplace daring," tuturnya.

Salah satu langkah yang dapat diambil adalah peningkatan pengawasan dan penegakan aturan terhadap perusahaan digital asing yang beroperasi di Indonesia.

Misalnya, banyak perusahaan digital global masih belum terdaftar sebagai wajib pajak resmi di Indonesia, sehingga pemerintah kehilangan potensi penerimaan pajak yang signifikan.

"Jika pemerintah dapat mengenakan pajak yang adil pada transaksi digital, termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) untuk pelaku usaha digital, penerimaan negara dari sektor ini diperkirakan dapat mencapai tambahan Rp70-100 triliun per tahun," ujarnya.

2. Reformasi Pajak Penghasilan (PPh) untuk Golongan Atas

Achmad menuturkan, kebijakan kreatid lainnya yang bisa diambil pemerintah yakni mengevaluasi ulang struktur Pajak Penghasilan (PPh) bagi golongan masyarakat berpenghasilan tinggi.

"Pengenaan tarif yang lebih progresif pada kelompok super kaya akan menciptakan penerimaan tambahan tanpa berdampak langsung pada mayoritas masyarakat," ujarnya.

3. Perbaikan Tata Kelola Pemungutan PPN

Achmad mengatakan, pemerintah harus fokus pada perbaikan tata kelola pemungutan PPN sebesar 11 persen yang sudah ada saat ini.

"Dengan menutup celah kebocoran pajak, meningkatkan pengawasan, dan memperkuat sistem teknologi informasi perpajakan, potensi tambahan penerimaan bisa mencapai Rp50-75 triliun per tahun tanpa harus menaikkan tarif," tuturnya.

4. Evaluasi Paket Bebas Pajak untuk Investasi Pertambangan dan Hilirisasi

Dikatakan Achmad, kebijakan pembebasan pajak untuk sektor pertambangan dan hilirisasi perlu dievaluasi ulang.

"Peninjauan insentif yang kurang efektif dapat memberikan tambahan penerimaan hingga Rp30 triliun per tahun jika difokuskan pada investasi yang lebih produktif dan berkelanjutan," kata Achmad.

5. Efisiensi Belanja Negara

Selain meningkatkan penerimaan, pemerintah perlu melakukan efisiensi pada belanja negara. Evaluasi terhadap program-program yang tidak produktif atau memiliki tingkat kebocoran tinggi harus menjadi prioritas.

"Dana yang dihemat dari efisiensi ini dapat dialihkan untuk menutupi kebutuhan anggaran tanpa harus membebani masyarakat," ucapnya.

6. Pengembangan Ekonomi Hijau

Cara kreatif selanjutnya, ujar Achmad, yakni investasi pada sektor ekonomi hijau, seperti energi terbarukan dan pengelolaan limbah, memiliki potensi untuk meningkatkan pendapatan negara melalui inovasi dan insentif baru.

"Pemerintah dapat memperkenalkan kebijakan pajak karbon yang adil, yang tidak hanya meningkatkan penerimaan negara tetapi juga mendorong keberlanjutan lingkungan," saran Achmad.
 
 

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

 

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved