Pj Teguh Bantah Pergub Nomor 2 Tahun 2025 Buat Izinkan ASN Poligami, Tapi Buat Lindungi Keluarga 

Pj Gubernur Jakarta Teguh Setyabud bantah Pergub No 2 Tahun 2025 buat izinkan ASN poligami. Ia bilang buat lindungi keluarga.

TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi menjawab polemik diterbitkannya Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino

TRIBUNJAKARTA.COM, PADEMANGAN - Penjabat Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi menjawab polemik diterbitkannya Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian.

Teguh menyebut, peraturan itu tidak bermaksud mengizinkan para ASN Pemprov DKI Jakarta untuk berpoligami, tapi untuk melindungi keluarga Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Bahwasanya apa yang tercantum, isi-isi dari Pergub nomor 2 tahun 2025 bukanlah hal yang baru, kami juga mengacu peraturan pemerintah yang sudah terbit terdahulu, semangatnya adalah untuk melindungi keluarga ASN, dengan cara memperketat aturan terkait perkawinan maupun perceraian," kata Teguh di Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Jumat (17/1/2025).

"Bukan malah sebaliknya, seakan-akan kami dari pemerintah provinsi mengizinkan untuk poligami," ucap Teguh.

Teguh mengatakan, peraturan itu sudah digodok sejak tahun 2023 sebelum diterbitkan tahun ini.

Menurut dia, peraturan itu juga telah merujuk pada aturan-aturan yang sebelumnya ada.

Pembahasannya pun dilakukan dengan kolaborasi berbagai stakeholder, termasuk pemerintah pusat.

"Pergub nomor 2 Tahun 2025 bukan hal yang instan, sudah dibahas sejak tahun 2023 dan sudah melibatkan berbagai UKPD, berbagai kementerian, termasuk juga sudah harmonisasi, dengan katakanlah Kanwil Kemenkumham dan juga stakeholder lainnya," kata Teguh.

Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi DKI Jakarta Chaidir mengungkapkan, Pergub ini bukan merupakan suatu hal yang baru.

Pergub ini justru merinci aturan-aturan dalam pengajuan perkawinan dan perceraian.

“Ini bukan hal yang baru, karena Pergub ini merupakan turunan dari peraturan perundangan yang telah berlaku. Pergub ini juga memperingatkan para Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk mematuhi aturan perkawinan dan perceraian. Sehingga, tidak ada lagi ASN yang bercerai tanpa izin atau surat keterangan dari pimpinan, serta tidak ada lagi ASN yang beristri lebih dari satu yang tidak sesuai dengan perundang-undangan,” ujar Chaidir, di Balai Kota Jakarta, Jakarta Pusat, pada Jumat (17/1).

Chaidir menyampaikan, dengan jumlah ASN yang banyak di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, perlu ada pengaturan yang rigid dan pendelegasian kewenangan dalam penerbitan surat izin/keterangan perkawinan dan perceraian bagi ASN.

Dalam Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS mengatur bahwa PNS yang melanggar PP Nomor 10 Tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990, dapat dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat.

“Pergub ini mengatur batasan-batasan bagi ASN pria yang akan menikah lagi, serta kondisi apa yang dapat diberikan persetujuan dan kondisi apa yang dilarang. Sehingga, dapat mencegah terjadi nikah siri tanpa persetujuan, baik dari istri yang sah maupun pejabat yang berwenang. Begitu pula dengan perceraian, agar tidak terjadi kerugian keuangan daerah dalam pemberian tunjangan keluarga. Dengan demikian, Pergub ini sebagai peringatan bagi ASN yang melakukan pelanggaran tersebut dapat dijatuhi hukuman disiplin berat,” tegasnya.

Chaidir menambahkan, Pergub ini juga mengatur mengenai batas waktu pelaporan perkawinan, perceraian, dan beristri lebih dari satu, serta pendelegasian kewenangaan bagi pejabat yang berwenang untuk memberikan/menolak izin/keterangan melakukan perceraian dan beristri lebih dari satu. “Dalam waktu dekat kami akan melakukan sosialisasi tentang pergub ini kepada seluruh jajaran di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ” imbuhnya.

Persyaratan perkawinan dan perceraian yang tertuang dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 lebih rinci dibandingkan PP Nomor 10 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990. Dalam PP tersebut, izin beristri lebih dari seorang dapat diberikan apabila memenuhi persyaratan, yaitu istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah sepuluh tahun perkawinan.

Sedangkan, dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 Pasal 4 ayat (1), persyaratan untuk izin beristri lebih dari seorang disebutkan lebih rinci sebagai berikut:
a. alasan yang mendasari perkawinan:
1. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya;
2. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau
3. istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah sepuluh tahun perkawinan;
b. mendapat persetujuan istri atau para istri secara tertulis;
c. mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai para istri dan para anak;
d. sanggup berlaku adil terhadap para istri dan para anak;
e. tidak mengganggu tugas kedinasan; dan
f. memiliki putusan pengadilan mengenai izin beristri lebih dari seorang.

Kemudian, untuk perceraian, dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 Pasal 11, telah tertuang secara rinci alasan yang harus dipenuhi untuk mengajukan permintaan izin bercerai, yaitu:
a. salah satu pihak berbuat zina;
b. salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan;
c. salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan/kemauannya;
d. salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah Perkawinan berlangsung;
e. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; atau
f. antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Dengan demikian, Pergub Nomor 2 Tahun 2025 tentang Tata Cara Izin Perkawinan dan Perceraian sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved