Ramadan
Hukum Bila Tidak Mengganti Puasa Tahun Lalu Hingga Tiba Ramadan Berikutnya, Begini Penjelasannya
Begini Hukumnya Bila Tidak Mengganti Puasa Tahun Lalu Hingga Datang Ramadan Selanjutnya
TRIBUNJAKARTA.COM - Umat Muslim dianjurkan untuk segera membayar utang puasa, sebelum datangnya bulan Ramadan.
Utang puasa yang dimaksud yakni jumlah hari tidak berpuasa pada bulan Ramadan di tahun sebelumnya, dan dibayarkan dengan cara qadha puasa.
Adapun penyebab seseorang tidak mampu berpuasa biasanya meliputi uzur, tua renta, sakit, musafir, hamil, berhadas besar dan juga karena menyusui.
Namun selain itu,terdapat juga seseorang yang tidak berpuasa hanya karena sengaja untuk tidak berpuasa.
Syekh Abu Abdillah Muhammad bin Qasim dalam kitab Fathul Qarib, menjelaskan ada beberapa golongan orang yang wajib mengqadha puasa, diantaranya:
- musafir yang membatalkan puasa disebabkan bepergian;
- orang sakit yang dikhawatirkan akan bertambah parah jika puasa;
- ibu hamil;
- wanita haid dan nifas;
- muntah yang disengaja;
- makan dan minum yang disengaja.
Lantas, bagaimana hukumnya bila seseorang yang masih memiliki utang puasa dari tahun lalu tidak mengqadha puasa hingga tiba Ramadan berikutnya?
Dilansir dari situs resmi Bimas Islam, Kementerian Agama RI, hukum bagi seseorang yang tidak mengqadha puasa hingga tiba Ramadan selanjutnya dibedakan berdasar penyebab seseorang tersebut tidak berpuasa.
Bagi orang yang telat atau tidak sempat qadha puasa selama setahun penuh karena uzur, maka hanya diwajibkan kepadanya untuk membayar dengan qadha puasanya saja.
Kebolehan menunda qadha puasa bagi orang yang uzur misalnya karena sakit, musafir, lupa (pikun), hamil, dan menyusui.
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Sayyid Said bin Muhammad Ba’ali Al-Hadhrami:
أَمَّا تَأْخِيْرُهُ بِعُذْرٍ كَسَفَرٍ وإِرْضَاعٍ وَنِسْيَانٍ وَجَهْلِ حُرْمَةِ التَّأْخِيْرِ وَلَوْ مُخَالِطًا لَنَا فَلَا فِدْيَةَ فِيْهِ
"Adapun menunda qadha puasa sebab uzur seperti bepergian, menyusui, lupa, dan tidak tahu keharaman menunda meskipun ia berbaur dengan kami (para ulama), maka tidak ada fidyah yang wajib di sana."
Sementara pada orang yang tidak berpuasa karena tidak ada uzur, misalnya semata-mata hanya karena lalai hingga bertemu Ramadan berikutnya, maka menurut Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, ia wajib mengqadha puasa tersebut serta membayar fidyah (denda) sebanyak satu mud untuk sehari puasa.
Dengan demikian, apabila ia tidak berpuasa sebanyak 5 hari, maka wajib membayar 5 mud, dan apabila tidak berpuasa selama 10 hari, maka wajib membayar 10 mud.
Penjelasan mengenai ukuran 1 mud sebagai berikut:
Ada beberapa pandangan mengenai penjelasan ukuran 1 mud dalam membayar fidyah.
Menurut Imam Malik, Imam As-Syafi'I, fidyah yang harus dibayarkan sebesar 1 mud gandum (kira-kira 6 ons = 675 gram = 0,75 kg atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat berdoa).
Sedangkan menurut Ulama Hanafiyah, fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara 1/2 sha' gandum. (Jika 1 sha' setara 4 mud = sekitar 3 kg, maka 1/2 sha' berarti sekitar 1,5 kg). Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidyah berupa beras.
Menurut kalangan Hanafiyah, fidyah boleh dibayarkan dalam bentuk uang sesuai dengan takaran yang berlaku seperti 1,5 kilogram makanan pokok per hari dikonversi menjadi rupiah. Cara membayar fidyah puasa dengan uang versi Hanafiyah adalah memberikan nominal uang yang sebanding dengan harga kurma atau anggur seberat 3,25 kilogram untuk per hari puasa yang ditinggalkan, selebihnya mengikuti kelipatan puasanya.
Imam Nawawi dalam kitab Syarh al-Muhadzab menyebutkan,
وَمَنْ أَخَّرَ قَضَاءَ رَمَضَانَ مَعَ إِمْكَانِهِ حّتَّى دَخَلَ رَمَضَانُ آخَرُ لَزِمَهُ مَعَ القَضَاءِ لِكُلِّ يَوْمٍ مُدٌّ
"Barangsiapa menunda qadha puasa Ramadan, sementara ia tidak ada uzur sampai masuknya bulan Ramadan berikutnya, maka wajib baginya setiap hari satu mud beserta qadha".
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.