Rocky Gerung Ungkap Taktik Bidak Putih Gerindra Usung Prabowo Capres 2029: Tutup Peluang Gibran
Pengamat politik Rocky Gerung membaca taktik "bidak putih" sedang dimainkan Gerindra untuk menutup peluang Gibran Rakabuming jadi capres pada 2029.
TRIBUNJAKARTA.COM - Pengamat politik Rocky Gerung membaca taktik "bidak putih" sedang dimainkan Gerindra untuk menutup peluang Gibran Rakabuming jadi capres pada 2029 mendatang.
Seperti diketahui, pada Kongres Luar Biasa Gerindra di Hambalang, Bogor, Kamis (14/2/2025), partai berlogo kepala Garuda itu mengusung ketua umumnya, Prabowo Subianto untuk jadi presiden dua periode.
Rocky melihat, kedinian Gerindra mengumumkan sikap adalah langkah mengambil posisi layaknya pecatur pemegang bidak putih.
Terlebih, aturan baru pencapresan telah diketuk Mahkamah Konstitusi (MK), yakni presidential threshold 0 persen.
Tanpa partai lain, Gerindra sudah ada di baris depan untuk memenangkan Pilpres 2029 bersama Prabowo sebagai calonnya.
"Jadi Gerinda memainkan bidak putih duluan itu karena juga dikalkulasi saya kira oleh keputusan Mahkamah Konstitusi yaitu thresoldnya dibuat nol."
"Sehingga Gerindra pasti bisa melenggang sendiri itu," kata Rocky di channel Youtube Rocky Gerung Official, Jumat (14/2/2025).
Di sisi lain, Rocky melihat, setidaknya, satu pintu tertutup untuk Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk maju menjadi capres.
Jika memang ingin tetap melenggang ke kontestasi politik RI 1, Gibran harus mencari partai lain yang mau menampungnya.
"Satu hal yang pasti bahwa penetapan Prabowo sebagai calon Presiden di 2029 hal yang sudah mungkin diantisipasi atau ditunggu oleh banyak orang."
"Itu menimbulkan semacam sedikit kegaduhan politik karena tentu konsekuensinya Gibran tidak mungkin dicalonkan oleh Gerindra," papar Rocky.
Lebih luas, menurut Rocky, akan ada blok politik baru yang digalang ayah Gibran, Jokowi, untuk memuluskan ambisi anaknya menjadi presiden.
"Kelihatannya bagus keputusan Gerindra tadi dari segi kalkulasi politik tentu lepas dari soal apakah ini bisa jadi semacam penanda bahwa presiden Prabowo akan melakukan reshffle secepat-cepatnya untuk memungkinkan kabinet hari ini bekerja untuk dia di 2029 kan itu kalkulasinya," kata Rocky.
Sebelumnya, Prabowo Subianto diminta kembali untuk maju sebagai Calon Presiden 2029 dalam kongres Luar Biasa (KLB) Partai Gerindra.
Permintaan tersebut merupakan satu dari lima keputusan Partai Gerindra yang ditetapkan dalam KLB.
"Kongres meminta Pak Prabowo agar bersedia maju kembali sebagai calon presiden pada Pilpres 2029. Beliau menjawab 'insyaallah', namun meminta waktu untuk menyelesaikan tugasnya sebagai presiden dan memenuhi janji kepada rakyat," kata Sekretaris Jenderal Gerinda Ahmad Muzani.
Selain itu empat keputusan lainnya yakni, pertama, menerima laporan pertanggungjawaban (LPJ) DPP Partai Gerindra periode 2020-2025 yang dipimpin Prabowo Subianto. LPJ kepengurusan DPP tersebut kata Muzani dinilai sangat memuaskan.
"Laporan ini dinilai sangat memuaskan dalam hal prestasi politik, kepercayaan rakyat, hingga keuangan. Semua DPC dan DPD menerima laporan tersebut tanpa catatan," kata Muzani.
Kedua, menetapkan kembali Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum DPP Partai Gerindra periode 2025-2030. Prabowo menerima permintaan partai tersebut.
"DPC dan DPD meminta agar Pak Prabowo kembali menjadi Ketua Umum. Ketika ditanya, beliau menyatakan bahwa jika itu adalah permintaan kader maka beliau siap menerima," ujar Muzani.
Ketiga, KLB menetapkan Prabowo Subianto sebagai Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra.
"DPD dan DPC peserta Kongres meminta agar Pak Prabowo tetap menjadi Ketua Dewan Pembina, yang bertanggung jawab atas arah kebijakan partai. Pak Prabowo menyatakan kesediaannya," tutur Muzani.
Keempat, KLB juga menetapkan Prabowo sebagai formatur tunggal. Seluruh peserta sepakat memberikan mandat kepada Prabowo untuk menyempurnakan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, serta susunan pengurus DPP Partai Gerindra periode 2025-2030.
"Pak Prabowo menerima tanggung jawab tersebut," pungkas Muzani.
Penghapusan Presidential Threshold
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden, yang sebelumnya diatur parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya.
Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Selain itu MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.
Satu hal yang dapat dipahami Mahkamah, penentuan besaran atau persentase itu lebih menguntungkan parpol besar atau setidaknya memberi keuntungan bagi parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR.
MK menyatakan penentuan ambang batas pencalonan pilpres itu punya kecenderungan memiliki benturan kepentingan.
Mahkamah juga menilai pembatasan itu bisa menghilangkan hak politik dan kedaulatan rakyat karena dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan paslon.
Selain itu setelah mempelajari seksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, MK membaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 paslon.
Padahal pengalaman sejak penyelenggaraan pemilu secara langsung, dengan hanya 2 paslon masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang jika tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia.
Bahkan jika pengaturan tersebut dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal.
Kecenderungan calon tunggal juga telah dilihat MK dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bertendensi ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong. Artinya mempertahankan ambang batas presiden, berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.
“Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Berkenaan dengan itu MK juga mengusulkan kepada pembentuk Undang-Undang dalam revisi UU Pemilu dapat merekayasa konstitusional. Meliputi:
Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden.
Pengusulan paslon oleh parpol atau gabungan parpol tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.
Dalam mengusulan paslon presiden dan wakil presiden, parpol peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan parpol tersebut tidak menyebabkan dominasi parpol atau gabungan parpol sehingga menyebabkan terbatasnya paslon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.
Parpol peserta pemilu yang tidak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya
Terakhir, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU 7/2017 melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggara pemilu, termasuk parpol yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna.
“Telah ternyata ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 tidak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil,” kata Saldi.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Saat Noel Minta Diberi Amnesti, Prabowo Tidak Menganggapnya Kader Gerindra: Agak Malu Saya |
![]() |
---|
Di Depan Para Bupati, Prabowo Pamer Bacaan soal Bung Karno: Jangan-Jangan Orang PDIP Gak Pernah Baca |
![]() |
---|
Makin Panas 2 Pendukung Jokowi 'Saling Serang', Borok Noel Diungkap Silfester Matutina: Sangat Kejam |
![]() |
---|
PSI Jakarta Dukung Wapres Gibran yang Menolak Usulan Gerbong Kereta Khusus Merokok |
![]() |
---|
Saat Firdaus Oiwobo Mulai Akrab dengan Jokowi, Termul Makin Tenar & Dosa Masa Lalu Diungkit: Zalim! |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.