Cerita Kriminal

5 Fakta Terbaru Polisi Intel Diduga Bunuh Bayi 2 Bulan, Ibu Korban Dapat Ancaman Agar Tak 'Bicara'

Anggota Direktorat Intelijen Keamanan (Ditintelkam) Polda Jateng, Brigadir AK diduga membunuh anaknya, yang baru berusia 2 bulan. Bagaimana faktanya?

dok Kantor Hukum Abdulrrahman & Co
POLISI BUNUH BAYI - Pengacara korban DJP, Alif Abudrrahman mengatakan, Brigadir AK membunuh bayi kandungnya berusia 2 bulan di dalam mobil di pasar Peterongan. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Anggota Direktorat Intelijen Keamanan (Ditintelkam) Polda Jateng, Brigadir AK diduga membunuh anak kandungnya, yang baru berusia 2 bulan.

Dugaan pembunuhan tersebut terjadi di dalam mobil, di Pasar Peterongan, Semarang Selatan, Kota Semarang, pada Minggu 2 Maret 2025.

Dikutip TribunJakarta.com dari TribunJateng, terkuak 5 fakta baru dari kasus dugaan pembunuhan bayi 2 bulan tersebut:

1. Ibu Korban Ke Pasar Hanya 10 Menit

DJP (24) ibu dari bayi laki-laki berusia 2 bulan yang diduga dibunuh Brigadir AK akhirnya memilih buka suara.

Dia buka suara melalui para pengacaranya untuk membeberkan kronologi kematian anaknya. 

Pengacara korban DJP, Alif Abudrrahman mengatakan, kejadian dugaan pembunuhan itu bermula ketika DJP bersama Brigadir AK serta anak bayinya sedang mengendarai mobil lalu berhenti di pasar Peterongan.

Kala itu mereka berniat berbelanja kebutuhan sehari-hari.

Sebelum berbelanja, DJP, Brigadir AK, dan bayinya sempat berfoto bersama di dalam mobil pukul 14.39 WIB.

DJP kemudian turun dari mobil lalu masuk ke pasar untuk berbelanja selama kurang lebih 10 menit.

Selepas itu, dia kembali ke dalam mobil lalu syok melihat anaknya sudah dalam kondisi  bibir membiru dan tak sadarkan diri.

DJP sempat panik lalu berusaha menepuk-nepuk anaknya tetapi tidak ada respon.

Ibu korban semakin curiga karena pengakuan dari Brigadir AK anaknya tersebut sempat muntah dan tersedak.

Brigadir AK juga mengaku sempat  mengangkat tubuh anaknya lalu ditepuk-tepuk punggungnya selepas itu tertidur.

"Si ibu kan curiga kalau kesedak kenapa tidak telpon dirinya malah kasih tahu di dalam mobil. Di tengah rasa curiga itu, si Ibu langsung  ke RS Roemani untuk mendapatkan pertolongan," bebernya, di Kota Semarang, Selasa (11/3/2025).

Alif melanjutkan, bayi laki-laki tersebut sempat  mendapatkan perawatan medis selama 1 hari.

Sesudah  itu, bayi tersebut meninggal dunia pada 3 Maret 2025 pukul 15.00.

"Menurut keterangan yang kami dapat penyebabnya adalah gagal pernapasan. Lalu pada 3 Maret juga di malam harinya segera anak ini dimakamkan di Purbalingga. Tempat asal Brigadir AK berdomisili," paparnya.

2. Brigadir AK Hilang

Pada awalnya, DJP memendam kecurigaannya terhadap kematian anaknya tersebut.

Namun, kecurigaannya muncul kembali ketika Brigadir AK hilang tanpa jejak.

Alfi mengatakan, Brigadir AK kabur dan tidak tahu keberadaannya sehingga membuat ibu korban semakin curiga.

"Brigadir AK ini tiba-tiba kabur semacam menghilangkan jejak. Menunjukkan gelagat-gelagat mencurigakan, susah dihubungi dan mungkin tidak nyaman dengan dengan hasil perbuatannya itu," ungkapnya.

Berhubung tak ada kabar selepas kejadian itu, DJP memilih melaporkan kasus itu ke Polda Jateng dengan laporan bernomor LP/B/38/3/2025/SPKT, Polda Jawa Tengah tertanggal 5 Maret  2025.

Laporan berkaitan menghilangkan nyawa anak di bawah umur atau barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain atau penganiayaan sehingga mengakibatkan matinya seseorang sebagaimana dimaksud dalam pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2022 tentang Perlindungan Anak atau pasal 338 KUHP atau pasal 351 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

"Dua hari kemudian pada tanggal 7 Maret 2025 penyidik Polda Jawa Tengah melakukan ekshumasi," ujarnya.

3. Hasil dari Hubungan Gelap

Dari kasus ini terungkap, Brigadir AK menjalin hubungan asmara dengan DJP yang seorang perempuan lulusan sebuah kampus negeri di Kota Semarang, sejak tahun 2023.

Brigadir AK mendekati DJP juga menggunakan kemampuannya dalam dunia intel. 

Brigadir AK kala itu mengaku sebagai pegawai Telkomsel.

"Awalnya Brigadir AK awalnya ngaku bukan anggota polisi tapi kerja di Telkomsel. Namun, lama-kelamaan ketahuan (oleh DJP) ketika sudah saling dekat,"  kata pengacara DJP Alif Abudrrahman di Kota Semarang, Selasa (11/3/2025).

Alif menyebut tidak memiliki kewenangan untuk mengungkap status hubungan antara kliennya dengan Brigadir AK.

Namun, pihaknya bisa memastikan bahwa bayi laki-laki yang diduga dibunuh Brigadir AK adalah anak kandungnya.

"Jadi kami enggak asal ngomong ini anak siapa, ini ada tes DNA-nya itu anaknya 99,9 persen," bebernya.

Sementara, Polda Jawa Tengah mengungkap hubungan Brigadir AK dengan perempuan berinisial DJP (24) yang belum resmi menikah.

Brigadir AK telah bercerai dengan istri sahnya lalu memiliki hubungan di luar dinas kepolisian dengan DJP.

Hasil hubungan tersebut lahir bayi berinisial AN yang masih berusia 2 bulan.

"Kalau perempuan ini (DJP) adalah teman dekat, belum istri sah. Namun, korban (AN) benar anak kandung dari Brigadir AK, hubungan mereka di luar resmi dari dinas kepolisian," ungkap Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng Kombes Pol Artanto kepada Tribun, Selasa (11/3/2025).

Kendati begitu, Artanto masih enggan mengungkap motif dugaan pembunuhan terhadap bayi berinisial AN yang berusia 2 bulan tersebut.  

"Soal motif masih didalami," katanya.

4. Ibu Korban Diintimidasi

Amal mengatakan, DJP mendapatkan intervensi meski masih sebatas intimidasi verbal tidak mengarah ke kekerasan fisik. 

Kliennya DJP diintimidasi diduga agar kasus ini tidak berlanjut di kepolisian.

Namun, dia belum berani mengungkap dalang yang mengintimidasi korban. 

"Intimidasi ini agar korban tidak speak up, supaya kasusnya tidak lanjut lalu pilih jalan damai," katanya.

Melihat kondisi itu, pihaknya kini masih mengupayakan agar korban DJP diberi perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Upaya penghubungan dengan  LPSK dilakukan pihaknya karena terlapor adalah anggota kepolisian sehingga untuk mengantisipasi penyalahgunaan kekuasaan.

"Oleh itulah kami menggandeng LPSK terkait dengan keselamatan dan keamanan dari klien kami," ujarnya.

Amal juga meminta kepada Kapolda Jateng Irjen Pol Ribut Hari Wibowo untuk memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini.

Selain itu, Polda Jateng juga perlu melakukan keterbukaan informasi tentang proses kasus ini baik secara pidana maupun etik.

"Kami menilai kasus ini sangat  ironi dan sangat tragis sehingga sebagai masyarakat mencari keadilan berhak untuk mendapatkan segala informasi terkait tentang penanganan perkara ini," katanya.

5. Kejiwaan Pelaku Harus Diperiksa

Indonesia Police Watch (IPW) meminta Polda Jawa Tengah untuk melakukan serangkaian pemeriksaan kejiwaan terhadap Brigadir AK.

Lembaga independen pengawas kepolisian ini menyebut,tes kejiwaan itu perlu dilakukan mengingat tindakan Brigadir AK berpotensi dilakukan ketika dalam kondisi kejiwaan yang sangat berat.

"Menurut saya agak sulit ya seorang ayah melihat anaknya kemudian membunuh kalau tidak ada satu kondisi kejiwaan yang sangat berat," kata Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso saat dihubungi Tribun, Selasa (11/3/2025).

Meskipun menyinggung soal kejiwaan Brigadir AK, Sugeng enggan mengaitkan tindakan terlapor dengan beban kerjanya di kepolisian.

Sebab, bila terlapor mengalami beban kerja di institusinya tentu dengan melakukan tindakan bunuh diri.

Bukan malah sebaliknya.

"Kalau dia bunuh diri mungkin sudah jelas ada beban kerja, kalau ini melakukan tindakan ke anaknya yang belum diketahui sebabnya," tuturnya.

Untuk mengetahui kondisi kejiwaan yang sangat berat, lanjut Sugeng,  perlu menarik ke belakang terkait kondisi kejiwaan Brigadir AK.

Kondisi ini yang paling tahu adalah orang terdekatnya seperti lingkungan keluarga.  

Kemudian baru ke tempat kerja Brigadir AK di Polda Jateng.

"Catatan kinerja dari kantor juga akan mendeteksi," paparnya.

Berkaitan dengan dugaan tindak pidananya,  Sugeng yakin penyidik mampu mengungkapnya.

Terlebih tindakan ekshumasi sudah dilakukan.

Ahli forensik tentu akan memeriksa sebab meninggal karena kekurangan oksigen di ruang tertutup atau dilakukan dengan cara dicekik.

"Nanti ahli forensik bisa membedakannya," terangnya.

Sugeng menambahkan, kasus tersebut menambah tekanan lembaga kepolisian.

Bahkan, kata dia, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo telah memerintahkan propam untuk mengawasi anggota dan  menindak tegas yang melanggar.

Kondisi itu terjadi akibat  tekanan dari ketidakpercayaan publik dari masyarakat.

Selain itu, adapula tekanan dari segi politik dan hukum soal kewenangan polisi yang hendak dipangkas.

"Makanya ini atensi besar kepada anggota polisi untuk tidak menyakiti masyarakat, bertindak profesional, melayani masyarakat membuat senang masyarakat," ujarnya.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved