Cukai Minuman Berpemanis Ditunda, Koalisi PASTI: Pemerintah Tak Serius Lindungi Kesehatan Masyarakat

Pemerintah memutuskan membatalkan penerapan cukai pada Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di tahun ini. 

Elga Hikari Putra/TribunJakarta.com
MINUMAN BERPEMANIS - Elemen masyarakat menggelar aksi agar minuman berpemanis dalam kemasan dikenakan cukai sebagai upaya untuk melindungi kesehatan dari ancaman penyakit diabetes. TRIBUNJAKARTA.COM/ELGA PUTRA 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra

TRIBUNJAKARTA.COM - Pemerintah memutuskan membatalkan penerapan cukai pada Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di tahun ini. 

Penundaan kembali pungutan cukai MBDK sangat disayangkan sejumlah pihak. Terlebih,  kebijakan ini telah masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Menanggapi hal itu, Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) bersama Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Pangan Sehat Indonesia (PASTI) menyatakan kekecewaan atas penundaan tersebut.

Koalisi PASTI memandang keputusan ini melemahkan upaya pengendalian konsumsi pangan yang mengandung gula berlebih. 

Selain itu, batalnya pemberlakuan cukai MBDK juga mempertaruhkan kesehatan jutaan warga Indonesia, terutama kelompok rentan seperti anak-anak dan remaja.

Project Lead for Food Policy CISDI, Nida Adzilah Auliani menegaskan, penundaan cukai MBDK tahun ini menunjukkan rendahnya komitmen pemerintah untuk melindungi kesehatan masyarakat. 

"Pemerintah lebih memilih menjaga kepentingan industri daripada menunaikan kewajibannya menjaga hak kesehatan anak-anak dan generasi muda," kata Nida, Jumay (20/6/2025).

Menurut Nida, seperti tahun-tahun sebelumnya, pemerintah menjadikan kondisi perekonomian sebagai alasan penundaan cukai MBDK kali ini. Padahal, pengenaan cukai MBDK telah diwacanakan sejak 2016. 

"Tahun 2020, Kementerian Keuangan RI mengajukan usulan penerapan cukai MBDK. Kendati saat itu disambut baik DPR, pemerintah malah memutuskan menunda penerapannya karena pertimbangan ekonomi," ujarnya.

Nida menjelaskan, sejak saat itu rencana pemerintah memberlakukan cukai MBDK terus mengalami penundaan. 

Kemudian, pada Januari 2025, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menyampaikan bahwa pengenaan cukai MBDK telah diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 dan tercantum dalam postur APBN 2025. 

"Dalam Undang-Undang APBN 2025 disebutkan cukai MBDK akan diterapkan pada semester II tahun ini dengan target penerimaan negara sebesar Rp 3,8 triliun," bebernya.

Nida memastikan, cukai MBDK adalah salah satu kebijakan strategis yang terbukti sebagai intervensi efektif di lebih dari 130 negara untuk menurunkan konsumsi minuman manis, sekaligus mencegah obesitas, diabetes, dan penyakit tidak menular lainnya. 

Penelitian CISDI di tahun 2023 menyatakan pengenaan cukai yang berdampak pada kenaikan harga MBDK sebesar 20 persen dari tahun 2024 hingga 2033 berpotensi menurunkan konsumsi harian gula sebanyak 5,4 gram untuk laki-laki dan 4,09 gram untuk perempuan. 

Dalam jangka waktu 10 tahun, penurunan ini diperkirakan dapat mencegah lebih dari 253 ribu kasus kelebihan berat badan (overweight) dan lebih dari 502 ribu kasus obesitas.

Bahkan, penelitian tersebut memperkirakan penerapan cukai MBDK dapat mencegah lebih dari tiga juta kasus baru diabetes melitus tipe 2.

"Tidak hanya itu, kebijakan ini juga dapat menyelamatkan lebih dari 455 ribu jiwa dari kematian akibat diabetes dalam satu dekade ke depan dan menghemat beban ekonomi langsung dan tidak langsung akibat diabetes melitus tipe 2 hingga Rp 40,6 triliun," terangnya.

Dijelaskannya, menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023, sebanyak 67,21 persen rumah tangga di Indonesia mengkonsumsi MBDK. 

"Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menemukan hampir separuh populasi usia tiga tahun ke atas mengkonsumsi minuman manis lebih dari satu kali sehari," imbuhnya.

Sementara itu, Ketua FAKTA Indonesia, Ari Subagio Wibowo, juga menyoroti lemahnya keberpihakan pemerintah dalam menghadapi krisis penyakit tidak menular.

"Berbicara tentang Generasi Emas tanpa pengendalian penyakit tidak menular adalah omon-omon. Pemerintah harus bersikap tegas dan segera mengambil langkah konkret dalam pengendalian penyakit tidak menular yang kian mengancam masa depan bangsa," tegas Ari.

Ia memaparkan, Komisi XI DPR secara politik telah menyatakan dukungan terhadap kebijakan pengendalian penyakit tidak menular untuk segera diterapkan.

Kebijakan ini telah sejalan dan tercermin dalam postur APBN tahun ini dan secara hukum telah diamanatkan dalam Program Penyusunan Peraturan Pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2025, yang salah satunya memuat instruksi penerapan cukai MBDK. 

"Ini artinya tinggal keberanian pemerintah untuk mengaksesnya secara konsisten dan berpihak pada rakyat," kata Ari.

Sebagai informasi, Koalisi PASTI mendesak pemerintah untuk melakukan lima hal.

Pertama, menetapkan jadwal pasti implementasi cukai MBDK dan menghentikan penundaan berulang.

Kedua, menerapkan tarif cukai yang menaikkan harga jual produk MBDK setidaknya 20 persen.

Kemudian, mengalokasikan hasil pungutan cukai untuk pembiayaan program dan fasilitas kesehatan masyarakat.

Menerapkan kebijakan pendukung lingkungan sehat, termasuk pelabelan gizi pada bagian depan kemasan serta pelarangan iklan produk tinggi garam, gula, dan lemak.

Terakhir yakni memperkuat edukasi dan promosi kesehatan tentang dampak konsumsi gula berlebih.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved