Banjir di Jakarta

Pramono Tak Ingin Salahkan Bogor Penyebab Banjir di Jakarta, Dedi Mulyadi Justru Sebaliknya

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memiliki sikap yang berbeda dengan kondisi banjir yang melanda ibukota. 

TribunJakarta.com/Dionisius Arya Bima Suci dan YouTube KDM Channel
RESPONS SOAL BANJIR - Beda respons Gubernur Pramono dan Dedi Mulyadi terkait peristiwa banjir yang belakangan melanda Jakarta. (TribunJakarta.com/Dionisius Arya Bima Suci dan YouTube KDM Channel). 

TRIBUNJAKARTA.COM - Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memiliki sikap yang berbeda dengan kondisi banjir yang melanda ibukota. 

Pramono tak ingin menyalahkan Bogor atas bencana banjir yang menerjang ibu kota sejak Minggu (6/7/2025) kemarin.

Ia pun memilih duduk bareng dengan kepala daerah lainnya untuk menyelesaikan masalah tersebut.

“Saya segera mengkoordinasikan dengan terutama Wali Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Depok, Bekasi, karena memang kita tidak bisa menyelesaikan persoalan di Jakarta itu sendiri,” ucapnya di Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (8/7/2025).

Apalagi diakui Pramono, kontribusi terbesar banjir Jakarta memang berasal dari air kiriman dari wilayah hulu atau Bogor.

Banjir pun kerap kali terjadi meski Jakarta tak diguyur hujan dengan intensitas lemat.

“Karena memang kontribusi terbesar kadangkala kondisinya cerah, seperti ini tapi tiba-tiba banjir, seringkali terjadi. Karena memang kiriman dari atas. Tetapi saya sekali lagi tidak akan pernah menyalahkan kiriman ini, ini adalah given,” ujarnya.

Banjir yang menerjang Jakarta sejak Minggu kemarin pun disebut Pramono cukup kompleks lantaran merupakan kombinasi dari tiga faktor yang terjadi bersamaan.

Selain hujan deras yang mengguyur Jakarta dan banjir kiriman dari Bogor, kondisi ini diperparah dengan adanya fenomena naiknya permukaan air laut atau rob.

“Sehingga dengan demikian saya tidak menggunakan kata-kata melawan banjir, tetapi ya banjir ini kota siasati sebaik mungkin, bagaimana caranya supaya tidak memberikan dampak kepada masyarakat,” tuturnya.\

Respons Dedi Mulyadi soal banjir

Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyoroti penyebab banjir tahunan di Jakarta yang menurutnya berkaitan erat dengan kondisi lingkungan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor.

Ia mengungkapkan bahwa perubahan tata ruang di wilayah tersebut telah merusak ekosistem yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan air.

"Perubahan tata ruangnya adalah daerah-daerah yang dianggap rawan bencana yang seharusnya menjadi resapan air, diubah menjadi kawasan pariwisata dan permukiman, sehingga potensi bencana sangat terjadi," ujar Dedi dalam rekaman video yang dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (6/7/2025).

Dedi mengutip laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang menyebutkan bahwa alih fungsi lahan di kawasan Puncak Bogor telah memperburuk kapasitas wilayah dalam menyerap air hujan, menyebabkan aliran air langsung mengarah ke Jakarta dan memperbesar risiko banjir.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat, di bawah kepemimpinan Dedi, berkomitmen mengembalikan fungsi awal tata ruang di kawasan Puncak dan daerah-daerah lain yang mengalami kerusakan serupa.

Menurutnya, restorasi lingkungan di Bogor adalah kunci bagi penyelesaian masalah banjir Jakarta.

"Kalau di daerah Megamendung dan Bogor diselesaikan, nanti Jakarta selesai. 

Tapi kalau Bogor belum selesai, Jakarta tidak akan pernah selesai," tegasnya.

Dedi juga menyebutkan wilayah lain seperti Garut, Bandung Barat, dan Tasikmalaya yang akan menjadi prioritas restorasi tata ruang demi mencegah bencana alam berulang di masa depan.

Dedi menjelaskan bahwa pembongkaran tidak bisa dilakukan secara instan meskipun beberapa obyek wisata di Puncak telah disegel oleh KLH.

Hal ini disebabkan oleh status legalitas bangunan yang memiliki izin resmi.

"Satu bulan yang lalu saya sudah bertemu dengan Pak Menteri Lingkungan Hidup dan jajaran Dirjen Gakum-nya. Mereka menegaskan ada tahapan prosedur yang ditempuh agak panjang, mengingat bangunan-bangunan itu bukan bangunan liar," jelas Dedi.

Ia menambahkan bahwa pembongkaran kemungkinan baru dapat dilakukan sekitar September 2025, setelah proses administratif selesai.

Berbeda dengan kasus Hibisc Fantasy, tempat wisata yang langsung dibongkar karena dikelola oleh BUMD milik Pemprov Jabar sehingga keputusan bisa diambil lebih cepat.

"Tindakan-tindakan saya lakukan, walaupun menuai kontroversi dan kebencian, tetapi bagi saya itu tidak penting. Penyelamatan alam dan lingkungan adalah yang utama," katanya.

"Saya ucapkan terima kasih ya pada semuanya atas dukungannya otokritiknya karena yang dilakukan adalah demi kepentingan masyarakat secara luas, baik masyarakat Jabar maupun masyarakat DKI," lanjutnya.

Ia juga mengajak seluruh elemen pemerintahan dan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian alam.

"Mari kita kembalikan kawasan Bogor menjadi daerah resapan air. Nafsu untuk mengembangkan ekonomi di sana harus dikurangi dengan berpegang teguh pada prinsip ekosistem," pungkasnya.

(Kompas.com/TribunJakarta.com)

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved