Soal Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Kenneth DPRD DKI: Jangan Tambah Beban Masyarakat
Rencana Pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan tahun 2026 menuai sorotan dari Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, Hardiyanto Kenneth.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Wahyu Septiana
"Perlu adanya pembicaraan serius antar Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat soal ini dan juga harus di pikirkan terkait dampak fiskalnya juga," lanjut Kenneth.
Selain itu, Kenneth juga meminta BPJS Kesehatan untuk lebih transparan dalam menyampaikan kondisi keuangan, termasuk penggunaan dana dan efisiensi operasional.
Menurut Ketua IKAL (Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI) PPRA Angkatan LXII itu, keterbukaan penting agar publik tidak curiga bahwa kenaikan iuran hanya disebabkan oleh buruknya tata kelola.
"Sebelum kebijakan ini diputuskan, DPRD DKI akan mendorong adanya forum dengar pendapat dengan pihak BPJS Kesehatan, Kemenkes, dan stakeholder lainnya. Kami ingin ada kejelasan dan kepastian hukum yang melindungi Hak Warga Jakarta," tuturnya.
Menurutnya, dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), keberlangsungan pelayanan kesehatan sangat bergantung pada kemitraan yang baik antara BPJS Kesehatan dan rumah sakit.
"BPJS Kesehatan dan rumah sakit harus saling bersinergi, agar tujuan pelayanan kesehatan yang adil dan berkualitas dapat tercapai."
"Perhatian khusus ini bukan berarti memihak, melainkan membina, mendukung, dan mengawasi agar pelayanan terhadap peserta JKN berlangsung optimal."
"Jika BPJS Kesehatan mengabaikan peran rumah sakit, maka yang akan dirugikan bukan hanya institusi kesehatan, tetapi juga ratusan juta rakyat Indonesia yang menggantungkan harapan pada sistem JKN," lanjut Kepala BAGUNA DPD PDIP DKI Jakarta ini.
Kenneth juga meminta BPJS Kesehatan untuk lebih aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait rencana kenaikan iuran JKN.
Banyak warga Jakarta, khususnya di wilayah padat penduduk dan masyarakat berpenghasilan rendah, yang belum mendapat informasi memadai tentang kebijakan tersebut.
Sebab, dikhawatirkan dapat menimbulkan kebingungan, bahkan potensi tunggakan iuran yang lebih tinggi di kemudian hari.
"BPJS Kesehatan juga punya tanggung jawab moral dan administratif untuk memastikan seluruh warga, terutama peserta mandiri, benar-benar memahami alasan dan dampaknya."
"Saya mendorong BPJS Kesehatan dan juga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menyampaikan informasi ini secara masif, baik melalui RT/RW, kelurahan, media sosial, hingga rumah ibadah. Kalau iuran naik tanpa sosialisasi yang cukup, masyarakat bisa merasa dibebani tanpa tahu alasannya. Ini bisa menurunkan kepercayaan publik terhadap program jaminan sosial itu sendiri," tegasnya.
Selain itu, ia juga meminta BPJS Kesehatan untuk lebih gencar melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait jenis penyakit dan layanan kesehatan yang ditanggung dan tidak ditanggung oleh program JKN.
Banyak warga Jakarta yang merasa bingung, bahkan kecewa, ketika layanan atau pengobatan tertentu tidak dijamin oleh BPJS karena kurangnya informasi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.