Relokasi Pasar Barito

Cerita 17 Tahun Setelah Direlokasi dari Pasar Barito, Nasib Pedagang Ikan yang 'Kehabisan Napas'

Pedagang Pasar Barito bukan kali ini saja jadi korban relokasi demi taman, hal serupa pernah terjadi 17 tahun silam

|
Jaisy Rahman Tohir/TribunJakarta.com
PASAR IKAN RADIO DALAM - Kondisi sepi Pasar Ikan Radio Dalam, Jakarta Selatan, Senin (11/8/2025). Pasar ikan tersebut merupakan hasil relokasi dari Pasar Barito pada 2008 silam. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Pedagang Pasar Barito bukan kali ini saja jadi korban relokasi demi taman, hal serupa pernah terjadi 17 tahun silam.

Pada 2008, saat Jakarta dipimpin Gubernur Fauzi Bowo, Pasar Barito yang menjual aneka ikan hias dan segala perlengkapannya digusur.

Puluhan kios dipindah ke Pasar Inpres Radio Dalam, di bilangan Gandaria Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Pasar Ikan Barito yang berdempetan dengan Taman Barito, direvitalisasi dan diresmikan dengan nama baru, Taman Ayodya, pada 2009.

Seperti diketahui, taman yang dilengkapi dengan danau dan area duduk santai itu kini menjadi ruang terbuka hijau yang nyaman untuk berpiknik ria.

Warga bisa menikmati makanan pedagang kaki lima di sekitarnya hingga berolahraga di pinggiran danau.

Di sisi lain, pedagang ikan yang dipindah ke Pasar Inpres Radio Dalam harus menghadapi kenyataan pahit.

Sekira 50-an pedagang ikan dan segala perlengkapannya itu kehilangan sebagian besar palanggan lamanya.

AREA LUAR PASAR IKAN RADIO DALAM
AREA LUAR PASAR IKAN RADIO DALAM - Kondisi sepi area luar Pasar Ikan Radio Dalam, Jakarta Selatan, Senin (11/8/2025). Pasar ikan tersebut merupakan hasil relokasi dari Pasar Barito pada 2008 silam.

TribunJakarta mengunjungi pasar ikan yang berlokasi dekat SMK Gita Kirtti 1 itu pada Senin (11/8/2025) siang menjelang sore.

Suasananya sepi tidak ada pembeli sama sekali.

Selama sekira 1 jam sejak pukul 14.30 WIB, tidak terlihat ada yang bertransaksi.

Hanya seorang pria paruh baya menelusuri lorong di antara kios tanpa sepatah kata menawar.

Deretan akuarium dengan berbagai ikan hias warna-warni tak lagi menjadi tontonan ramai seperti di Barito dulu.

"Kalau di sana di Barito kan jalan protokol. Orang kadang-kadang gak niat beli, lihat-lihat dulu jadi beli," kata Usman (41), salah satu pedagang ikan.

Pria asal Sukabumi, Jawa Barat itu masih ingat ketika pertama kali ia berjualan ikan menggantikan abangnya, di Pasar Barito.

"Saya mulai dagang tahun 2002, wakytu itu lagi booming louhan," kata dia.

Enam tahun menikmati masa jaya, relokasi ke Pasar Inpres seakan meruntuhkan semua.

Usman tidak menyebut nominal, namun ia mengaku pendapatannya anjlok lebih dari setengah.

"Faktor pindah itu wah, banyak kehilangan bang. Kalau ilangnya bisa 75 persen, gak fifty-fifty kalau fifty-fifty masih oke," ujarnya.

Tidak sedikt pedagang ikan yang direlokasi berguguran. Beberapa kios di Pasar Inpres ini memang terlihat tutup.

"Teman saya pada mental, gak tahu pada usaha apaan lagi," ujar Usman.

Semakin tahun, Usman merasa penjualannya semakin turun.

Di antara akuarium-akuarium penuh air dan ikan, Usman seperti "kehabisan napas".

Modalnya perlahan habis, dan hasil penjualan tak sampai menutupi.

Sewa lapak Rp 5 juta per tahun dengan biaya makannya sehari-hari terasa berat dipenuhi.

"Awal-awal masih imbang lah, kalau sekarang pasaknya tuh jauh banget," katanya.

Selain ditinggal pelanggan lama, kios pun semakin sepi karena dihajar pasar online.

"Sebenarnya musuh utamanya online doang. Jadi saya kalau ikutin online, saya gak bisa ngelawannya," kata Usman.

Usman bukan tak mau ikut berjualan online, namun saingannya agen yang harganya jauh lebih murah.

"Saya belanja di agen nih, ambil dah Rp 40 ribu, di online bisa Rp 40 ribu bisa di bawahnya. Yang main online itu bukan orang biasa, orang gede, agen juga yang main," ujarnya.

Usman mendengar kabar bahwa pedagang Pasar Barito yang menjajakan burung hingga kucing kini terancam direlokasi seperti dirinya.

Ia hanya bisa mengelus dada, terbayang 17 tahun silam.

"Kayanya gimana yak, merasakan yang dulu-dulu. Otak ngeblank, ngeblank lah," ujarnya sambil menengadah kepala.

Dulu, Usman juga sama seperti pedagang Pasar Barito sekarang, demo melawan relokasi.

Namun, pada akhirnya, keputusan Pemprov Jakarta mutlak tak bisa dilawan.

Ia hanya bisa mendoakan rekan sejawatnya kelak mendapat nasib lebih baik.

"Kalau udah Pemda punya keputusan ya nerima aja, mau gimana. InsyaAllah lah bakal ketemu lagi," doanya.

Seorang pedagang lain yang karib disapa Pak Haji nimbrung, Ia turut mengelus dada mendengar lagi kabar relokasi pedagang Pasar Barito.

"Saya dengar tuh beritanya relokasi Pasar Barito," kata Pak Haji.

Namun ia tidak mau bercerita banyak seperti Usman tentang apa yang dialaminya setelah relokasi 17 tahun silam.

"Biar kawan saya aja dah itu," kata Pak Haji menunjuk Usman.

Pak Haji hanya mengingat beratnya proses relokasi. Dagangan berupa hewan perlu ongkos besar untuk dipindahkan ke tempat baru.

"Mindahin barang aja pake duit," ujarnya sambil tertawa.

Seperti diketahui, 118 kios pedagang hewan dan buah di Pasar Barito akan segera direlokasi.

Gubernur Jakarta Pramono Anung akan menjadikan area Pasar Barito menjadi bagian dari Taman Bendera Pusaka.

Taman tersebut merupakan gabungan tiga taman yang berada di kawasan Barito: Taman Ayodya, Taman Langsat dan Taman Leuser.

Berdasarkan kesepakatan, seharusnya relokasi sudah dimulai secara mandiri pada Minggu (3/8/2025).

Namun, sebagian pedagang menolak relokasi, karena alasan tempat yang baru belum siap.

Lokasi baru yang dijanjikan Pemprov Jakarta di bilangan Lenteng Agung, Jagakarsa, belum siap, hanya tanah kosong.

Sementara, lokasi alternatif di sejumlah pasar milik PD Pasar Jaya dinilai tak memadai untuk berjualan hewan yang butuh area terbuka. 

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved