Kejagung Bicara Isu Ipar Silfester Matutina di Kejari Jaksel, Mahfud MD Sentil Tim Hukum: Salah Baca

Kejagung bicara rumor ipar Silfester Matutina di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Sedangkan eks menteri, Mahfud MD menyentil tim hukum Silfester.

Tribunnews.com/Youtube Mahfud MD Official
EKSEKUSI SILFESTER MATUTINA- Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna berbicara mengenai rumor ipar Silfester Matutina di Kejaksaan Negeri (kejari) Jakarta Selatan. Sedangkan Menkopolhukam era Jokowi, Mahfud MD menyentil tim hukum Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) itu. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Kejaksaan Agung berbicara mengenai rumor ipar Silfester Matutina di Kejaksaan Negeri (kejari) Jakarta Selatan.

Rumor soal ipar Silfester Matutina itu dihembuskan akun instagram @gianluigich.

Isu itu berhembus ditengah eksekusi yang belum dilakukan pihak kejaksaan kepada Silfester Matutina usai divonis 1,5 tahun atas kasus penghinaan terhadap Wakil Presiden ke-10 dan 12 Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK).

Sementara itu, Mantan Menkopolhukam Mahfud MD menyentil tim hukum Silfester Matutina.

Rumor Ipar Silfester Matutina

Awalnya postingan akun @gianluigich menyebut belum dieksekusinya Silfester karena memiliki kerabat di Kejari Jakarta Selatan.

Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna membantah lambatnya proses eksekusi putusan pengadilan terhadap Silfester Matutina dikarenakan memiliki ipar yang bertugas di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

"Gak (benar) ada info tersebut," kata Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna saat dikonfirmasi, Rabu (13/8/2025).

Terkini, Silfester Matutina resmi mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 5 Agustus 2025. 

Peninjauan kembali adalah upaya hukum luar biasa yang bisa diajukan terpidana atau ahli warisnya atas putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.

Proses permintaan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan eksekusi putusan tersebut.

Menanggapi informasi tersebut, Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan bahwa pengajuan peninjauan kembali (PK) oleh Silfester Matutina tidak akan menghalangi proses eksekusi putusan pengadilan. 

“Prinsipnya PK tidak menunda eksekusi,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna, di Kejagung, Senin (11/8/2025). 

Mengenai alasan eksekusi belum dilakukan, Anang kembali menegaskan bahwa hal tersebut sepenuhnya berada di tangan Kejari Jakarta Selatan

“Coba tanya ke Kejari Jakarta Selatan, selaku jaksa eksekutornya,” kata Anang.

Sentilan Mahfud MD

Sedangkan Menkopolhukam era Jokowi, Mahfud MD menyentil tim hukum Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) itu.

Mahfud MD menanggapi klaim kuasa hukum Silfester Matutina yang menyebut bahwa hukuman Silfester Matutina sudah kedaluwarsa. 

"Tim Hukum Silfester Matutina, mungkin salah baca, sehingga keliru mengatakan bahwa kewajiban eksekusi untuk vonis Silfester sudah kedaluwarsa sehingga tak perlu dieksekusi," tulis Mahfud MD dikutip TribunJakarta dari akun X @mohmahfudmd, Rabu (13/8/2025).

Menurut Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu, vonis Silfester Matutina belum kedaluwarsa.

"Itu salah karena diasumsikan bahwa Silfester dihukum 1,5 thn karena "pelanggaran". Silfester itu divonis dgn dakwaan Pasal 311 ayat 1 KUHP yang berarti pemfitnah sebagai pelaku "kejahatan" (bukan pelanggaran)," tulsinya.

Menurut Mahfud, Pasal 78 Juncto Pasal 84 menjelaskan masa kedaluwarsa penuntutan atas Silfester adalah 12 tahun, sedangkan kedaluwarsa untuk eksekusi adalah 12 tahun ditambah sepertiganya.

Sehingga massa total massa kedaluwarsa hukuman Silfester Matutina yakni 16 tahun. 

"Jadi masih sangat jauh dari daluwarsa. Bisa segera dieksekusi," katanya.

Komjak Desak Eksekusi

Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) RI, Pujiono Suwadi juga telah mendesak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk segera mengeksekusi terpidana Silfester Matutina.

"Itu sudah inkrah jadi harus di eksekusi, meskipun ada PK (Peninjauan Kembali), tidak menghalangi eksekusi," kata Pujiono saat dikonfirmasi, Selasa (12/8/2025).

Dikatakan Pujiono, jika Kejari Jakarta Selatan masih menunggu adanya putusan PK yang diajukan Silfester, justru kata dia hal itu bakal menimbulkan preseden buruk terhadap penegakan hukum.

Selain itu menurut dia, jika eksekusi menunggu adanya putusan PK, maka nantinya akan ada kecenderungan ditiru oleh terpidana lain untuk menunda eksekusi vonis yang sudah inkrah.

"Bisa jadi semua terpidana minta eksekusi nunggu putusan PK. Kita berharap sebelum sidang PK (Silfester) sudah dieksekusi," jelasnya.

Tak hanya itu, lantaran lambannya respon Kejari Jakarta Selatan dalam pelaksanaan eksekusi tersebut.

Pujiono pun menegaskan bakal mendatangi Kantor Kejari Jakarta Selatan untuk menanyakan persoalan yang saat ini dihadapi sehingga tahap eksekusi terhadap Ketua Umum Solidaritas Merah Putih itu tak kunjung dilakukan.

"Kita akan datang ke Kejari Jaksel menanyakan problemnya dimana, semoga dalam waktu tidak lama segera dieksekusi," tegasnya.

Adapun terkait hal ini, Tribunnews.com juga sudah coba mengkonfirmasi perihal tahap eksekusi itu kepada Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Jakarta Selatan Eko Eko Budisusanto.

Akan tetapi hingga berita ini dimuat, yang bersangkutan belum memberi jawaban atas konfirmasi tersebut.

Duduk Perkara 

Silfester Matutina telah dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh tim kuasa hukum Jusuf Kalla pada 29 Mei 2017 lalu, terkait kasus dugaan pencemaran nama baik/fitnah.

Laporan ini dipicu oleh orasi Silfester pada 15 Mei 2017 di depan Mabes Polri.

Saat itu, ia menuding Jusuf Kalla menggunakan isu SARA untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan–Sandiaga Uno pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

Selain itu, Silfester disinyalir telah menyebut keluarga Kalla sebagai penyebab kemiskinan akibat dugaan korupsi dan nepotisme. 

Tak lama setelah orasi ini, Silfester bersikukuh tidak bermaksud untuk memfitnah Jusuf Kalla.

"Saya merasa tidak memfitnah JK, tapi adalah bentuk anak bangsa menyikapi masalah bangsa kita," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Senin (29/5/2017).

Pada 2019, kasus pun bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dan ia dijatuhi vonis 1 tahun penjara oleh majelis hakim.

Lalu, Silfester mengajukan banding. Namun, hasil putusan banding hingga kasasi menyatakan Silfester bersalah, sehingga, masih pada 2019, masa hukumannya ditambah menjadi 1,5 tahun.

Vonis dijatuhkan Mahkamah Agung pada Mei 2019 melalui putusan kasasi nomor 287 K/Pid/2019, dan menyatakan Silfester bersalah melanggar Pasal 310 dan 311 KUHP.

Akan tetapi, meski vonis tersebut sudah inkrah, hingga Agustus 2025 ini atau lebih dari enam  tahun berselang, Silfester belum pernah ditahan. (TribunJakarta.com/Tribunnews.com)

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved