SOSOK Dokter Syahpri Putra Wangsa Dimaki Keluarga Pasien VIP RSUD Sekayu, Menkes Budi Kecam Keras

Sosok Nama dr Syahpri Putra Wangsa yang dimaki dan dipaksa buka masker oleh keluarga pasien VIP RSUD Sekayu. Menkes Budi Gunadi mengecam keras.

IG rsudsekayu
SOSOK DOKTER SYAHPRI - Nama dr. Syahpri Putra Wangsa, Sp.PD KGH mencuat di publik setelah videonya saat dimaki hingga dipaksa membuka masker oleh keluarga pasien VIP RSUD Sekayu viral di media sosial. Berikut sosok dr Syahpri. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Nama dr Syahpri Putra Wangsa, Sp.PD KGH mencuat di publik setelah videonya saat dimaki hingga dipaksa membuka masker oleh keluarga pasien VIP
RSUD Sekayu viral di media sosial.

Peristiwa itu berujung keluarga pasien itu akhirnya meminta maaf dan bersalaman dengan dr Syahpri.

Namun, dr Syahpri tetap melaporkan peristiwa yang terjadi kepada pihak kepolisian.

Dinas Kesehatan Sumatera Selatan turun tangan mengenai insiden tersebut. 

Bahkan,  Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengecam keras tindakan itu.

Kepala Dinkes Sumsel, dr Trisnawarman mengaku telah bersurat ke Dinas Kesehatan Kabupaten Muba.

Phaknya telah menerima informasi bahwa korban bersama pihak RSUD Sekayu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dinkes, dan tenaga profesi lainnya telah mendatangi Polres Muba untuk membuat laporan resmi.

Diketahui, RSUD Sekayu dibangun pada zaman Belanda yaitu tepatnya pada tahun 1937 yang berlokasi di Jalan dr. Slamet Imam Santoso Sekayu.

Kegiatan pelayanan kesehatan di rumah sakit pada waktu itu terfokus pada rawat jalan dan rawat inap dengan kapasitas 10 tempat tidur.

Dokter pertama yang bertugas di RSUD Sekayu adalah dr. Slamet Imam Santoso. 

Lantas siapakan dr Syahpri?

dr Syahpri menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan melanjutkan pendidikan spesialis di Universitas Sriwijaya, Palembang.

Pada Oktober 2024, ia resmi meraih gelar Dokter Konsultan di bidang Nefrologi, cabang ilmu kedokteran yang mempelajari fungsi ginjal, penyakit ginjal, dan terapinya.

Selain bertugas di RSUD Sekayu, dr. Syahpri juga berpraktik di RS Bunda Medika Jakabaring Palembang dan pernah bertugas di RSUD Sungai Lilin.

Gelar lengkapnya adalah Sp.PD (Spesialis Penyakit Dalam), K.GH (Konsultan Ginjal Hipertensi), dan FINASIM (Fellow of Indonesian Society of Internal Medicine).

Kecaman Menkes Buti

Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, Kemenkes mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh keluarga pasien terhadap dokter spesialis di RSUD Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Peristiwa ini terjadi pada Selasa, 12 Agustus 2025.

Korban yakni dr. Syahpri Putra Wangsa, Sp.PD tengah menjalankan tugas pelayanan kesehatan di rumah sakit milik pemerintah daerah tersebut.

Diketahui dr. Syahpri dipaksa oleh keluarga pasien untuk melepas masker dan mendapatkan kekerasan verbal. 

Tindakan ini telah menghalangi dr. Syahpri dalam menjalankan prosedur pencegahan penularan penyakit infeksius yang merupakan bentuk kekerasan verbal dan berpotensi membahayakan keselamatan semua pihak. 

"Kami sangat menyesalkan dan mengecam keras tindakan kekerasan terhadap tenaga medis yang terjadi di RSUD Sekayu," tegas Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin.

Menkes mengingatkan kekerasan terhadap tenaga medis atau tenaga kesehatan tidak bisa dibenarkan dalam situasi apapun. 

"Kami tidak menoleransi adanya kekerasan dalam bentuk apapun terhadap tenaga medis yang sedang menjalankan tugasnya," tegas Budi Gunadi Sadikin.

Ia menegaskan keselamatan dan keamanan tenaga kesehatan dilindungi oleh undang-undang. Hal itu diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Tenaga kesehatan dan tenaga medis berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya, yang dijamin oleh undang-undang.

Ia juga menjelaskan dokter dalam menjalankan tugas berdasarkan standar profesi, prosedur operasional baku (SOP), dan standar pelayanan kesehatan yang berlaku di masing-masing fasilitas kesehatan.

Fasilitas kesehatan, lanjutnya, harus menjadi tempat yang aman, tidak hanya bagi pasien tetapi juga bagi para tenaga medis yang bekerja di dalamnya.

 Lebih lanjut, Kemenkes mengimbau masyarakat agar menghormati profesi tenaga kesehatan dan tidak bertindak di luar batas jika merasa tidak puas terhadap pelayanan.

"Jika masyarakat mengalami ketidakpuasan dalam pelayanan, kami mohon agar tidak menggunakan cara-cara kekerasan," kata Menkes.

Menkes berharap insiden serupa tidak kembali terjadi di fasilitas kesehatan lainnya.

Tim Kemenkes saat ini sudah berada di Sekayu sebagai bentuk dukungan terhadap proses hukum yang diambil oleh dr Syahpri.

Kronologi

Pasien masuk di Ruang Leban pada tanggal 8 Agustus 2025 Pukul 21.05 WIB dari IGD dengan diagnose Hipoglikemia ec DM Type 2 + Hipertensi + AKI Stage 2 + SuspbCAP dd TB Paru dengan kesadaran Composmentis di terima oleh perawat Leban.

Kemudian dilakukan orientasi ruangan dan edukasi kepada keluarga pasien tentang kondisi ruangan yang ada di Ruangan Leban.

Kemudian keluarga pasien menandatangani lembar edukasi dan menerima di Rawat di Ruang Leban. Kemudian operan di IGD ada Tindakan Kurva BSS dan Cek TCM.

Pada Pukul 22.06 WIB dilakukan Tindakan cek BSS, didapatkan hasil 150mg/dL Pada pukul 04.28 WIB kemudian dr. Residen Visite.

Pada 9 Agustus 2025 pada Pukul 06.00 WIB, dilakukan tindakan cek BSS, didapatkan hasil 131 mg/dL dan tekanan darah 172/90 mmHg.

Hasil dahak belum ada, dikarenakan kondisi pasien secara objektif masih mengantuk dan tidak bisa diajak komunikasi.

Cek GCS Pukul 09.00 WIB di dapatkan hasil E1 M2 V1 kemudian secara inisiatif Perawat di Leban melaporkan ke dokter jaga dan diinstruksin cek BSS serta Pasang NGT.

Tanggal 9 Agustus 2025, Pukul 14.00 WIB operan shift pagi ke sore pada shift sore dari pukul 14.00 WIB sampai jam 20.00 WIB dilaporkan  bahwa tekanan darah pasien 150/90 mmHg di Pukul 16.00, kemudian pada Pukul 17.00 dilakukan Kurva BSS dengan hasil 107 mg/dL.

Kemudian untuk pengambil sampel dahak tidak bisa dilakukan karena pasien tidak bisa batuk.

Tanggal 10 Agustus 2025 Pasien divisite oleh dokter jaga bangsal dan tidak ada terapi tambahan, lanjutkan terapi yang telah dilakukan.

Kemudian diedukasi mengenai sampel dahak, didapatlah dahak yang berupa air liur dan sedikit.

Maka perawat melakukan edukasi untuk ditambah dahaknya karena dikhawatirkan sampel tidak akurat ketika di laboratorium.

Kemudian pada pukul 22.00 WIB dilakukan edukasi ke keluarga pasien.

Tanggal 10 Agustus 2025 sampai dengan Tanggal 11 Agustus 2025 dilakukan Cek Kurva BSS dan Pemantauan Tekanan Darah.

Tanggal 11 Agustus 2025 Pada Pukul 06.00 di lakukan cek BSS Kembali di dapatkan hasil 303 mg/dL Pada Pukul 06.05 dilakukan visite oleh Dokter Residen Penyakit Dalam.

Pada Pukul 08.30 WIB dr. Syahpri, Sp.PD KGH melakukan visite kepada pasien.

Selanjutnya disampaikan bahwa dahak masih sedikit dan pasien tidak bisa batuk untuk mengeluarkan dahak.

Tanggal 12 Agustus 2025

Pada Pukul 06.30 WIB dilakukan visite oleh Dokter Residen Penyakit Dalam, Kemudian keluarga pasien bertanya “Kapan bisa pindah Ruangan?”

Kemudian dijelaskan oleh dokter Residen Bahwa Menunggu sampel dahak pasien kemudian akan dilakukan pemeriksaan TCM

Pada Pukul 06.45 WIB dr. Syahpri, Sp.PD KGH melakukan visite kepada pasien.

Keluarga pasien Kembali bertanya mengenai “Kapan Bisa Pindah ke Ruangan Petanang,

Kemudian dijelaskan oleh dr. syahpri, Sp.PD bahwa menunggu sampel dahak pasien kemudian akan dilakukan pemeriksaan TCM.

Kemudian keluarga pasien menjawab, jika dahak tidak keluar maka pasien akan dibawa pulang karena menurut keluarga tidak ada kepastian.

Selanjutnya dijelaskan kembali oleh dr. Syahpri, Sp.PD jangan dulu dibawa pulang karena pasien masih belum stabil dengang menggunakan nada yang lembut.

Lalu keluarga pasien menanyakan Kembali, apakah ada cara lain selain dahak untuk menentukan pemeriksaan kepastian TBC, dr. syahpri Sp.PD menjelaskan ada cara lain yaitu dengan hasil pemeriksaan Radiologi Foto Thorax, sambil menunjukkan hasil Foto Thorax (Rontgen) kepada keluarga pasien bahwa hasilnya terdapat Infiltrat di Paru-paru kanan atas pasien, dan untuk lebih memastikan yaitu dengan pengecekan dahak / TCM.

Kemudian Respon keluarga pasien kembali bertanya selain itu apa lagi, dan berkelit-kelit pemeriksaan ini sambil nada tinggi dan marah.

“Apakah dokter ini abal-abal, kalau dokter abal-abal saya akan laporkan, dan saya akan cabut lisensi dokter,".

Kemudian dr. Syahpri mengatakan “sabar pak”. Namun keluarga pasien bukannya sabar malah semakin emosi.

Kemudian keluarga pasien menarik lengan baju dokter syahpri sambil mengancam verbal.

Lalu keluarga pasien sambil merekam dengan handphone, dr. Syahpri mengatakan jangan merekam pak, namun Keluarga pasien bertambah emosi, hingga dr. Syahpri menginstruksikan kepada perawat untuk merekam juga. Ns. Siska mengambil handphone di nurse station kemudian melaporkan ke Kepala Ruangan untuk meminta bantuan Satpam.

Pasien bertambah emosi memaksa dr.syahpri untuk membuka masker sambil merekam dengan handphone.

Pasien sambil mengarahkan tangan ke leher dr. Syahpri, hingga masker dr. Syahpri terputus dari ikatannya akibat kontak fisik yang dilakukan oleh keluarga pasien.

Kemudian pasien terus marah-marah, sambil memvideokan. Yang dilakukan dr. Syahpri hanya diam mendengarkan keluarga pasien marah-marah. (TribunJakarta/TribunSumsel/Bangkapos)

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved