Dulu Belum Jadi Menteri, Mahfud MD Cuma Ingat 2 Hal Soal Silfester Matutina, Ajak Ribut Rocky Gerung

Menteri era Jokowi, Mahfud MD mengaku cuma ingat dua hal mengenai Silfester Matutina. Pernah ajak ribut Rokcy Gerung. Lalu apa lagi?

"Apapun hasil putusan praperadilan nanti, kami akan bersurat kepada Jaksa Agung. Kami minta agar Kajari Jakarta Selatan dicopot dan diganti," ujar Edwin saat tampil di podcast Saksi Kata Tribunnews, Jumat (15/8/2025).

Langkah ini merupakan tindak lanjut dari gugatan praperadilan yang diajukan ARRUKI atas lambannya eksekusi terhadap Silfester Matutina, terpidana kasus pencemaran nama baik terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. 

Putusan kasasi Mahkamah Agung atas kasus tersebut telah berkekuatan hukum tetap sejak 2019, namun belum juga dijalankan hingga kini.

Edwin menilai pembangkangan Kejari Jakarta Selatan berpotensi mencoreng reputasi Kejaksaan Agung secara keseluruhan.

"Jangan sampai satu kasus yang seharusnya menjadi tanggung jawab Kejari Jaksel justru merusak citra Kejaksaan Agung di mata publik. Kami ingin institusi ini tetap dihormati, dan itu butuh pemimpin yang berani dan tegas," tegasnya.

Tak berhenti di situ, ARRUKI juga menyiapkan opsi hukum lanjutan jika surat kepada Jaksa Agung tidak mendapat respons. Marselinus menyatakan pihaknya siap mengajukan gugatan praperadilan kedua, kali ini dengan Jaksa Agung sebagai pihak termohon.

"Praperadilan itu tidak dibatasi hanya satu kali. Jika surat kami tidak ditanggapi, kami anggap Jaksa Agung melakukan pembiaran dan gagal mengawasi bawahannya," ujarnya.

Gugatan praperadilan pertama ARRUKI terhadap Kejari Jakarta Selatan telah terdaftar dengan nomor perkara 96/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL. 

Gugatan ini menuding Kejari Jaksel melakukan penghentian penuntutan secara tidak sah karena tidak mengeksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor 278 yang telah inkrah selama enam tahun. Sidang perdana dijadwalkan berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 25 Agustus 2025.

Mengenal ARRUKI dan Marselinus Edwin Hardhian

ARRUKI adalah organisasi masyarakat sipil yang didirikan oleh Marselinus Edwin Hardhian, seorang advokat muda yang aktif mengadvokasi isu-isu hukum dan keadilan. 

Ia dikenal vokal dalam mendorong penegakan hukum yang transparan dan akuntabel.

Edwin merupakan putra dari Boyamin Saiman, tokoh antikorupsi yang dikenal luas sebagai pendiri dan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). 

Boyamin kerap menjadi pelapor dalam berbagai kasus besar dan menggunakan jalur praperadilan sebagai alat kontrol terhadap penegak hukum.

Keluarga Marselinus juga dikenal aktif dalam dunia hukum. 

Adiknya, Almas Tsaqibbirru, pernah mencatat sejarah saat masih kuliah di Universitas Surakarta dengan memenangkan gugatan judicial review di Mahkamah Konstitusi terkait syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.

 Duduk Perkara 

Silfester Matutina telah dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh tim kuasa hukum Jusuf Kalla pada 29 Mei 2017 lalu, terkait kasus dugaan pencemaran nama baik/fitnah.

Laporan ini dipicu oleh orasi Silfester pada 15 Mei 2017 di depan Mabes Polri.

Saat itu, ia menuding Jusuf Kalla menggunakan isu SARA untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan–Sandiaga Uno pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

Selain itu, Silfester disinyalir telah menyebut keluarga Kalla sebagai penyebab kemiskinan akibat dugaan korupsi dan nepotisme. 

Tak lama setelah orasi ini, Silfester bersikukuh tidak bermaksud untuk memfitnah Jusuf Kalla.

"Saya merasa tidak memfitnah JK, tapi adalah bentuk anak bangsa menyikapi masalah bangsa kita," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Senin (29/5/2017).

Pada 2019, kasus pun bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dan ia dijatuhi vonis 1 tahun penjara oleh majelis hakim.

Lalu, Silfester mengajukan banding. Namun, hasil putusan banding hingga kasasi menyatakan Silfester bersalah, sehingga, masih pada 2019, masa hukumannya ditambah menjadi 1,5 tahun.

Vonis dijatuhkan Mahkamah Agung pada Mei 2019 melalui putusan kasasi nomor 287 K/Pid/2019, dan menyatakan Silfester bersalah melanggar Pasal 310 dan 311 KUHP.

Akan tetapi, meski vonis tersebut sudah inkrah, hingga Agustus 2025 ini atau lebih dari enam  tahun berselang, Silfester belum pernah ditahan. (TribunJakarta.com/Tribunnews.com)

 

 

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved