Ketiga pelaku melakukan peretasan di pelbagai instansi.
Argo mencontohkan, mereka meretas sistem keamanan IT perusahaan di Indonesia, kemudian mengirimkan peringatan melalui surat elektronik.
Para pelaku meminta tebusan ke perusahaan tersebut, jika sistem IT perusahaan yang diretas ingin dipulihkan seperti semula.
"Minta uang Rp 20 sampai Rp 30 juta. Itu dikirim via PayPal. Kalau tidak mau bayar sistem dirusak," ujar Argo.
Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu menambahkan, pengungkapan kasus tersebut setelah menerima informasi dari pusat pelaporan kejahatan di New York, Amerika Serikat.
Bahwa terdata puluhan sistem berbagai negara rusak. Setelah ditelusuri, pelakunya menggunakan IP Address yang berada di Indonesia, tepatnya Surabaya.
"Kita kerjasama dan mendapat informasi itu. Kita analisa sampai dua bulan berdasarkan informasi dari FBI itu," ujar Roberto.
Roberto menerangkan, tindak pidana yang dilakukan ketiga mahasiswa itu, bisa memicu cyber war atau perang siber.
Sebab, mereka meretas sistem Pemerintah Amerika Serikat
"Ini mereka juga ada beberapa situs Pemerintah di USA yang di intrucion. Pemerintah itu community service untuk dibantu bukan untuk di ganggu," ujar Roberto.
Polisi menangkap tiga orang pemuda berinisial ATP, NA dan KPS di berbagai tempat berbeda di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (11/3/2018). K
etiga pemuda yang berusia 21 tahun ini juga masih aktif sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Surabaya, Jawa Timur.
"Tiga pelaku masih buron," ujar Roberto.
Ketiga tersangka yang ditangkap dikenakan Pasal 29 ayat 2 Juncto Pasal 45 B, Pasal 30 Juncto Pasal 46, Pasal 32 Juncto Pasal 48 Undang Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektonik.
Para pemuda ini terancam hukuman pidana 12 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp2 miliar.