Pada tanggal 15 Agustus 1945 itu dari seorang wanita Indo, Aidit mendengar berita Jepang sudah kalah. Sore harinya di gedung Menteng 31 berkumpul kira-kira 13 pemuda dipimpin oleh Chairul Saleh. Serentak semuanya sepakat: Sekarang juga merdeka!
Untuk itu dibutuhkan pimpinan, kalau tidak akan terjadi kekacauan. Juga harus dijaga jangan sampai pemimpin-pemimpin yang patriotik diserahkan sebagai inventaris Jepang kepada Sekutu.
Empat pemuda diutus rapat menghadap Bung Karno. Suroto Kunto, D.N. Aidit, Subadio Sastrosatomo, dan Wikana, yang bertindak sebagai juru bicara.
Mula-mula terjadi perbedaan paham akhirnya tiba juga saatnya 17 Agustus 1945 jam 10 pagi di gedung Pegangsaan Timur 17, proklamasi kemerdekaan.
Tiga hari tiga malam Aidit dan kawan-kawan tidak memejamkan mata. Dan proklamasi barulah permulaan. Ia bandingkan dengan proklamasi RRC, Vietnam.
Pada September 1945 setelah rapat raksasa Ikada tanggal 9 September, Aidit ditawan Jepang bersama dengan Hanafi, Adam Malik.
Kepala penjara Bukitduri waktu itu Pak Thayeb, ayah Prof. Dr. Syaril Thayeb, Rektor Universitas Indonesia. Dengan bantuan pak Thayeb mereka lolos ketika penjaga membuka pintu untuk mengantarakan makanan dan obat.
• Kesaksian Putri DI Panjaitan Saat G30S/PKI: Rumah Dikepung, Ayah Ditarik Kasar dan Ditembak di Dahi
• Wanita Driver Ojol Bawa Dua Anaknya Ngojek: Korban KDRT, Anak Trauma Ketemu Ayah dan Makan Mi Instan
Dalam pertempuran di Jatinegara ia ditawan pasukan Inggris, diserahkan kepada Belanda dan selama 7 bulan ditahan di pulau Onrust. Baru lepas setelah perjanjian Linggarjati.
Ia terus ke Solo, tempat CC PKI pada waktu itu. Dalam Kongres IV PKI 1945 Aidit mewakili PKI Solo. Dalam kongres itu ia bertemu dengan Njoto, wakil dari Jember. Ia terpilih menjadi anggota Central Komite PKI.
Menurut buku Arnold C. Brackman Indonesian Communism, sekitar tahun 1949 itu Aidit keluar negeri. “I left Indonesia because I was eager to learn about the world.” (Saya meninggakan Indonesia karena saya ingin sekali mempelajari dunia) katanya kepada Brackman menurut buku itu.
Setelah terjadinya “peristiwa Madiun” 1948, PKI kehilangan poros pimpinan. Pada 1950 Aidit mulai menyusun konsep anggaran dasar baru.
Dan pada sidang CC tahun berikutnya ia terpilih menjadi Sekretaris. Tahun 1951 bersama Njoto ia hendak menghadiri kongres partai komunis Nederland.
Waktu itu kalau mau ke Belanda tak diperlukan visum. Sampai di lapangan terbang Schiphol keduanya tak dibolehkan turun. Disuruh pulang kembali.
Komentarnya, “Kami disuruh bayar lagi. Tentu saja kami tolak. Kan mereka yang memulangkan kami.”
Pada Kongres IV PKI 1954 peremajaan pimpinan PKI berhasil. Sekjen D.N. Aidit (31 tahun), kedua wakilnya MH Lukman (34 tahun), dan Njoto (29 tahun).