Penyandang Tuna Netra Hamzah Pilih jadi Tukang Urut karena Sulit Dapat Kerja di Perusahaan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Sugiman, penyandang tuna netra di Cipete Selatan Cilandak pada Rabu (25/1/2019) malam.

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, KRAMAT JATI - Citra penyandang tuna netra di Indonesia sejak lama erat dengan profesi tukang urut dan pedagang kerupuk, pun tak diketahui pasti sejak kapan dan kenapa dua profesi itu identik dengan mereka.

Hamzah (39), seorang tuna netra sekaligus tukang urut mengatakan cara pandang masyarakat yang memandang rendah kemampuan penyandang disabilitas jadi sebab mereka sulit diterima kerja perusahaan.

Meski dalam UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas hak mereka sudah dijamin tapi realitanya penyandang disabilitas masih sulit mencari kerja.

"Secara UU memang kita ada kuotanya, tapi tetap saja susah. Kadang kita ditolak sebelum diberi waktu memperlihatkan kemampuan kita. 70 persen perusahaan di Indonesia masih memandang sebelah mata kemampuan disabilitas," kata Hamzah di Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis (7/3/2019).

Hamzah menyebut 70 persen perusahaan di Indonesia masih memandang rendah kemampuan karena sebelumnya acapkali melamar kerja dan mengikuti job fair.

Menurutnya pengalaman tersebut juga dirasakan penyandang disabilitas lain, khususnya di Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) tempat Hamzah tergabung.

Dia dan sejumlah teman yang juga tunanetra kerap melamar untuk posisi operator, namun seiring penolakan dan umur yang kian tua mereka lebih fokus bekerja jadi tukang urut.

"Teman-teman penyandang disabilitas lain juga merasa sulit, mungkin karena saya cuman lulusan SMA dan enggak bisa komputer. Tapi teman yang bisa mengoperasikan komputer saja ada yang jadi tukang urut juga," ujarnya.

Pelatihan kerja yang seharusnya diberikan setiap Pemerintah Daerah (Pemda) dirasa Hamzah kurang banyak membantu karena pelatihan yang diberikan hanya sebatas kemampuan dasar.

Sertifikat pelatihan yang diberikan Pemda dirasa Hamzah juga tak banyak membantu karena perusahaan lebih melihat kemampuan pelamar.

"Saya sering ikut pelatihan pijat, komputer, segala macam tapi pas melamar kerja enggak terlalu berguna karena yang dilihat ya kemampuan. Pelatihan juga hanya diberikan kemampuan dasar saja, jadi susah," tuturnya.

Penyandang Tuna Netra: Orangtua Jangan Pandang Rendah Anak Disabilitas

VIDEO Salut, Penyandang Tuna Netra Ini Berhasil Kuliahkan Anaknya sampai Lulus dari UGM

Perihal alasan banyak tunanetra yang jadi tukang urut, Hamzah mengatakan tak mengetahui alasan pasti kenapa banyak tunanetra yang berprofesi jadi tukang urut dan pedagang kerupuk.

Sejak usianya masih 13 tahun, profesi tukang urut sudah lekat dengan tunanetra, pun di kampung halamannya Makassar, Sulawesi Selatan.

"Dari saya umur belasan itu pemerintah sudah ada pelatihan urut, yang buat pemerintah. Tapi pas di Makassar pelatihannya umum, enggak khusus tunanetra saja," lanjut Hamzah.

Berita Terkini