Ramadan 2019

Identik dengan Toko Minyak Wangi, Ternyata Begini Sejarah Kawasan Condet

Penulis: Nur Indah Farrah Audina
Editor: Ilusi Insiroh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Beberapa toko parfum di wilayah Condet, Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis (28/6/2018).

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, KRAMAT JATI - Habib Ahmadun Bin Abdullah Alatas mengungkapkan alasan warga keturunan Arab di Condet identik jualan minyak wangi.

Habib Ahmadun Bin Abdullah Alatas merupakan cucu almarhum Habib Muchsin bin Muhammad Alatas yang disegani masyarakat dan makamnya dikenal sebagai makam kramat di Condet, Jakarta Timur.

"Awalnya penjualan minyak wangi itu dari Habib Taufik Assegaf yang menggelar dagangannya menggunakan meja di Masjid Al Hawi pada 1970-an," ujar Habib Ahmadun.

Masjid Al Hawi merupakan tempat syiar dakwah para ulama sehingga orang dari mana saja datang dan sudah memiliki banyak jamaah.

Lambat laun usaha Habib Taufik mengalami peningkatan, kemudian buka toko parfum di samping jembatan Kali Item.

"Nah dari situ orang-orang mulai mengikuti jejak beliau," tuturnya kepada TribunJakarta.com, Senin (6/5/2019).

Ia menambahkan lokasi sepanjang Jalan Raya Condet merupakan akses warga, sehingga kawasan tersebut menjadi pusat penjualan bibit minyak wangi.

Meski Dituakan, Warga Condet Jaga Kesederhanaan 3 Makam Ini

Bolehkah Makan dan Minum Jika Sudah Imsak? Simak Penjelasannya

Respons Ivan Gunawan Melihat Ruben Onsu Pamer Kebersamaan dengan Ayu Ting Ting dan Shaheer Sheikh

Singgung Pernikahan dengan Vicky Nitinegoro, Nikita Mirzani Disemprot Ivan Gunawan: Jangan Gitu

"Banyaknya jamaah dan kawasan tersebut merupakan akses jalan itu. Akhirnya para penjual minyak wangi yang masih keturunan Arab dan mengikuti jejak Habib Taufik Assegaf membuka toko," jelas dia. 

Belakangan warga keturunan merasa lebih cocok berjualan minyak wangi di kawasan tersebut dari pada di luar.

Lantaran syiar Islam berpusat di Masjid Al Hawi, maka dibuatlah kawasan Condet menjadi tempat penjualan minyak wangi.

Agar para jamaah yang datang bisa membeli minyak wangi langsung di lokasi tersebut pada zaman itu.

"Akhirnya usaha tersebut tetap bertahan sampai sekarang," sambungnya.

Pantauan TribunJakarta.com, ketika memasuki Jalan Raya Condet, kita akan disuguhkan oleh toko parfum yang berada di sisi kanan maupun kiri jalan.

Selain itu, ketika melewati jalan tersebut, wangi parfum juga sesekali menusuk indera penciuman.

Ada pula beberapa toko yang menjual pakaian muslim dan rata-rata penjual di toko parfum sepanjang Jalan Raya Condet merupakan warga pribumi.

Sekitar Tahun 1935, Turunan Arab Mulai Masuki Kawasan Condet

Banyak orang keturunan Arab tinggal di Condet, Jakarta Timur dimulai pada tahun sekitar 1935.

Hal ini diungkapkan oleh Habib Ahmadun Bin Abdullah Alatas yang tinggal di daerah Cawang, Jakarta Timur.

Ia menjelaskan dulunya para ulama seperti Datuk Ibrahim, Datuk Merah, Datuk Giong dan lain sebagainya datang untuk berdakwah di kawasan Condet. 

"Mulanya mereka itu datang untuk berdakwah, syiar islam di Masjid Al Hawi yang berada di Jalan Raya Condet," ujar Habib Ahmadun kepada TribunJakarta.com, Senin (6/5/2019).

Saat itu mereka juga sembari berdagang namun dagangnya ala kadarnya saja.

Hidup mereka dihabiskan untuk berdakwah bahkan tidur pun susah.

"Akhirnya jamaah dari mana-mana mulai berdatangan dan singgah di kawasan itu. Salah satunya turunan Arab yang kemudian menetap di situ," terang dia.

Masjid Al Hawi yang terkenal dengan para pendakwahnya yang sopan dan santun, seperti Habib Muchsin bin Muhamad Alatas lalu diteruskan ke Habib Muhammad bin Ahmad Al Hadad dan anak-anaknya membuat para jamaah di wilayah Indonesia datang  ke Condet.

"Jadi memang kalau orang ada masalah apa saja datangnya ke Masjid Al Hawi. Makanya dari dulu sudah banyak orang yang berdatangan," kata Habib Ahmadun.

Nah, orang keturunan Arab di situ juga merupakan orang Jakarta juga tapi tinggalnya di Tanah Abang, Petamburan dan lain sebagainya yang memutuskan pindah ke lokasi tersebut.

"Supaya bisa lebih dekat dengan Masjid Al Hawi," tambahnya.

Ia melanjutkan, salak dan duku asli Condet juga menjadi alasan para turunan Arab semakin betah bermukim di kawasan Condet.

Selain itu, Habib Ahmadun Bin Abdullah Alatas menjelaskan kawasan Condet dulunya dikenal dengan nama Kampung Kramat ketika Habib Muchsin bin Muhamad Alatas meninggal dunia.

Sampai sekarang pun, banyak masyarakat yang masih mengetahui jika Condet masih disebut sebagai Kampung Kramat.

Meski Dituakan, Warga Condet Jaga Kesederhanaan 3 Makam Ini

Makam Ki Tua yang terletak di bantaran Sungai Ciliwung dan disebut makam tertua di wilayah Condet bukan satu-satunya makam yang dituakan di TPU Kober Wakaf Balekambang.

Iwan Sulaeman (32), satu warga Condet mengatakan ada dua makam lain yang dituakan di TPU Kober Wakaf, yakni makam Pangeran Astawana dan makam H. Mahmud atau Dato Imut.

Meski dituakan dan berperan besar dalam penyebaran agama Islam di wilayah Condet, Iwan menuturkan ketiga makam tersebut tak mendapat perlakuan khusus.

"Makam ini memang dari dulu dibiarkan sederhana, enggak ada perlakuan khusus atau bagaimana. Sengaja dibiarkan sederhana saja dari dulu," kata Iwan di Kramat Jati, Jakarta Timur, Minggu (5/5/2019).

Dia mencontohkan makam Ki Tua yang tak dipindahkan dari bantaran Sungai Ciliwung dan letaknya cukup terpencil dibanding makam lainnya.

Posisi makam yang dibiarkan sedikit miring menghadap kiblat, ketiadaan nisan, dan puluhan batu kali di sekelilingnya merupakan tanda kondisi makam tak pernah berubah.

"Kalau dilihat makam Ki Tua ini enggak cuman tanpa batu nisan. Makamnya agak miring, seperti posisi sejadah pas salat. Posisi ini enggak pernah berubah," ujarnya.

Peziarah yang datang pun tak diharuskan membawa bawaan khusus, cukup niat tulus dan memanjatkan doa kepada Allah SWT layaknya berziarah ke makam.

Merujuk cerita orang tuanya, baik Ki Tua, Pangeran Astawana, dan Dato Imut semasa hidup merupakan sosok yang sederhana sehingga tak ingin makamnya diperlakukan khusus.

Makam Dato Imut di TPU Kober Wakaf Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur, Minggu (5/5/2019) (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

"Kalau mau ziarah ya biasa saja, enggak perlu sampai berlebihan seperti menginap. Memang almarhum alim Ulama yang memiliki Karamah, tapi ketika berdoa kita tetap harus meminta ke Allah SWT," tuturnya.

Perihal sosok Ki Tua, Pangeran Astawana, dan Dato Imut semasa hidup, Iwan mengatakan hanya segelintir warga asli Condet yang mengetahui kisah ketiga almarhum.

Satu hal yang pasti bagi warga Condet, ketiganya merupakan sosok Ulama yang berperan besar dalam penyebaran agama Islam dan perjuangan rakyat Indonesia di zaman penjajahan.

"Saya enggak tahu pasti kapan meninggalnya, tapi tiga makam ini termasuk yang dituakan. Mereka termasuk tokoh yang berjasa bagi warga Condet," lanjut Iwan.

Engkos (47), petugas makam di TPU Kober Wakaf Balekambang membenarkan bila tak ada perlakuan khusus di makam Ki Tua, Pangeran Astawana, dan Dato Imut.

Layaknya makam lain, dia hanya menyapu bagian sekitar makam agar tak kotor dan memangkas rumput sehingga peziarah tetap nyaman ketika beriziarah.

"Dari dulu memang kondisinya dibiarkan seperti ini, enggak ada yang dirubah. Saya juga merawatnya biasa saja, tidak ada perlakuan khusus. Dirawat seperti makam lainnya saja. Tapi ini memang termasuk makam tertua di Condet," kata Engkos.

Makam Pangeran Astawana di TPU Kober Wakaf Balekambang, Kramat Jati, Jakarta Timur, Minggu (5/5/2019). (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

Pantauan TribunJakarta.com, akses menuju makam Ki Tua merupakan yang tersulit karena berada di bantaran Sungai Ciliwung dan cenderung tak terlihat jelas bila tak jeli.

Makam Ki Tua terletak sekitar 100 meter dari makam Pangeran Astawana yang juga tak memiliki batu nisan, gundukan tanahnya hanya dikelilingi bata merah yang tampak uzur.

Makam Dato Imut merupakan yang paling mudah dicapai peziarah, letaknya di sisi kiri sekitar lima meter dari pintu masuk TPU Kober Wakaf Balekambang.

Beda dengan makam Ki Tua dan Pangeran Astawana, terdapat nisan makam Dato Imut walau tak tertera kapan waktu almarhum meninggalkan dunia.

(Bima Putra/Nur Indah Farrah Audina)

Berita Terkini