Laporan WartawanTribunJakarta.com, Ega Alfreda
TRIBUNJAKARTA.COM, TANGERANG - Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Bandara Soekarno-Hatta mengeluarkan imbauan kepada sejumlah maskapai terkait penyebaran cacar monyet atau Monkey Pox.
Imbauan tersebut berupa peningkatan pengawasan terutama kesehatan setiap manifest atau penumpang penerbangan yang mendarat di Bandara Soekarno-Hatta.
Kepala KKP Kelas I Bandara Sorkarno-Hatta, Annas Maruf mengimbau untuk segera mendata semua riwayat kesehatan penumpangnya yang akan mendarat terutama yang sedang sakit.
Hal itu, menurut Annas, Bandara Soekarno-Hatta merupakan gerbang pertama Indonesia terhadap dunia.
"Segera menyampaikan dokumen kesehatan pesawat berupa gendec dan manifes penumpang sesaat setelah mendarat kepada petugas kesehatan di pos kesehatan KKP Terminal penerbangan internasional," imbau Annas di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Rabu (15/5/2019).
Imbauan tersebut, kata Annas, berlaku tidak hanya untuk pesawat komersil namun berlaku juga untuk pesawat kargo, pesawat charter juga ground handling.
Annas juga mengimbau keras untuk tidak langsung melakukan kontak fisik dari kulit ke kulit apa bila menangani penumpang yang sakit saat di udara dan di terminal.
"Semua petugas yang kontak dengan penumpang yang sakit wajib menggunakan alat pelindung minimal berupa masker dan sarung tangan," ujar Annas.
Menurutnya, pengamanan kesehatan yang lebih ketat tersebut sejak maraknya kabar bahwa Singapura positif teridentifikasi terserang cacar monyet atau monkey pox pada Kamis (8/5/2019).
• Yayasan Tiara Cipta, Tempat Penyalur Baby Sitter Langganan Artis dan Pejabat
• Alih Fungsi, Lubang Galian di Jalan Margonda Kini Jadi Tempat Sampah
• Ketua RT Sebut Penggusuran di Komplek Rumah Pribadi Menteri PUPR Belum Jelas
Penyakit itu tersebar di Singapura setelah seorang Nigeria berumur 36 tahun mengidap cacar monyet mendarat di bandar udara Singapura pada 28 April 2019.
Akibatnya, satu penderita monkey pox dilakukan isolasi dan 23 orang lainnya menjalani karantina untuk pemeriksaan.
Annas menjelaskan, menurut catatan WHO pada 5 Oktober 2018 cacar monyet masih terisolir di 14 daerah dan 1 teritori di Afrika.
"Pada tahun yang sama, dari 76 kasus yang dilaporkan, diantaranya 37 kasus terkonfirmasi, satu dicurigai dan dua diantaranya meninggal dunia," terang Annas.
Lebih jauh ia menerangkan, penyakit cacat monyet dapat disebabkan oleh kontak fisik terhadap binatang yang mengandung virus seperti tikus, monyet dan kelelawar.
Bila seseorang positif mengidap penyakit cacar monyet, maka akan menunjukan gejala demam, nyeri, pembengkakan kelenjar getah bening, dan ruam atau timbulnya gelembung di kulit.
"Penularan penyakit juga dapat terjadi antar manusia melakui kontak dengan saluran pernapasan, terkena luka dari tubuh orang yang terinfeksi atau benda yang terkontaminasi cairan tubuh pasien," tutup Annas.