TRIBUNJAKARTA.COM - Refly Harun selaku Pakar Hukum Tata Negara memberikan komentar terkait sikap BPN Prabowo-Sandi yang menolak bawa bukti kecurangan Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sikap BPN Prabowo-Sandi yang menolak bawa bukti kecurangan Pilpres 2019 ke MK itu disampaikan Dewan Penasihat DPP Partai Gerindra Raden Muhammad Syafii.
Ia mengatakan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tak akan mengajukan gugatan hasil suara Pemilu 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Muhammad Syafii menjelaskan hal tersebut terjadi karena pihaknya sudah kehilangan rasa percaya terhadap MK.
"Di 2014 yang lalu kita punya pengalaman yang buruk dengan MK," ujar Muhammad Syafii dikutip TribunJakarta.com dari Kompas.com, pada Jumat (17/5/2019).
Muhammad Syafii mengatakan, Prabowo pernah mengumpulkan bukti kecurangan sampai 19 truk dokumen C1 pada Pilpres 2014.
Namun, MK tidak melakukan pemeriksaan terhadap dokumen tersebut satu per satu.
"Kalau hari ini yang pemilunya curang itu saya pikir datanya bisa lebih dari 19 truk. Kami punya keyakinan MK tidak akan melakukan pemeriksaan sama seperti pemilu lalu," ujar Muhammad Syafii.
• Dana Haji Diisukan untuk Proyek Infrastruktur, Yusuf Mansur: Ya Allah Buatlah Kami Bisa Bertaubat
• Baim Wong Dibully Karena Ngeprank Istri Mobil Ditabrak, Paula Verhoeven: Makanya Hati-hati Kau!
"Jadi MK enggak," tambah dia.
Lantas sikap BPN Prabowo - Sandi itu dikomentari oleh Refly Harun saat menjadi narasumber di acara Apa Kabar Indonesia Malam yang dilansir TribunJakarta.com pada Senin (20/5).
Refly Harun awalnya ditanyakan oleh pembawa acara terkait sikap BPN Prabowo-Sandi yang tolak membawa kecurangan MK itu mempengaruhi demokrasi Indonesia atau tidak.
"Salah satu pihak mengatakan tak membawa kecurangan ke MK. Ini mempengaruhi demokrasi kita kah atau merugikan paslon itu?" tanya pembawa acara.
Refly Harun menuturkan, terdapat prosedur formal yang menyatakan tak ada institusi di negeri ini yang diberikan kewenangan untuk membatalkan atau memperkuat yang sudah diumumkan KPU.
Untuk itu, Refly Harus dengan tegas mengatakan, tak ada mekanisme di luar MK.
"Tetapi ketika mengajukan ke MK maka ada dua aspek yang perlu diperhatikan yaitu kualitatif dan kuantitatif. Kalau aspek kuantitatif itu relatif mudah dengan menjelaskan perbedaan suara yang diraih dengan membawa bukti rekap."
"Jika hal tersebut tak bisa dihadirkan, maka harus menggunakan aspek kualitatif. Ketika ada sengketa maka tak bisa menyelesaikannya dengan sekadar asumsi belaka, harus terdapat fakta dan data yang jelas. Kalau bicara kecurangan itu kan baru klaim salah satu pihak," ucap Refly Harun.
• Akui Debat Panjang dengan Pimpinan KPK soal Teror, Pesan Najwa Shihab Disambut Tepuk Tangan Penonton
• Segera! Cek Prodi Daya Tampung Terbesar di UI, UNPAD dan UGM Sebelum Daftar SBMPTN 2019
Menurut Refly Harun, saat ini hukum yang berlaku di Indonesia bagi penggunaan aspek kualitatif di Pilpres 2019 itu agak susah.
Lantas Refly Harun menceritakan sekilas pengalamannya saat mengurus dengan sengketa pemilu.
Di awal menceritakan pengalamannya, Refly Harun menyinggung terkait perkataan yang terkadang berbeda dengan laporan data.
"Dengan segala hormat kepada siapapun, kadang apa yang kita omongkan dengan yang tertulis itu (red: data) jauh layaknya bumi dan langit."
"Bisa 180 derajat berbeda saat kita mengatakan ada kecurangan tetapi di format dalam sebuah permohonan kita tak menemukannya," papar Refly Harun.
• Viral di Medsos Jokowi Tak Bisa Jadi Presiden meski Raih 51 % Lebih, Ini Komentar Refly Harun
• Rafathar Intip Nama Kontak Paula Verhoeven di Ponsel Baim Wong
Refly Harus lantas menyatakan, laporan sengketa pemilu 2014 itu tak ada satupun alat bukti yang bisa mendukung mengenai dugaan kecurangan.
"Biasanya pengacara hanya untuk pintu masuknya aja karena harus signifikan mempengaruhi hasil pemilu sehingga misalnya ada paslon yang tertinggal dan ia bisa mengklaim kekurangan suara tersebut."
"Saat itu, semua pemilih dihitung, kemudian Daftar Pemilih Khusus juga dihitung sehingga kita tak bisa mengklaim itu. Enggak bisa dibuat asal-asalan dan jumlahnya pula diitung, jelasnya.
• Habiskan Biaya Rp 591 Juta, Intip Tampilan Rumah Lalu Muhammad Zohri Sesudah Renovasi
• Bagaimana Hukum Puasa Ramadan saat Baru Sadar Sedang Haid Setelah Berbuka? Ini Penjelasannya
Refly Harun menyatakan, tak bisa membuat data pengajuan sengketa pemilu 2019 dengan hanya asal-asalan.
"Makanya saya katakan tak gampang. Kalau nantinya kita tak mua aspek kuantitatif, maka yasudah kita buat kualitatifnya."
"Selanjutnya kita bahas mengenai tudingan kecurangan terstruktur, sistematis dan masif, enggak bisa mengatakan sebuah rentetan kejadian sebagai representasi kesemuanya. Ini soal hukum pembuktian, bukan keyakinan" papar Riza Patria.
Simak videonya: