Namun karena Henry baru dua tahun kerja di sana, ia masih mendapatkan gaji Rp 8 juta.
“Tukang cukur yang kerja di sini adalah yang sudah berpengalaman lebih dari tujuh tahun,” kata pria berusia 37 tahun ini.
Henry tertarik belajar mencukur rambut karena sering bergaul dengan teman-temannya yang ahli cukur rambut ketika ia masih berusia 29 tahun.
Ia pun ternyata menikmati pekerjaan tersebut. Sedikit demi sedikit ia mengasah kemampuannya membuat model atau style rambut yang bagus serta kekinian.
Di Bali Barber, Henry rata-rata kerja selama 8 jam per hari. Rata-rata tamu yang datang ke barbershop ini adalah para wisatawan baik mancanegara maupun domestik.
Memegang kepala bule sudah menjadi rutinitas sehari-hari Henry.
Bagi Henry, usaha barbershop masih menjanjikan di Bali.
Barbershop yang bagus, menurut dia, adalah yang mengedepankan kualitas pelayanan dan kebersihan alat yang digunakan.
“Yang bagus itu, pertama dari kualitas alat-alat. Steril atau gak. Soalnya steril itu pengaruh. Seperti clipper, gunting semua itu, satu orang customer kami clean. Itu standar kami. Sama pelayanan harus baik,” ujarnya.
Tak Mudah Cari Tukang Cukur
Salah-satu hal yang diakui pemilik barbershop di Bali adalah sulitnya mencari tukang potong rambut atau barberman asal Bali.
Akhirnya, peluang sebagai barberman di Bali lebih banyak dimanfaatkan oleh orang luar Bali.
Hal ini dirasakan oleh pemilik Head Factory Barbershop, Gede Artaya.
“Potensi barbershop di Bali sangat bagus dan menjanjikan. Tapi sayang barberman dari Bali yang kurang. Di tempat saya ada orang Bali satu, sisanya dari luar,” kata
Gede Artaya, yang barbershop-nya berada di Jalan WR Supratman, Denpasar.
Sebelum mendirikan barbershop di Jalan WR Supratman, Denpasar, Artaya mengaku sudah punya barbershop di kawasan Jalan Bedugul, Denpasar.
“Kalau yang sekarang baru berjalan hampir dua tahun,” katanya
Biaya potong rambut di Head Factory Barbershop mulai dari Rp 35 ribu untuk anak-anak, dan Rp 40 ribu untuk orang dewasa.
Omzet yang didapatkan perbulan dari membuka barbershop di Jalan WR Supratman rata-rata Rp 25 juga sampai Rp 30 juta per bulan.
Jumlah karyawan atau barberman yang ia miliki sebanyak tiga orang. Masing-masing ia gaji Rp 2,6 juta per bulan plus uang insentif per kepala.
“Totalnya mereka bisa dapat rata-rata Rp 4 jutaan per bulan,” kata pria yang tinggal di Jalan Gandapura, Denpasar itu.
Minimnya orang Bali yang menekuni pekerjaan sebagai pencukur rambut, menurut Artaya, karena faktor gengsi.
Bisa jadi, profesi sebagai tukang cukur dianggap sebelah mata.
Serupa dengan Artaya, pemilik Kingbarbershop, Jro Pitha juga sempat kesulitan mencari tukang potong rambut saat awal dia membuka usaha barbershop.
Saat ini, kebanyakan tukang cukur ingin bekerjasama alias bagi hasil. Di usaha miliknya, Jro Pitha membagi hasil dengan barberman yang ia ajak kerjasama.
“Kalau di saya 60 persen berbanding 40 persen (60:40). Jadi berapa total hasil yang didapat, ya dibagi dengan porsi segitu,” ungkap pemilik barbershop yang berada di Jalan Raya Tegallalang, Gianyar itu.
Jro Pitha juga heran ketika dirinya membuka lowongan pekerjaan sebagai tukang cukur, tak ada satupun orang Bali yang melamar.
Padahal, gaji yang ia tawarkan cukup besar.
“Selama ini belum ada orang Bali yang ngelamar. Padahal gajinya lumayan menurut saya,” ujar Pitha.
Bentuk Komunitas
Bali ternyata surga bagi para barberman. Saking banyaknya ahli cukur rambut yang bekerja di Bali, mereka pun mampu membentuk komunitas barberman atau tukang cukur di Bali.
Bahkan, kabarnya ada tiga komunitas tukang cukur di Bali.
Tiga komunitas barberman yang dikenal saat ini di Bali yakni Barberman Bali Asgar (khusus orang asli Garut), Barberman Bali Community (campuran), dan DBS.
Komunitas-komunitas ini bahkan sering ngumpul bareng untuk sekadar sharing dan bertemu sambil ketawa-ketiwi dengan sesama barberman.
“Kadang sebulan sekali bertemu. Biasanya kami ketemunya di Lapangan Puputan Badung. Ngobrol-ngobrol, bikin event seperti hair show atau semaca tutorial gitu.
Berbagi ilmulah, terus sharing soal barbershop di Bali, banyak lagi,” ujar Ahmad Assundawi, seorang barberman asal Bandung yang bekerja di Seven Barbershop, Denpasar, pekan
lalu.
Bahkan, selain kegiatan sharing dan bikin event, para barberman di Bali juga sudah beberapa kali melakukan bakti sosial.
Mereka melakukan penggalian dana untuk korban bencana.
Hal ini sempat dilakukan di Renon dengan cara memberikan jasa cukur di tempat umum dan uangnya disumbangkan untuk korban bencana.
“Jadi waktu itu berapapun dibayar tidak apa-apa. Kami sumbangin,” kata Ahmad.
Hal ini juga dibenarkan oleh barberman di Bali Barber, Henry. Ia juga mengaku ikut dalam komunitas tersebut dan pernah sesekali ikut kumpul.
“Iya memang ada komunitasnya di Bali. Biasanya kumpul kami, bikin acara gitu,” ujarnya.
Informasi soal barbershop biasanya mereka share lewat media sosial seperti facebook dan instagram.
Barberman Bali Community, misalnya, sudah memiliki halaman facebook dan akun instagram yang cukup ramai aktivitas komunikasinya.
Informasi seputar lowongan, tips, dan info seputar dunia barbershop di Bali di-share di sana.(TRIBUNBALI)