Pilpres 2019

Mengenal Arief Hidayat, Hakim MK Bentak dan Usir BW di Sidang Sengketa Pilpres 2019

Editor: Kurniawati Hasjanah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hakim MK Arief Hidayat

Kemudian, setelah selesai menjabat dekan, dia pun memberanikan diri mendaftar sebagai hakim MK melalui jalur DPR.

Keberanian ini diperolehnya berkat dukungan dari berbagai pihak terutama para guru besar Ilmu Hukum Tata Negara, seperti Guru Besar HTN Universitas Andalas Saldi Isra.

“Makanya ketika saya mendaftar ke DPR untuk fit and proper test, yang saya bawa adalah dukungan dari fakultas hukum dan pusat studi konstitusi dari berbagai perguruan tinggi,” paparnya.

Saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR, Arief mengusung makalah bertajuk 'Prinsip Ultra Petita dalam Putusan MK terkait Pengujian UU terhadap UUD 1945'.

Dinilai konsisten dengan paparan yang telah disampaikan dalam proses fit and proper test tersebut, ia pun terpilih menjadi hakim konstitusi, dengan mendapat dukungan 42 suara dari 48 anggota Komisi III DPR, mengalahkan dua pesaingnya yakni Sugianto (5 suara) dan Djafar Al Bram (1 suara).

Menurut Arief, saat awal-awal mengemban amanat sebagai hakim ia berada dalam proses adaptasi karena menjadi hakim konstitusi adalah hal yang masih sangat baru baginya.

“Saya menyadari saat ini masih dalam proses adaptasi sebagai hakim konstitusi. Tapi saya melihat hakim konstitusi yang mempunyai tugas tak hanya mengawal konstitusi (guardian of constitution), namun juga mengawal ideologi negara (guardian of ideology) sehingga posisi inilah yang saya sebut posisi mulia untuk kepentingan bangsa ke depan,” ujarnya.

 Pakar Yuridis-Romantis

Bagi Arief, MK bukanlah merupakan lembaga yang asing. Pria kelahiran Semarang, 3 pebruari 1956 ini bukan “orang baru” di dunia hukum, khususnya hukum tata negara.

Selain aktif mengajar, ia juga menjabat sebagai ketua pada beberapa organisasi profesi, seperti Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Tengah, Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi, Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia, serta Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan.

Di samping itu, Arief juga aktif menulis. Tidak kurang dari 25 karya ilmiah telah dia hasilkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, baik berupa buku maupun makalah.

Sebagai bagian dari friends of court, dirinya juga sering terlibat dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh MK. Ia aktif menjadi narasumber maupun menjadi juri dalam setiap kegiatan MK berkaitan dengan menyebarluaskan mengenai kesadaran berkonstitusi.

“Saya membantu Sekretariat Jenderal MK merumuskan kegiatan yang berkaitan dengan jaringan fakultas hukum di setiap perguruan tinggi di Indonesia. Sehingga di situ, saya semacam kepala suku yang menggunakan pendekatan yuridis romantis kepada kelompok yang sebagian besar merupakan guru besar Ilmu Hukum Tata Negara di berbagai fakultas hukum di Indonesia. Saya sampai disebut sebagai pakar yuridis romantis,” terangnya.

Disinggung mengenai hal tersebut, Arief mengungkapkan bahwa panggilan itu muncul karena ia kerap kali menjadi penengah antara guru besar yang berpegang pada beberapa pendekatan dalam Ilmu Hukum Tata Negara.

Menurutnya, beberapa guru besar membanggakan salah satu pendekatan tertentu daripada lainnya.

Halaman
1234

Berita Terkini