"Saya sudah 10 tahun kerja begitu zaman pak SBY, kalau kebutuhan protokol pasti saya yang dipanggil. Saya ingat untuk urusan kepresidenan saya patok Rp 200 ribu per lembar. Bagi saya pak SBY punya nilai seni tinggi dan elegan," katanya.
Awal perkenalannya dengan Istana saat salah seorang protokol menghampirinya di samping Gedung Filateli.
"Jadi orang protokol mendadak memerlukan penulis piagam penghargaan jam 9 pagi. Tapi penulis langganannya bisanya siang. Terus orang itu datang dan menawari saya. Sejak saat itu saya yang dipanggil terus ke istana," tambahnya.
Ia sudah sering keluar masuk istana untuk memenuhi panggilan protokol.
"Saya sering keluar masuk Istana, dibolehkan masuk. Pernah ketemu pak SBY, pertama kali saya disuruh menulis saya ke ruangannya dia. Beberapa kali mencocokkan tulisan yang pas buat pak SBY," kenangnya.
Semenjak zaman pak SBY berlalu, Ia tak pernah dipanggil oleh protokol Istana.
Dijatuhkan Komputer, Dimatikan Whatsapp
Maman mengaku jasa tulis indah terhimpit oleh teknologi yang kian maju.
"Pas era komputer berkembang, di situ saya sudah banyak kekurangan pelanggan," keluhnya.
Sekolah-sekolah yang suka meminta jasanya kian jarang hingga tak pernah sama sekali.
"Ijasah SD dulu ditulis pakai tangan saya, tapi sekarang sudah di print di komputer. Sudah kalah sama komputer," bebernya.
Kini, pelanggan yang meminta jasanya untuk dituliskan di kartu ucapan selamat hari raya tak pernah terdengar.
"Usaha saya sekejap langsung dimatikan whatsapp. Sehari bisa enggak ada pelanggan yang mampir ke sini," keluhnya.
Ia mengatakan dari delapan penulis indah di samping Kantor Pos itu, hanya tersisa dia dan satu temannya.
Terlihat deretan kios-kios penjual surat dan penjual jasa tulis indah sepi pengunjung.