"Dari saya bujangan sudah jualan ini, sekitar tahun 91 di sini," bebernya.
Dari Leuwiliang ke Semanggi
Segelas air tuak nira yang ditenggak para pembeli dibawa langsung dari Leuwiliang, Kabupaten Bogor.
Sejak pukul empat pagi, Sukroni telah pergi dari rumahnya di Leuwiliang menuju Jakarta dengan membawa dirigen berisi tuak aren.
Ia menuju Jakarta menggunakan kereta api.
"Orang lain yang bikin di daerah Bogor, saya tinggal jual aja di Jakarta. Kita beli airnya di sana," katanya.
Sesampainya di Jakarta, ia pun menuju ke bilangan Kebayoran Lama untuk mengisi pikulan bambu dengan air tuak.
Dalam sehari berjualan tuak nira itu, ia mendapatkan Rp 300 ribu, setengahnya untuk setoran.
Kegiatan itu ia lakukan setiap hari hingga saat ini.
Dari Harga Rp 500 hingga Rp 5000
Tuak yang dijual Sukroni tak kenal batas kelas sosial, semua kalangan menggemari minuman yang dijualnya.
"Dari ojek online hingga istilahnya orang berdasi menaiki mobil mewah suka dengan tuak saya," lanjutnya.
Selain itu, para pegawai kantoran di sekitar Semanggi juga suka membeli tuaknya.
"Kalau lagi istirahat banyak para pegawai yang beli. Disamping enak rasanya, bikin seger badan," terangnya.
Sukroni mengatakan justru usahanya itu lebih menuai banyak untung saat ini ketimbang pada saat dulu pertama kali berjualan.