Anies Baswedan Heran Bekasi dan Depok Ingin Gabung dengan Jakarta

Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur Anies Baswedan saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (19/8/2019).

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Kota Bekasi dan Depok berkeinginan bergabung dengan DKI Jakarta.

Menanggapi hal itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan cukup heran.

Apa alasan dua wilayah tersebut punya keinginan merapat jika pemekaran wilayah Ibu Kota benar dilakukan.

"Baiknya gimana ya? Kenapa pada ingin gabung?" Tanya Anies Baswedan saat ditemui seusai rapat paripurna di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019).

Anies Baswedan menjelaskan, memang jika dilihat secara perekonomian, dua wilayah penyangga itu sudah terintegrasi.

Bahkan, saat memutuskan besaran upah sektoral Jakarta berkaca dari wilayah-wilayah di sekitarnya, sebagai bentuk upaya menciptakan kesamarataan.

Tapi, bila ditanya apakah usulan tersebut akan ditindaklanjuti, Anies Baswedan tak mau ambil pusing.

Dia lebih memilih menjawab berdasarkan konstituisonal, bahwa semua wewenang untuk urusan tersebut ada di tangan pemerintah pusat.

Sehingga, apa pun keputusan pemerintah pusat nantinya, Jakarta akan patuh dan taat.

"Bagi kami tidak perlu beropini, karena itu keputusannya bukan wewenang DKI, itu wewenangnya pusat."

"Kalau sebagai proses, silakan saja. Saya tidak bisa menganjurkan, saya juga tidak bisa melarang," ujar Anies Baswedan.

Lebih lanjut, Anies Baswedan kemudian menegaskan sejatinya tiap pemimpin di daerah adalah penyelenggara negara.

Namun, masing-masing menempati wilayah berbeda sesuai administrasi pemerintahannya.

Sehingga, sesama penyelenggara negara seharusnya mengedepankan kesetaraan, baik itu segi pelayanan kepada masyarakat, atau pembangunan kotanya.

"Semangat itu yang saya sampaikan."

"Karena itu, bagi kami di Jakarta, ketika mendukung program pembangunan di Tangerang dan Bekasi, itu adalah bagian dari menunaikan kewajiban sesama penyelenggara negara," beber Anies Baswedan.

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menjelaskan proses penataan ulang wilayah administratif daerah.

Hal itu menyusul berkembangnya wacana penggabungan Kota Bekasi ke dalam wilayah Jakarta yang disampaikan Wali Kota Rahmat Effendi.

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar mengatakan, ada dua cara penataan daerah yang diatur dalam UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah.

Yakni, penggabungan dan pemekaran wilayah.

Untuk melakukan penggabungan atau pemekaran, Bahtiar mengatakan ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh wilayah terkait.

“Yang pertama adalah syarat dasar kewilayahan seperti jumlah penduduk, luas wilayah, cakupan wilayah, dan lain-lain," jelas Bahtiar di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2019).

"Lalu ada syarat administratif yang harus dipenuhi."

"Kemudian syarat kapasitas daerah yang meliputi kemampuan fiskal serta kemampuan daerah yang bersangkutan untuk berkembang,” sambungnya.

Semua syarat itu, menurut Bahtiar, harus disetujui bersama mulai dari bupati, wali kota, gubernur terkait, hingga DPRD setempat.

“Jika disetujui, baru semua syarat diajukan kepada pemerintah pusat melalui Kemendagri, DPR RI, dan DPD RI."

"Jika disetujui, lalu DPR RI dan DPD RI membentuk tim independen untuk mengkaji apakah daerah yang mengajukan layak digabungkan atau dimekarkan,” paparnya.

Bahtiar menerangkan, jika daerah yang mengajukan dinilai layak oleh tim independen untuk digabungkan atau dimekarkan, maka langkah selanjutnya adalah pembentukan daerah persiapan.

Langkah itu harus dilalui, sebelum akhirnya menjadi daerah otonom baru.

“Jadi tidak tiba-tiba ada daerah otonom baru."

"Nanti ada daerah persiapan yang dipimpin aparatur sipil negara atau ASN yang memenuhi syarat, karena belum ada DPRD-nya kan."

"Dan daerah persiapan itu minimal harus berjalan tiga tahun untuk disebut layak atau tidak, jadi panjang prosesnya,” beber Bahtiar.

Secara tersirat, Bahtiar mengatakan kecil peluang untuk melaksanakan penggabungan atau pemekaran daerah.

Karena, pemerintah pusat sampai sekarang masih berpegang teguh pada moratorium yang diberlakukan sejak 2014.

Yaitu, moratorium untuk tidak melakukan penggabungan atau pemekaran daerah sampai waktu yang tidak ditentukan.

“Untuk mencabut moratorium itu harus ada dua regulasi yang disiapkan."

"Yaitu peraturan pemerintah tentang penataan daerah, dan peraturan pemerintah tentang desain besar penataan daerah."

Dishub Berencana Tambah Personel untuk Patroli Malam di Trotoar Stasiun MRT Lebak Bulus

Penjual Minuman Keras di Tangerang Memiliki Jaringan yang Terkoordinir

"Dan moratorium itu diberlakukan tidak secara tiba-tiba," terangnya.

Melainkan, jelasnya, berdasarkan keputusan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah yang dipimpin Wakil Presiden dan Mendagri sebagai sekretaris disertai unsur pemerintah daerah.

Hingga kini, kata Bahiar, pemerintah teguh pada moratorium dan fokus pada penyelesaian masalah yang menjadi argumen.

Ketimbang, menyetujui pengajuan penggabungan atau pemekaran daerah.

"Jadi, nilai sendiri saja bagaimana peluangnya,” ucap Bahtiar.

Wacana penggabungan Kota Bekasi dan Jakarta dimulai dari usul Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.

Bima Arya berniat membentuk Provinsi Bogor Raya yang rencananya akan mencaplok wilayah Kota Bekasi juga.

Namun, usul itu ditolak oleh Wali Kota Bekasi Rahmat Effendy.

Alasannya, Kota Bekasi berumur lebih tua daripada Kota Bogor.

Rahmat Effendy menegaskan, pihaknya lebih memilih bergabung ke Jakarta, dengan alasan kedekatan kultur dan ketersediaan APBD yang lebih besar di ibu kota. (Danang Triatmojo)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Bekasi dan Depok Ingin Masuk Jakarta, Anies Baswedan: Kenapa pada Ingin Gabung Ya?

Berita Terkini