Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, PANCORAN - Meski mengalami keterbatasan, tak meruntuhkan semangat Muhammad Rustam untuk melanjutkan hidup.
Di usia yang masih muda, Rustam (24) mengalami gangguan pendengaran hingga menyebabkan dirinya tuli.
Kendati demikian, ia menolak menyerah oleh keadaan.
Rustam optimistis menatap masa depan yang diimpikannya sebagai Chef terkemuka dan memiliki restoran sendiri.
Saat ini, Rustam bekerja sebagai pengendara ojek dalam jaringan (daring).
Bermodalkan motor bebek Honda Revo tahun 2014, Rustam sibuk berkendara membelah seluk beluk Ibu Kota.
Terhitung baru dua bulan ia bekerja sebagai ojek daring.
Ada hal unik saat Rustam berkendara, helm yang dikenakannya ditempelkan kertas bertuliskan pemberitahuan kepada para penumpang.
Pemberitahuan itu berisi arahan kepada penumpang yang hendak berhenti di tempat tujuan.
"Mohon maaf saya tuli, mohon kerjasamanya. 20 meter sebelum belok tepuk pundak saya"
"Jika belok kanan, tepuk pundak kanan. Jika belok kiri, tepuk kiri. Jika berhenti tepuk keduanya".
"Terima kasih atas perhatiannya dan pengertiannya" begitu bunyi pemberitahuan di belakang helmnya.
Rustam menjawab anggapan masyarakat umum yang masih memandang sebelah mata para penyandang disabilitas.
Ia mampu menghasilkan uang sendiri dan hidup mandiri.
Sejak SMP Menderita Gangguan Pendengaran
Dari kecil, pendengaran Rustam sudah mengalami gangguan.
Telinga sebelah kanannya, tak dapat mendengar secara sempurna.
Puncaknya terjadi tahun 2013, saat itu Rustam duduk di bangku pesantren Sirojil Mukhlasin di Magelang, Jawa Tengah.
Rustam sempat mengalami panas tinggi sehingga menyebabkan pendengarannya sebelah kanan rusak sepenuhnya.
Karena sakit yang dideritanya itu, ia memutuskan keluar dari bangku pendidikan.
Dokter THT pun memvonisnya tuli.
"Saat saya masih usia 16 tahun, telinga sebelah kanan tuli total. Sebelah kiri masih dengar tapi setengah saja," ceritanya kepada TribunJakarta.com di Pancoran, Jakarta Selatan pada Senin (2/9/2019).
Semangat hidupnya menurun, kegundahan merayap-rayap dalam diri Rustam.
Ia sempat mengurung diri menjauh dari keramaian.
"Baru awal-awal tuli itu saya down. Malas-malasan, nge-down banget. Mengurung diri," lanjutnya.
Jadi Nelayan Kerang
Tak ingin terus meratapi kesedihan, batin Rustam perlahan pulih.
Ia akhirnya mengusir rasa sedihnya yang tak membuat dirinya maju.
Bahkan, Rustam mulai berani bergelut dengan orang-orang pada umumnya untuk bekerja.
Di usia 19 tahun, ia telah bekerja sebagai nelayan kerang hijau di Pelabuhan Muara Kamal.
"Saya mulai kerja, diajak jadi Nelayan Kerang sama om saya. Setiap hari ngangkut kerang dari dalam laut," katanya.
Lambat laun, Rustam bekerja bersama ayahnya setelah memiliki perahu sendiri.
Seusai bekerja, ia biasanya dibayar sebesar Rp 80 ribu sampai Rp 100 ribu.
Selain bekerja sebagai nelayan kerang, ia juga membanting tulang sebagai kuli panggul.
"Jadi untuk nambah-nambah, saya kerja sebagai kuli panggul juga," bebernya.
Dari hasil jerih payahnya di lapangan, Rustam pun berhasil membeli sendiri alat pendengar.
Sebab, ia tak mempunyai alat dengar sejak divonis tuli sehingga menyulitkannya berkomunikasi.
"Jadi pas ngomong sama teman kerja di lapangan pake gerak tangan, gestur tubuh," lanjut anak ketiga itu.
Dari Gojek demi Capai Impian Jadi Chef
Baru dua bulan, Rustam bekerja sebagai ojek online.
Dalam setengah hari bekerja, ia pun mengaku meraup sekira Rp 200 ribu.
"Kalau kerja jadi Nelayan terus enggak ada pengalaman baru. Selain itu saya juga suka keliling Jakarta, jadi pilih ojek daring," ungkapnya.
Ia pun menyadari tak ingin menggantungkan hidupnya di ojek daring terus menerus.
Rustam mengatakan pekerjaan ini sebagai batu loncatan untuk mengumpulkan uang.
"Saya punya rencana pingin jadi chef dan jadi pemilik restoran. Kuncinya perbaiki hidup lah. Saat ini belum bisa masak, tapi baru suka makan," ujarnya seraya tertawa.
"Tapi kalau udah belajar jadi suka masak," tandasnya.