Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Siti Nawiroh
TRIBUNJAKARTA.COM, MANADO - Fanly Lahingide (14) meninggal saat diberi sanksi lari oleh gurunya di hari pertama bulan Oktober 2019.
Fanly Lahingide adalah Warga Perumahan Tamara, Kelurahan Mapanget Barat, Lingkungan VIII, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, Sulut.
Saat itu siswa SMP Kristen 46 Mapanget, Fanly terlambat datang ke sekolah Selasa (1/10/2019) pukul 07:25 Wita sehingga tak ikut apel pagi.
Sang guru piket berinisial CS, memberi hukuman kepada Fanly dan beberapa temannya untuk lari keliling lapangan.
• 5 Gaya Keseharian Jialyka Maharani Ayu, Anggota DPD RI yang Berusia 22 Tahun & Punya Harta Rp73 Juta
Berdasarkan penyelidikan, sebelum berlari terungkap bahwa Fanly dan teman-temannya dihukum berdiri di bawah terik matahari selama 15 menit.
Setelah itu, Fanly dan teman-temannya menjalani sanksi lain yaitu berlari 20 putaran lapangan.
• Siswa SMP Tewas Dihukum Lari & Dijemur 15 Menit, Sang Ibu Terpukul: Anaknya Pendiam, Rajin Sekolah
Melansir dari Kompas.com, rupanya Fanly sempat meminta izin istirahat kepada sang guru saat sedang berlari karena lelah.
Namun CS tak mengizinkan Fanly hingga akhirnya muridnya pingsan karena kelelahan.
Fanly meninggal sekira pukul 08:40 Wita saat sedang dirujuk ke rumah sakit.
• Heboh Misteri Menara Saidah, Ustaz Zacky Mirza Singgung Sosok Makhluk Halus yang Jahat
Sang ibu tak terima dan lapor polisi
Sang ibu, Julian Mandiangan mengaku sangat terpukul dengan kabar kematian anaknya.
Julian bercerita saat pagi berangkat sekolah, keadaan anaknya baik-baik saja tanpa adanya sakit.
Namun darah dagingnya itu harus kembali ke rumah dalam keadaan tak bernyawa.
"Anak saya pergi ke sekolah dengan keadaan sehat-sehat dan kembali sudah terbujur kaku," kata Julian saat diwawancara Kompas.com di rumah duka kompleks Perumahan Tamara, Kecamatan Mapanget Barat, Manado, Rabu (2/10/2019) pukul 13.22 Wita.
• Guru Syok Masuk RS, Siswanya Tewas saat Diberi Sanksi Lari: Keluarga Korban Keberatan & Lapor Polisi
Julian mengatakan, menurutnya hukuman yang diberikan kepada sang anak sudah kelewatan.
Pihak keluarga tak menerima kejadian tersebut dan sudah melaporkan ke pihak berwajib.
Menurut pengakuan Julian, kakak Fanly pernah mendapatkan perlakuan serupa dari guru tersebut.
"Kami tidak menerima ini. Apalagi guru yang menghukum anak saya Fanly, pernah juga menghukum anak saya yang tua (Yulita) dengan mencubit sampai biru," ujarnya.
Sang ibu mengenang sosok Fanly, sang anak yang pendiam dan rajin ke sekolah.
• Disebut Punya Perasaan ke Atta Halilintar, Bebby Fey Senyum Tunjuk Melaney Ricardo: Aku Jujur Nih Ya
Setiap pagi, suaminya yang mengantar sang anak pergi menuntut ilmu.
"Anak saya itu pendiam dan rajin ke sekolah. Ke sekolah ayahnya yang selalu antar. Dia juga tidak ada sakit," cerita Julian dengan mata berkaca-kaca.
Fanly adalah lulusan SD GMIM Kima Atas, Kecamatan Mapanget, Kota Manado.
Bocah 14 tahun ini lahir dan dibesarkan dari keluarga yang sederhana.
Sang ayah berprofesi sebagai petani, sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga.
Julian menceritakan saat dirinya mendengar kabar sang anak masuk rumah sakit.
Ia mengaku syok dan meminta pihak RS AURI memberikan pertolongan yang semaksimal mungkin kepada Fanly.
Namun kondisi Fanly yang sudah sangat kritis membuatnya harus dirujuk ke RS Kadou.
Tiba di rumah sakit, nyawa anak laki-laki Julian itu tak bisa diselamatkan.
Julian berharap kejadian ini tak terjadi lagi di sekolah lain dan meminta Dinas Pendidikan untuk lebih memberikan perhatian.
"Cukup anak saya yang mengalami kejadian seperti ini. Kepolisian agar mengusut tuntas kasus ini, agar pelaku bisa dihukum sesuai aturan," katanya.
Fakta baru terungkap, korban tak hanya diberi sanksi hukuman lari
Kapolresta Manado Kombes Benny Bawensel, mengungkapkan fakta lain dibalik kematian remaja itu.
TONTON JUGA
Benny Bawensel mengatakan Fanly Lahingide tak cuma dihukum lari 20 putaran oleh sang guru.
Hal tersebut dipaparkan oleh Benny Bawensel saat menjadi narasumber di Sapa Indonesia, Kompas TV, pada Rabu (2/10/2019).
Mulanya Benny Bawensel membeberkan terkait perkembangan kasus tersebut.
Ia mengaku pihal kepolisian sudah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).
Dari olah TKP terungkap Fanly Lahingide dan tujuh siswa yang turut dihukum guru hanya menempuh jarak sekitar 68 meter saja.
"Dan kami melihat jarak yang ditempuh para siswa itu cuma 68 meter," ucap Benny Bawensel.
• Nagita Slavina Spontan Sebut 2 Kata Ini Saat Lihat Ayu Ting Ting, Raffi Ahmad Semringah: Cemburu Ya
TONTON JUGA
Benny Bawensel menjelaskan saat ini pihaknya telah memeriksa tujuh orang siswa yang ikut dihukum bersama Fanly Lahingide sebagai saksi.
Sementara jenazah Fanly Lahingide, kini tengah di visum di Rumah Sakit Bhayangkara.
"Kemudian ada tujuh orang saksi yang sedang kita lakukan pemeriksaan," kata Benny Bawensel.
"Dan untuk korban telah kita lakukan visum di Rumah Sakit Bayangkara,"
"Namun untuk hasil autopsi kita masih menunggu dalam beberapa hari ke depan," tambahnya.
• Sebut Kepercayaan Rakyat ke Jokowi Turun Akibat Gibran & Bobby Nyalon, Sudjiwo Tedjo Bocorkan Solusi
Benny Bawensel kemudian membeberkan kronologi tewasnya Fanly Lahingide.
Ia mengatakan sebelum disuruh berlari 20 putaran, Fanly Lahingide dan ketujuh siswa lainnya dihukum untuk berdiri di bawah terik matahari selama 15 menit.
"Jadi keterangan para saksi, bahwa ada tujuh orang siswa yang pada saat itu masuk terlambat," ujar Benny Bawensel.
"Kemudian oleh guru piket diberikan hukuman dijemur di bawa terik matahari kurang lebih 15 menit,"
"Kemudian dilanjutkan lari keliling lapangan sebanyak 20 keliling," tambahnya.
• Emosional Bahas Perppu KPK, Sudjiwo Tedjo Tegas: Cuma dengan Itu Kepercayaan Rakyat ke Jokowi Balik!
Kapolresta Manado itu menjelaskan pihak sekolah sudah dimintai keterangan.
Namun guru piket yang mengukum Fanly Lahingide saat ini tengah dirawat di rumah sakit, sehingga belum dapat diperiksa.
"Untuk pihak sekolah sudah dimintai keterangan," ujar Benny Bawensel.
"Tapi kalau guru piket saat ini belum bisa, karena masih dirawat," tambahnya.
• Mulan Jameela Dilantik, Begini Beda Reaksi Ahmad Dhani dan Dul Jaelani Putra Maia Estianty
Saat ditanya apakah Fanly Lahingide meninggal karena kelelahan, Benny Bawensel enggan menjawab.
Ia menjelaskan dari 20 putaran yang diperintahkan sang guru, Fanly Lahingide baru berlari sebanyak empat putaran.
"Kita belum melihat itu, karena dari 20 putaran baru memasuki putaran ke empat," ucap Benny Bawensel.
"Kemudian siswa tersebut jatuh tersungkur," tambahnya.
• Gaya Krisdayanti di Pelantikan Anggota DPR RI Diperbincangkan, Sang MUA Bubah Alfian Ungkap Ini
Pantauan TribunJakarta.com, saat jenazah Fanly Lahingide tiba di rumah duka, keluarga remaja itu menangis histeris.
Keluarga meraung-raung disamping peti jenazah Fanly Lahingide tak dapat menerima kenyataan.
Sakit, guru yang hukum Fanly belum diperiksa
Kapolsek Mapanget AKP Muhlis Suhani mengatakan, pihaknya belum bisa memeriksa guru piket berinisial CS yang memberikan hukuman lari kepada Fanli hingga tewas dikarenakan masih sakit.
"Gurunya belum bisa diambil keterangan karena saat ini masih sakit.
Informasi dia (CS) masih menjalani rawat jalan," ujar Muhlis saat diwawancarai di kompleks kantor DPRD Sulut, Rabu (2/10/2019).
Muhlis mengatakan, dokter telah melakukan pemeriksaan kepada CS dan tekanan darahnya naik.
"Itu alasannya kita belum bisa periksa. Kalau dipaksakan kemudian terjadi apa-apa, polisi lagi yang disalahkan. Iya, gurunya ikut mendampingi. Namun, saat itu dia syok hingga sakit," ujar Muhlis.
Wakil Gubernur Sulut pinta publik jangan cepat menyalahkan guru piket
Wakil Gubernur Sulawesi Utara Steven Kandouw meminta agar publik tidak terlalu cepat menyalahkan guru piket berinisial CS yang memberikan hukuman lari kepada Fanli.
"Mungkin (siswa) ada sakit atau apa. Logikanya, masak cuma lari terus (meninggal).
Koordinasi itu penting, jangan langsung vonis karena gara-gara gurunya," kata Steven saat diwawancarai di Kantor DPRD Sulut, Rabu kemarin.
Menurut dia, dalam kasus ini harus cari tahu dulu apa penyebabnya.
"Saya pribadi yakin gurunya tidak punya niat menyakiti, apalagi menghilangkan nyawa orang. Kasus ini sementara berproses di kepolisian. Polisi sementara menyelidiki," kata Steven.
Hingga saat ini, kasus tersebut masih dalam penyelidikan kepolisian.
(Kompas.com/ TribunManado.co.id)