Anies Salahkan Sistem e-Budgeting Warisan Ahok, Djarot: Tergantung Manusia yang Input

Penulis: Dionisius Arya Bima Suci
Editor: Suharno
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, saat menghadiri pelantikan anggota DPRD Jakarta periode 2019-2024, di area kantor DPRD DKI Jakarta, Senin (26/8/2019).

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci

TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Mantan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saeful Hidayat angkat bicara soal pernyataan Gubernur Anies Baswedan yang menyalahkan sistem e-Budgeting peninggalan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok.

Menurutnya, sistem tersebut sudah baik dan sangat efektif untuk meminimalisir penggelembungan dana dalam proses penganggaran.

Pasalnya, mesti masih membutuhkan pengawasan secara manual, tapi tidak sembarang orang bisa mengaksesnya.

"Sebenarnya sistemnya itu tergantung pada yang menginput, tergantung manusianya juga siapa yang menginput. Makanyanya yang begitu harus punya pin, kode akses untuk masuk," ucapnya, Kamis (31/10/2019).

"Jadi enggak bisa semua orang bisa masuk input," tambahnya menjelaskan.

Ini Sejumlah Anggaran KUA PPAS DKI Jakarta Dianggap Tak Wajar, Buzzer Rp 5 M & Antivirus Rp 12 M

Mantan Wakil Gubernur era Ahok ini pun menyebut, dengan penggunaan kode akses tersebut, maka melalui sistem ini bisa diketahui siapa saja orang yang menginput anggaran.

Hal ini tentunya bisa memudahkan dalam pengawasan, sehingga bila ditemukan kejanggalan dalam anggaran bisa langsung ditelusuri siapa yang menginputnya.

"Ada passwordnya untuk bisa masuk menginput. Jadi ketahuan siapa yang menginput," ujarnya saat dikonfirmasi.

Sebut Sistem e-budgeting Berjalan Baik Saat Jadi Gubernur, Ahok: Pak Anies Terlalu Over Smart

Seperti diketahui, usulan anggaran yang diajukan Pemprov DKI dalam draf rancangan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) mendapat sorotan dari banyak pihak.

Gubernur Anies pun menyebut, banyaknya angka-angka dalam usulan anggaran ini lantaran ketidakmampuan sistem e-Budgeting dalam melakukan verifikasi secara otomatis.

Menurutnya, meski telah berbasis digital, namun sistem penganggaran yang digunakan Pemprov DKI masih memiliki banyak kelemahan.

"Ini ada problem siatem, yaitu sistem digital tetapi tidak smart. Kalau smart system, dia bisa melakukan pengecekan dan verifikasi," ucapnya, Rabu (30/10/2019).

Gara-gara Anggaran Lem Aibon Bocor, Anies Baswedan Salahkan E-Budgeting Ahok, Padahal KPK Memuji

Untuk itu, seringkali jajaran Pemprov DKI harus kembali menyisir usulan anggaran yang telah dimasukan ke dalam sistem.

"Ini sistem digital tapi masih mengandalkan manual sehingga kalau ada kegiatan-kegiatan ketika menyusun RKPD di situ diturunkan bentuk kegiatannya," ujarnya di Balai Kota, Gambir, Jakarta Pusat.

Untuk diketahui, e-Budgeting yang digunakan Pemprov DKI saat ini merupakan peninggalan Ahok semasa menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2016 lalu.

E-Budgeting ini adalah sistem penyusunan anggaran yang didalamnya termasuk aplikasi program komputer berbasis web untuk memfasilitasi proses penyusunan anggaran belanja daerah.

Saat itu, DKI Jakarta menjadi salah satu daerah yang pertama kali menerapkan sistem penganggaran ini secara penuh.

Sistem ini pun diyakini mampu meminimalisasi korupsi dan menghemat anggaran hingga Rp 4 triliun.

Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) pun sempat memberikan pujian terhadap sistem yang diwariskan Ahok ini lantaran masyarakat bisa ikut melalukan kontrol dan koreksi terhadap anggaran DKI Jakarta. (*)

Berita Terkini