"Saya ditugaskan di Komisi A (bidang pemerintahan), lalu saya sisir anggaran dan salah satu yang saya coba ingin bangun diskusi di publik adalah TGUPP," ucapnya saat dikonfirmasi, Kamis (3/10/2019).
Ia pun menyebut, anggaran ini meningkat sangat drastis, dimana pada awal pembentukannya, anggaran untuk TGUPP hanya sebesar Rp 1 miliar.
Dimana saat itu masih dijabat Jokowi lalu digantikan Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot
"Peningkatannya sangat tajam, kalau enggak salah targetnya 48 dokumen. Jadi kalau dihitung-hitung dengan anggaran itu, sekira Rp 500 juta per dokumen," ujarnya.
Lebih lanjut ia menerangkan, dana yang dikeluarkan untuk TGUPP ini sendiri merupakan sebuah pemborosan anggaran.
Pasalnya, banyaknya anggaran dan personel TGUPP tidak mencerminkan kinerja Gubernur.
"Kalau enggak salah 2016 itu Rp 1 miliar, sekarang mau ke Rp 26 miliar. Ini sangat pemborosan anggaran," kata William.
Terlebih, DPRD DKI Jakarta sendiri mengalami kesulitan untuk melakukan pengawasan terhadap anggaran TGUPP.
Pasalnya, TGUPP bukan merupakan bagian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
"Dilemanya di sini, sudah anggaran besar, hasilnya enggak ada. Kita enggak bisa mengawasi, akhirnya bisa jadi TGUPP jadi bagi-bagi kursi jabatan saja," tuturnya.
6. Anti Virus Rp 12 Miliar
Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta juga menyoroti pembengkakan anggaran di mana di dalam KUA-PPAS pengadaan antivirus dan perangkat lunak dianggarkan Rp 12 miliar.
Sementara dalam APBD 2019, anggaran untuk pengadaan ini hanya Rp 200 juta.
"Sebenarnya dari 2016-2018 kita sewa, cuma Rp 100 (juta) -Rp 200 (juta) begitu. Sekarang mau beli sekitar Rp 12 miliar. Nanti pas rapat komisi kita perjelas Rp 12 miliar apa saja, kenapa harus beli daripada sewa," jelas Anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, William Aditya Sarana di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2019).
"Harus dipertanggungjawabkan sih. Karena kan kita mau menyelamatkan uang rakyat yang selama ini dianggap pemborosan," sambungnya.
William mengatakan secara logika pembengkakan anggaran yang mencapai 60 persen ini tak masuk akal.
Namun pihaknya harus memastikan lebih lanjut kenapa ada pembengkakan anggaran.
"Itu kan dinas, SKPD-nya pusat teknologi buat kependudukan. Kita harus memastikan dulu ke mereka, buat apa ini Rp 12 miliar? Apakah antivirus doang atau buat yang lain. Karena kalau saya sisir cepat saja enggak masuk akal sih," jelasnya. (TribunJakarta.com/WartaKota)