Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, JAGAKARSA - Kepulan asap menyeruak dari Rumah Makan Sate Ubin Toni Cirebon di Kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Sejumlah sate ayam dan kambing yang telah dilumuri bumbu diletakkan di atas panggangan yang telah dipanaskan.
"Cess!" bunyi desis daging bersentuhan dengan panggangan berwarna hitam itu.
Kobaran api sesekali menjulur sekelebat saat seorang karyawan membolak-balikkan sate sembari mengipasinya.
Tak berselang lama, seporsi sate kambing Ubin Toni telah siap untuk disajikan ke meja pengunjung.
Saya pun mencoba memesan satu porsi sate kambing yang menjadi andalan di rumah makan ini.
Tampilan sate kambing itu layaknya sate kambing pada umumnya yang disajikan dengan bumbu kecap, potongan bawang merah dan cabe rawit mentah.
Bedanya, daging kambing yang disajikan terlihat lebih besar.
Sepiring nasi menemani saya menyantap seporsi sate kambing Ubin Toni Cirebon yang sudah cukup dikenal oleh masyarakat itu.
Daging kambing itu terasa empuk begitu digigit. Saat dikoyak gigi pun tak alot.
Sebagian besar pengunjung menyukai menu sate kambing dan sop kambing di rumah makan tersebut.
Daging yang besar serta empuk menjadi alasan mereka datang ke sana.
Rumah makan ini buka sejak pukul 09.00 hingga 23.00 setiap hari.
Daging Kambing Tua Diciprati Air Nanas
Saat ditanya mengenai cara mengolah daging kambing itu, Ahmad Hifni (26), menantu pertama dari pemilik Sate Toni, Oni Chaeruni itu tak bisa menjawab.
Sebab, memang tak ada cara khusus untuk mengolahnya agar empuk.
Ahmad Hifni mengatakan cara mengolah daging kambing agar empuk tak ada bedanya dengan kebanyakan para pedagang sate.
Hanya saja, katanya, daging agar empuk harus memakai daging kambing muda.
Bila Ahmad menggunakan daging kambing tua, tekstur daging akan menjadi keras.
Namun tak jadi soal apabila daging kambing yang diperolehnya sudah tua.
Biasanya, daging kambing tua diciprati air nanas agar empuk.
"Kalau tua caranya agar empuk diciprati air nanas sedikit aja. Kalau kebanyakan, daging akan mudah ancur," terangnya kepada TribunJakarta.com pada Minggu (3/11/2019).
Sate Ubin Habiskan 25-30 kg Daging Sehari
Dalam sehari, rumah makan sate Toni menghabiskan kurang lebih 25 sampai 30 kilogram daging kambing sehari.
Biasanya, Ahmad dan karyawan yang lain telah menyiapkan seribu tusuk sate kambing dan sate ayam untuk menjaga-jaga dari pengunjung yang memesan dalam jumlah yang besar.
"Kalau untuk sop kambing, sekira membutuhkan 15 kg tulang dalam sehari," tambahnya.
Rumah makan itu menjual sate kambing murni dan sate kambing.
Bedanya, sate kambing murni hanya daging kambing saja. Sedangkan sate Kambing biasa dicampur dengan lemak.
"Sate ayam juga gitu, ada yang murni dan biasa. Sesuai selera orang-orang saja," katanya.
Bisa untuk Aqiqah
Rumah makan sate Toni Cirebon juga menerima aqiqah.
Biasanya, pengunjung yang telah jadi langganan banyak yang memesan daging kambing untuk aqiqah.
"Banyak yang mau, kadang mesannya bukan hanya satu ekor kambing saja bisa tiga sampai empat," terangnya.
Satu ekor kambing, bisa dijadikan 400 tusuk sate.
Untuk tulang belulang dari kambing itu bisa dijadikan gulai atau pun sop.
"Jadi misalkan mau aqiqah, sudah dalam bentuk sate. Untuk tulangannya bisa dijadikan gulai atau sop, terserah," tambahnya.
Nama Sate Ubin
Ahmad menjelaskan cikal bakal nama rumah makan sate itu ada kata Ubin.
Sebab, di kawasan itu dulunya tempat pembuatan ubin.
• Tawuran Pecah di Kolong Flyover Rawa Buaya Dini Hari Tadi, Polisi Tangkap Sejumlah Pelaku
• BERLANGSUNG Live Streaming Madura United Vs Persipura: Mutiara Hitam Waspada Performa Tuan Rumah
• Cerita Isa Chemonk, Petugas UPK Badan Air Jakarta Barat Hobi Musik Hingga Lagu Ciptaannya Jadi RBT
• Tampil Menekan, Persija Jakarta Sudahi Perlawanan Tira Persikabo dengan Skor 2-0
Oleh karenanya, banyak toko-toko di sekitar sana memakai nama Ubin.
"Dulunya di sini dinamakan ubin karena ada kawasan pabrik ubin. Sekarang udah enggak ada lagi. Tapi namanya masih dipakai seperti Cafe Ubin dan Sate Ubin," jelasnya.
Meski Pabrik Ubin kini telah mati, namanya masih hidup di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan itu.