Polemik Anggota TGUPP Rangkap Jabatan

DPRD DKI Soroti Anggota TGUPP Rangkap Jabatan, Prasetyo Edi Singgung OTT

Penulis: MuhammadZulfikar
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi saat ditemui di kantornya, Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (12/11/2019).

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Komisi E DPRD DKI Jakarta keberatan dengan adanya rangkap jabatan yang dilalukan oleh anggota Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).

Hal ini terkuak setelah anggota TGUPP bernama Haryadi diketahui merangkap jabatan menjadi Dewan Pengawas (Dewan) di beberapa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Jakarta.

Hal ini pun disayangkan oleh anggota Komisi E DPRD dari Fraksi PDIP Merry Hotma. Menurutnya, sebagai anggota TGUPP yang bertugas untuk mendorong percepatan pembangunan di Jakarta, tidak seharusnya Hariyadi berada di dalam sistem pemerintahan.

"Dengan dia double job, ada di sistem pemerintahan, padahal dia juga pelaksana percepatan, itu menjadi tidak fair," ucapnya, Senin (9/12/2019).

Ia pun menyebut, hal ini bisa menyebabkan tidak maksimalkan Pemprov DKI Jakarta dalam bekerja.

"Pantas saja selama ini enggak ada terobosan yang strategis dari TGUPP," ujarnya saat ditemui di Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

Untuk mengatasi masalah ini, Komisi E DPRD DKI akan segera memanggil Haryadi dalam waktu dekat guna meminta penjelasan soal rangkap jabatan yang dijalaninya.

Pasalnya, selama ini seluruh gaji atau upah yang diterima oleh TGUPP berasal dari dana APBD.

"Nanti mungkin (kami panggil) di bulan Januari atau Februari," tambahnya.

Minimnya kontribusi TGUPP dalam mengebut pembangun di Jakarta ini pun sangat disayangkan oleh politisi 57 tahun itu.

Bahkan, ia menyarankan untuk membubarkan TGUPP lantaran selama ini membebani APBD, namun minim kontribusi.

"Selama tiga tahun adanya TGUPP enggak ada yang strategis, enggak ada yang signifikan. Bubarkan saja, karena sistem anggaran kita jadi rusak," tuturnya.

Nama Haryadi yang terdaftar sebagai Dewas RSUD di Jakarta sendiri terkuak saat rapat pembahasan Rancangan APBD 2020 yang digelar oleh Komisi E DPRD DKI bersama Dinas Kesehatan DKI pada Minggu (8/12/2019) lalu.

Hal ini terungkap saat anggota dewan mempertanyakan usulan anggaran sebesar Rp 211.261.548 yang dimasukan dalam Badan Layanan Umum Darah (BLUD) RS Koja.

Kemudian, Wakil Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Khafifah Any menjelaskan, dana itu merupakan dana patungan dari tujuh rumah sakit yang nominalnya berbeda-beda untuk satu tim dewan pengawas.

Dimana satu Tim Dewas itu akan mengawasi dan membina tujuh RSUD di Jakarta, yaitu RSUD Koja Jarta Utara, RSUD Koja, Jakarta Utara, RSUD Cengkareng, RSUD Tarakan, RSUD Pasar Minggu, RSUD Pasar Rebo, RSUD Budi Asih, dan RSUD Duren Sawit.

Dari situ-lah kemudian Khafifah menjabarkan nama-nama Dewas tersebut dan terungkap satu diantaranya merupakan Haryadi yang juga merupakan anggota TGUPP.

Kecurigaan DPRD DKI Jakarta

Anggota Komisi E DPRD DKI Merry Hotma mencurigai banyak anggota Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang merangkap jabatan di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Politisi PDIP ini pun menuding Pemprov DKI sengaja menempatkan anggota TGUPP itu ke dalam tubuh BUMD.

Kecurigaan ini bukan tanpa alasan, sebab dalam rapat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2020 pada Minggu (8/12/2019) lalu, terungkap anggota TGUPP bernama Haryadi merangkap jabatan menjadi Dewan Pengawas (Dewas) di beberapa RSUD di Jakarta.

"Ini baru yang ketahuan ya, belum yang enggak ketahuan. Bisa saja di BUMD lain atau di mana," ucap Merry, Senin (9/12/2019).

Dijelaskan Merry, rangkap jabatan yang dilakukan anggota TGUPP ini selain bisa mengganggu kinerja Pemprov DKI juga bisa menimbulkan konflik kepentingan.

Dimana TGUPP yang bertugas untuk mempercepat pembangunan di ibu kota tidak boleh berada dalam sistem pemerintahan daerah.

"Iya (bisa menimbulkan) konflik interest dan tidak fokus. Ini kan temen-temen TGUPP percepatan kan? Gimana dia mau cepat kalau kakinya dua," ujarnya di Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

Hal ini pun disayangkan oleh Merry lantaran selama ini gaji seluruh anggota TGUPP berasal dari APBD, namun ternyata malah minim prestasi.

"Selama tiga tahun adanya TGUPP enggak ada yang strategis, enggak ada yang signifikan, bubarkan saja karena sistem anggaran kita jadi rusak," kata dia.

Prasetyo Edi singgung OTT

Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) kembali menuai polemik.

Pasalnya, terkuak salah satu anggota TGUPP ternyata merangkap jabatan sebagai Dewan Pengawas (Dewas) sejumlah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Jakarta.

Bahkan, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi berkelakar akan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap anggota TGUPP itu.

Hal ini disampaikannya saat pemimpin rapat paripurna Badan Anggaran (Banggar) yang membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2020 di Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

"Terus terang saja, saya mau OTT yang namanya TGUPP. Ini sudah jadi pola baru di Pemerintah Daerah," ucap dalam rapat, Senin (9/12/2019).

Politisi PDIP ini juga menyebut, kewenangan TGUPP yang tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 16/2019 tentang TGUPP sudah melebih Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Dimana salah satu tugas TGUPP dalam Pergub 16/2019 itu ialah 'melaksanakan pemantauan proses perencanaan dan penganggaran oleh perangkat daerah'.

"Ini (tugas TGUPP) sudah sampai ke SKPD. Akhirnya terjadi kegalauan SKPD tak berani menyerap," ujarnya.

Untuk itu, ia pun meminta kepada Pemprov DKI untuk mengevaluasi kinerja TGUPP yang selama ini dinilai minim kontribusi.

"Jadi tolong teman-teman, ini mau mau dipakai (TGUPP), kajiannya seperti apa pak Sekda? Dikasih Rp 18,9 miliar ini dipakai untuk apa saja? Tolong kasih tahu ke sana," kata Prasetyo.

Wewenang melebihi SKPD

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menilai kewenangan yang diberikan kepada Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) melebihi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Hal ini disampaikannya saat memimpin rapat paripurna Badan Anggaran (Banggar) di Gedung DPRD DKI, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

"Saya sudah lihat Pergubnya, saya bukannya subyektif. Permasalahan TGUPP ini melebihi kapasitasnya daripada SKPD," ucapnya dalam rapat, Senin (9/12/2019).

Pergub yang dimaksud Pras ialah Pergub Nomor 16 Tahun 2019 tentang TGUPP, dimana dalam peraturan tersebut terdapat sembilan tugas TGUPP.

Salah satunya menyebutkan bahwa tugas TGUPP ialah melaksanakan pemantauan proses perencanaan dan penganggaran oleh perangkat daerah.

"Saya lihat Pergubnya luar biasa, TGUPP seharusnya beri masukan ke Gubernur bukan SKPD," ujarnya.

"Tapi ini malah sudah sampai SKPD, akhirnya terjadi kegalauan dan SKPD enggak berani menyerap," tambahnya menjelaskan.

Jelang Timnas U-23 Indonesia Vs Vietnam- Garuda Muda Ingin Akhiri Puasa Gelar, Pelatih Lawan Bungkam

Bolehkah Cuci Rambut Dilakukan Setiap Hari? Begini Penjelasan Ahlinya

Bobol ATM Pakai Mesin Las, Perampok di Pondok Aren Bawa Kabur Uang Rp 800 Juta

Pelatih Timnas Vietnam Tunjukkan Sikap Tak Lazim Jelang Hadapi Indonesia di Final SEA Games

Hal ini pun semakin diperparah dengan terungkapnya anggota TGUPP berama Haryadi yang ternyata merangkap jabatan sebagai Dewan Pengawas (Dewas) sejumlah Rusah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Jakarta.

Ini berarti, anggota TGUPP itu mendapat dua gaji yang berasal dari sumber yang sama, yaitu dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Kalau dia hanya memberi informasi ke Gubernur ya sah saja, tapi kalau pendapatan daerah terganggu kan masalah juga," kata Pras.

Hal ini pun turut diamini oleh Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Idris Ahmad yang menyebut, kewenangan yang diberikan kepada TGUPP telah melewati batas.

"Kewenangan (TGUPP) menurut anggota dewan kebablasan ya ini," tuturnya dalam rapat. (TribunJakarta.com)

Berita Terkini