"Artinya apa yang harus diambil pelajaran, bahwa birokrasi harus mencoba jangan kalah sama mereka."
Mendengar itu orang yang ada di studio tersebut sontak tertawa.
"Yang digajinya besar, kemudian bajunya tidak menarik, itu birokrat dari Senin sampai Jumat baju itu (saja)," ujar Dedy.
"Upacaranya tidak menarik, tidak menjadi tontonan," kata Dedy.
Menurut Dedy, salah satu pemicu tatanan birokrasi menjadi tidak menarik karena hilangnya ruh kebangsaan dari anggotanya.
Sebab aturan dalam birokrasi saat ini dipotong menjadi tatanan normatif yang kaku.
"Kenapa? Karena dalam birokrasi kita ada yang hilang yaitu ruh kebangsaan,"
"Kenapa ruh kebangsaanya hilang? Karena tatanya menjadi tata yang normatif yang kaku," jelas Dedy.
Menurutnya, tatanan yang kaku pada birokrasi tersebut justru melahirkan anggota-anggota yang tidak kreatif dan memengaruhi kinerja.
• Gara-gara Bentuk Alisnya, Siswi SMA di Sumsel Dihina hingga Ditendang Guru: Saya Dikatain Anak Jin
"Tata aturan yang kaku itu melahirkan ketidak kreatifan, sehingga tunjangan kinerja daerah setiap tahun tidak mempengaruhi kinerja,"
"Karena ruhnya hilang, karena nilai-nilai sejarah masa kini dengan masa lalunya dihapus," jelas Dedy tegas.
Dedy menjelaskan dihapusnya nilai-nilai sejarah dalam tatanan birokrasi menjadi arah pengabdian anggotanya tidak jelas.
"Arah pengabdiannya menjadi tidak jelas," ungkap Dedy.
Dedi Mulyadi kemudian membandingkan masyarakat yang tampak antusias saat melihat raja meski pun raja tersebut adalah palsu.
Menurutnya kehadiran seorang raja dengan iring-iringannya yang unik jauh lebih menarik bagi masyarakat dibandingkan dengan para birokrat.
Berkaca dari hal tersebut, Dedy menyarankan agar para birokrat meniru gaya anggota kerajaan tersebut.
Dedy menyarankan agar para birokrat mengeluarkan kreativitas mereka dan diaplikasikan dalam tatanan birokrasi.
"Sedangkan misalnya seorang raja walau pun palsu, bisa membuat histeria para pengikutnya,"
"Apa yang harus dilakukan birokrat kita, kenapa tidak meniru kecerdasan mereka?"
"Kenapa tidak sekreatif mereka?" ujar Dedy.
Dedy pun coba menjadikan surat pemerintahan sebagai contoh.
Menurutnya akan lebih menarik bila isi surat birokrasi dirubah menjadi kalimat pujangga atau kalimat sastra.
Hal itu dinilainya akan menjadi lebih menarik sehingga surat akan dibaca secara utuh dengan baik.
"Menciptakan birokrasi menjadi seorang sastrawan, jadi suratnya menjadi menarik,"
"Kalimatnya menjadi kalimat pujangga, jadi ketika seorang bupati, seorang gubernur mengirim surat kepada masyarakat suratnya dibaca dengan baik,"
"Kalau surat sekarang birokrasi, pasti dimulai dengan kalimat, disampaikan dengan hormat, semuanya rata," terangnya.
SIMAK VIDEONYA: