Hal ini tentunya berbeda dengan suku Baduy Dalam yang tidak diperkenankan memakai celana, melainkan memakai samping sesuai aturan adatnya.
"Meskipun boleh naik kendaraan, kita (Baduy Luar) tetap mematuhi aturan seperti hanya boleh memakai baju warna hitam dan putih. Sementara bawahannya warna hitam, hijau dan putih. Jadi kita tetap enggak boleh pakai yang warna merah sesuai aturan adat dari dulunya," sambungnya.
Setiap kali membawa barang dagangannya, Asep mengatakan tak pernah menentukan tujuannya.
Kota manapun selalu ia jelajahi dengan berjalan kaki dan hanya menggunakan kereta satu kali untuk perjalanan berangkat dan pulang saja.
Sementara untuk jumlah barang bawaannya tak pernah menentu, biasanya untuk madu khas dari desanya, ia biasa membawa 10 botol dengan harga jual Rp 120 ribu sampai Rp 150 ribu.
"Kita semua kalau bawa dari kampung enggak pernah tentu. Biasanya saya bawa madu bisa 10 botol. Kalau lindang tenun bisa 5 dan dijual Rp 50 ribu. Sementara tas ini mahal biasanya saya jual Rp 100 ribu karena dari kulit pohon trep," ungkapnya.
Kendati demikian, Asep menuturkan berapa banyak pun barang yang dibawanya pasti selalu habis dalam waktu satu minggu.
"Dari dulu saya ikut bapak sampai sekarang sendiri, jualan ini semua biasanya habis dalam satu minggu. Jika habis semua keuntungan saya setengah dari pendapatan, itu belum dikurangi biaya makan selama keliling," katanya.
Meskipun pendapatan bersihnya tak banyak, Asep mengaku senang bisa menjual produk desanya ke luar.
Sebab, bila mengandalkan wisatawan yang berkunjung, tentu saja istrinya, Maya (20) dan anaknya, Nita (1,5) hidup pas-pas.
"Tapi pas sampai rumah ya lumayan aja. Karena kan kita buat sendiri. Lindang sama tas itu kita buat sendiri dan tenun sendiri. Jadi kalau semua habis seminggu, pasti lumayan uangnya pas dibawa pulang," katanya.
Tidur dimana saja
Selama satu minggu berkeliling dari satu kota ke kota lain, tentunya Asep memikirkan dimana dia akan tidur.
Meskipun kakinya kuat melangkah sejauh apapun selama seminggu tanpa alas kaki, tetap saja dirinya membutuhkan waktu beristirahat.
Untuk itu, ia selalu memilih pos polisi dan masjid sebagai tempatnya bermalam.