Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman Tohir
TRIBUNJAKARTA.COM, CIPUTAT - Wakil Wali Kota Tangerang Selatan Benyamin Davnie, mengungkapkan, warga Rawa Lele, Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan, tidak hanya terjangkit chikungunya, tetapi juga leptospirosis.
Leptospirosis disebabkan bakteri leptospira interrogans yang disebarkan melalui kencing tikus.
Dalam beberapa kasus bisa juga disebarkan oleh hewan lain yang terinfeksi, seperti anjing, sapi atau babi.
Gejalanya mirip dengan chikungunya. Penderita chikungunya dan leptospirosis sama-sama mengalami demam tinggi, nyeri otot, sakit kepala hingga mata merah dan muntah.
"Informasi sementara tidak semua chikungunya, sekarang tinggal lima, selebihnya sudah sembuh. Dikhawatirkan itu bulan chikungunya semuanya. Sebagian karena letospirosis."
"Bakteri yang disebabkan oleh tikus pada saat banjir kemarin," papar Benyamin melalui sambungan telepon.
Kalau leptospirosis ditularkan melalui urin tikus, chikungunya ditularkan melalui nyamuk aedes aegypti.
Kesamaannya, kedua penyakit itu biasa muncul di wilayah yang terrendam banjir.
Ketua RW 10 Rawa Lele, Jombang, Sofyan, mengatakan, penyakit pada warganya berupa gejala demam dan sakit di bagian persendian memang muncul usai banjir pada 1 Januari 2020 lalu.
"Jadi memang habis banjir hebat awal Januari itu, warga mulai dah pada lemas enggak bisa gerak, demam, pada sakit sendinya," ujar Sofyan.
Banyak kandang ayam dan tempat sampah tak terurus
Kawasan Kampung Rawa Lele, Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel), dinilai kotor dan menjadi biang berkembangnya wabah chikungunya.
Hal itu diungkapkan pelaksana tugas Kepala Dinas Kesehatan Tangsel, Deden Deni saat ditemui di kantornya, Serpong, Rabu (12/2/2020).
"Memang lingkungannya enggak sehat. Enggak bersih, sanitasinya kurang bagus," ujar Deden.
Sanitasi yang buruk membuat Kawasan yang dikelilingi kebun itu rawan menjadi perkembangan nyamuk aedes aegypti.
"Biasa kalau musim hujan ada wabah yang mengikuti, seperti DBD, chikungunya," ujarnya.
Hal yang sama juga diutarakan Kepala Puskesmas Jombang, Mulyadi.
Mulyadi mengatakan, di Rawa Lele masih banyak tempat sampah dan kandang ayam yang kurang terurus.
"Karena lingkungan kurang bersih banyak tempat sampah dan kandang ayam," jelasnya.
Seperti diberitakan TribunJakarta.com sebelumnya, Kampung Rawa Lele sedang ramai wabah chikungunya.
Ketua RW 10, Sofyan, menyebut ada 70 warganya yang terjangkit virus yang ditularkan nyamuk aedes aegypti itu di RT 1, 2, 4 dan 6.
Salah seorang warga bahkan menyebutkan, jumlah yang terjangkit lebih dari 100 orang.
Dinkes Tangerang Selatan Tak Bangun Posko di Rawa Lele
Pelaksana tugas Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Tangerang Selatan (Tangsel), Deden Deni, mengatakan, pihaknya belum perlu membuka posko kesehatan di Kampung Rawa Lele.
Seperti diberitakan TribunJakarta.com sebelumnya, Kampumg Rawa Lele, yang berlokasi di kelurahan Jombang, Ciputat, itu sedang ramai wabah chikungunya.
Ketua RW 10, Sofyan, menyebut ada 70 warganya yang terjangkit virus yang ditularkan nyamuk aedes aegypti itu di RT 1, 2, 4 dan 6.
Salah seorang warga bahkan menyebutkan, jumlah yang terjangkit lebih dari 100 orang.
"Enggak sih, belum perlu bangun posko itu. Kita juga lagi mengedukasi masyarakat bahwa tidak seheboh seperti pemberitaan," ujar Deden saat ditemui di Kantor Dinas Kesehatan Tangsel, Serpong, Rabu (12/2/2020).
Menurutnya, warga masih bisa berobat ke puskesmas setempat.
"Belum perlu ada posko. Masyarakat masih bisa ke puskesmas," jelasnya.
Menurut Deden, warga yang terjangkit chikungunya di Rawa Lele, tak lebih dari 20 orang.
Bahkan saat ini sudah banyak yang sembuh dan tersisa lima orang yang masih terjangkit.
"Kurang lebih 20, dan tidak semuanya keluhannya seperti itu. Sebagian besar sudah sembuh, yang masih belum pulih lima orang," ujarnya.
Bikin gempar Tangerang Selatan
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tangerang Selatan (Tangsel), Imbar Umar Gozali, mengatakan, wabah chikungunya baru kali ini menggemparkan Tangsel.
Menurutnya, Tangsel tidak memiliki riwayat ramai terjangkit virus yang ditularkan nyamuk aedes aegypti itu.
"Tahun-tahun lalu enggak pernah. Yang gempar itu demam berdarah, chikungunya itu baru tahun ini," ujar Imbar di Serpong, Rabu (12/2/2020).
Imbar mengatakan, wabah cikungunya mirip dengan demam berdarah dengue (DBD), karena sama-sama ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti.
"Chikungunya sama DBD penyebabnya sama, aedes aegypti, nyamuk juga penyebabnya. Cuma dampaknya tidak sehebat demam berdarah. Kalau demam berdarah kan bisa sampai mati, kalau chikungunya tidak pernah sampai mati, dia infeksi hebat saja," paparnya.
Meski begitu, chikungunya tidak sampai berakibat kematian.
Imbar menjelaskan, gejala cikungunya membuat penderitanya demam, mengigau dan mengalami sakit pada bagian persendian.
"Panas tinggi banget, ngigau, ya sendi," jelasnya.
Penyembuhannya sendiri membutuhkan obat dari dokter yang disesuaikan dosisnya.
"Tergantung berobatnya sesaorang, kan dosis obat kalau 500 miligram, untuk berat 50 kilo, dia cepat reaksinya. Tapi kalau berat 80 kilo kan beda lagi," ujarnya.
Untuk pencegahan, Imbar menyarankan warga agar bersih-bersih lingkungan sekitar, utamanya dari genangan.
"Pertama itu kebersihan lingkungan, air genangan," jelasnya.
Permintaan Anggota DPRD Tangsel
Anggota DPRD Tangerang Selatan (Tangsel), dari Fraksi PSI, Alexander Prabu, memantau langsung kondisi kampung Rawa Lele, Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel) yang terjangkit wabah cikungunya.
Ia melihat langsung puluhan warga kampung yang lemas lantaran persendiannya sakit dan tak berdaya neraktivitas seperti biasa.
Menurut Alex, panggilan karibnya, virus yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti itu disebabkan karena lingkungan yang kotor.
"Keadaan lingkungan kurang terawat, karena masih banyak tanah kosong dan tak terawat milik salah satu pengembang," ujar Alex melalui sambungan ponsel, Rabu (12/2/2020).
Yang terpenting saat ini, adalah pengobatan bagi warga yang terjangkit.
Telebih, melakukan pencegahan agar persebaran cikungunya tidak meluas.
"Dinkes harua menurunkan tim medis untuk mengadakan pengobatan dan pencegahan bagi masyarakat yang belum terkena. Kemudian cari tahu kenapa hanya RW 10 RT 01 yang banyak terkena," jelasnya.
Alex juga meminta agar Pemkot Tangsel bisa mendeteksi secara tepat penyebab munculnya cikungunya itu.
"Cek penyebab, lingkungankah, pola hidup buang sampah dan lain-lain. Semua temuan harus dicarikan solusi agar tak terulang lagi. Jadikanlah puskesmas sebagai pusat edukasi kesehatan masyarakat," jelasnya.
Alex juga menambahkan, "Perbanyak petugas medis puskesmas atau Dinkes menangani keadaan ini dan turun ke lokasi, buka posko pengobatan. Jangan setelah diminta baru jalan. Sedikit berempati pada masyarakat yang mendapat bencana."
Derita warga kampung Rawa Lele
Jaya (60) masih belum bisa bergerak bebas.
Ditemui di rumahnya di bilangan RT 1 RW 10 Kampung Rawa Lele, Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel), hanya bisa duduk lemas di pelataran rumahnya.
Jaya sudah sebulan merasa lemas, persendiannya ngilu dan ototnya terasa pegal.
"Ini tangan pada sakit, kaki, sudah lama, sebulan lalu lah," ujar Jaya sambil memegangi kakinya, Selasa (11/2/2020).
Saking sulit digerakkan karena ngilu dan sakit di bagian persendian, Jaya sampai tidak bisa memakai baju seorang diri.
"Ini saja saya susah pakai baju harus dibantu orang perempuan," ujarnya.
Badannya juga ikut meriang, bahkan sampai naik dan membuat sakit di kepala.
Saat itu, sekira selama tiga minggu, Jaya sulit makan, ia tidak berselera.
"Sudah tiga minggu saya tidak makan nasi, enggak kepengen, enggak enak gitu. Nyemil saja," ujarnya.
Jaya sudah berobat ke klinik, dan didiagnosa gejala chikungunya. Setelah minum obat kondisinya mulai membaik.
"Katanya gejala chikungunya," singkatnya.
Sementara hal yang sama dirasakan Arsan (63), ia juga mengalami sakit di bagian persendian.
Ia juga sulit memakai baju, karena sikunya sulit digerakkan. "Pakai baju saja susah," jelasnya.
Terlebih, bagian tubuhnya tersapat bercak merah yang lama-kelamaan menghitam.
"Begitu tiga hari parah, muncul merah, semua nih merah," ujar Arsan.
Soal tidak enak makan setelah merasakan sakit pada bagian persendian juga dialami Radin.
Ia bahkan tidak bisa merasakan manisnya gula yang diseduh dalam teh.
"Enggak enak makan, cuma saya paksain, pahit gitu. Orang teh manis saja berasanya pahit," ujar Radin warga Kampung Rawa Lele.
Sebanyak 100-an warga Rawa Lele merasakan gejala penyakit yang mirip chikungunya itu.
Hal itu bermula sejak awal Januari 2020 pascabanjir besar melanda.