Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNJAKARTA.COM, SEMANGGI - Polda Metro Jaya menyatakan ketiga tersangka klinik aborsi ilegal di Paseban, Jakarta Pusat bisa dikenakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, pasal tersebut dijerat usai pihak kepolisian melakukan pemeriksaan rekening dari ketiga tersangka dengan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
"Kami masih menyelidiki dan menggelar dengan sesuai mekanisme dulu. Tapi nanti kita arahkan kesana (UU TPPU, Red)," kata Yusri kepada Tribunnews, Rabu (19/2/2020).
Namun demikian, Yusri menyebutkan belum bisa menjelaskan lebih rinci penggunaan aliran dana tersangka yang ditaksir mencapai sebesar Rp 5,5 milliar dalam 21 bulan tersebut.
Dia hanya menyebutkan, hasil penyelidikan rekening milik tersangka juga akan diarahkan untuk mencari para bidan lain yang melakukan praktik serupa.
• Bongkar Septic Tank di Klinik Aborsi Paseban, Polisi Bawa Satu Karung Lebih Janin
"Dari hasil pemeriksaan rekening membantu penyidik bisa mengetahui para bidan-bidan yang lain atau kemungkinan apakah ada dokter-dokter lain selain dokter S yang masih buron," tukas dia.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya membongkar praktik klinik aborsi ilegal di daerah Paseban, Jakarta Pusat pada Selasa (11/2/2020).
Dalam kasus tersebut terdapat tiga tersangka yakni MM alias dokter A. SI, dan RM. Tercatat, ada 1.600 orang lebih telah mendatangi klinik ilegal tersebut dan 900 diantaranya telah menggugurkan kehamilan mereka.
Adapun alasan pasien yang datang ke klinik ilegal di Paseban, rata-rata karena hamil diluar nikah, persyaratan kerja yang tidak boleh hamil, dan gagal KB.
Dalam penentuan tarifnya, klinik tersebut menetapkan tarif yang berbeda pada setiap pasiennya. Janin satu bulan Rp 1 juta, dua bulan Rp 2 juta, dan tiga bulan Rp 3 juta.
Sementara untuk pasien yang menggugurkan janin berusia diatas empat bulan, dokter yang membuka praktik ilegal ini mematok harga dari Rp 4-15 juta.
Ratusan pasien terancam dijerat pidana
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, proses pidana tidak hanya bisa dilakukan kepada klinik praktik aborsi ilegal di Paseban, Jakarta Pusat.
Namun, pasien yang mengugurkan kandungan juga bisa dijerat pidana.
Yusri mengatakan, aturan tersebut mengacu di dalam UU 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.
"Mereka juga bisa dihukum kan dalam UU kesehatan ada," kata Yusri kepada Tribunnews.com, Rabu (19/2/2020).
Menurut Yusri, rata-rata pasien klinik Paseban yang mengugurkan kandungan atau aborsi adalah kasus hamil di luar nikah.
"Rata-rata memang hamil di luar nikah, kemudian juga dia mau kerja persyaratannya harus tidam boleh hamil, tapi saat itu dia hamil," jelas dia.
Namun demikian, pihak kepolisian mempunyai kendala untuk mencari identitas ratusan pasien yang telah mengugurkan kandungan di klinik aborsi illegal Paseban.
"Kenapa mereka memilih klinik aborsi Paseban? Karena disitu bisa menyimpan rahasia pribadi dan mereka gak perlu mencantumkan alamat mereka, yang ada hanya nama dan umur," tukas dia.
Dikira klinik anak
Sebuah klinik aborsi ilegal di kawasan Paseban, Jakarta Pusat, dibongkar aparat Polda Metro Jaya, 11 Februari 2020 lalu.
Tiga tersangka ditangkap dalam pengungkapan itu, yakni MM alias dokter A, RM, dan SI.
Pengungkapan praktik klinik aborsi ilegal ini berawal dari informasi warga yang mengadukan melalui situs web.
Klinik aborsi ilegal ini diketahui telah beroperasi selama 21 bulan.
Para tersangka menyewa sebuah rumah di Jalan Paseban Raya Nomor 61 untuk melancarkan praktik aborsinya.
Lalu bagaimana aktivitas di klinik aborsi itu menurut warga?
Aktivitas tak dicurigai warga
Saat Kompas.com berkunjung ke klinik aborsi illegal itu, situasi rumah yang disewakan untuk menjadi klinik itu memang terlihat seperti rumah tinggal biasa.
Warga di kawasan klinik itu pun mengaku kaget saat tahu salah satu rumah tetangganya dijadikan tempat praktik aborsi.
Tursila, penjaga warung di dekat klinik aborsi itu mengatakan, klinik itu hanya didatangi tiga atau empat orang setiap harinya.
Sehingga tak membuat curiga warga.
"Kayak biasa-biasa saja, tidak ada yang menonjol. Karena memang sepi seperti tidak ada aktivitas, mobil juga tidak berderet," ujar dia.
Pengunjung yang datang, kata Tursila, memang diakui kebanyakan dari kalangan muda.
"Kebanyakan memang umur-umur 20-an lah yang masih muda. Tapi ada juga yang bawa anak kok," kata dia.
Dikira klinik anak
Karena tidak terlihat sebagai tempat aborsi, warga Paseban malah mengira klinik itu sebagai klinik anak.
"Iya kan banyak pelanggan klinik beli minuman, nah kalau saya tanyain mau ngapain pasti bilangnya mau periksa ke dokter anak, ya saya pikir mah itu klinik anak," ujar Tursila.
Selama dia mengantarkan minuman ke klinik itu, Tursila mengaku tak tahu jika selama ini rumah yang ia kira klinik itu tempat praktik aborsi.
Pengunjung hingga karyawan klinik tertutup
Meski tidak terlihat sebagai klinik aborsi, ada yang aneh aktivitas di klinik itu.
Chandra Setiawan (33), karyawan restorasi vespa yang bertetanggaan dengan klinik itu mengatakan, para pelanggan klinik kebanyakan mengantar sampai ke halaman.
Sehingga wajah-wajah pelanggan tidak terlihat.
Bahkan, biasanya jika diantar naik ojek online maupun mobil, mereka menggunakan masker atau menutupi wajahnya dengan kain.
"Siapa-siapanya saya tidak tahu nih, pokoknya mereka masuk tuh kayak menutup identitas, kadang naik mobil diantar sampai halaman, kadang juga kalau ada di antar depan gerbang, langsung buru-buru masuk sambil tutupin wajahnya," ujar dia.
Selain pelanggan yang menyembunyikan identitasnya, para karyawan klinik itu pun, kata Chandra, tak berbaur.
Mereka seolah menjauh dari tetangga.
Hal tersebut membuat warga tak mengetahui apa aktivitas di dalam klinik itu.
Pernah digrebek
Aktivitas di klinik aborsi itu pun terungkap saat polisi menggrebek kegiatan itu.
Paman, warga RT 004 RW 007 mengatakan, klinik aborsi di Jalan Paseban Raya sudah pernah digerebek polisi.
Namun, ia tak menjelaskan detail kapan klinik itu pernah digerebek.
"Sudah pernah digerebek dulu, nah tahunnya saya tidak ingat jelas. Orang sempat dipolice line kok dulu," ucap Paman.
Paman mengatakan, saat itu jumlah pelanggan klinik aborsi tersebut lebih banyak.
Jam operasionalnya pun lebih lama, hingga pukul 00.00 WIB.
Operasional klinik itu sempat berhenti setelah digrebek polisi.
Bahkan menurut Paman, MM alias A, dokter yang praktik itu juga ditangkap saat penggrebekan saat itu.
"Kalau sekarang kan empat tiga orang ya yang datang kaya tamu. Kalau dulu ramai banget," ujar Paman.
Namun, ia bersyukur akhirnya klinik aborsi ilegal itu terungkap kembali.
"Bersyukur lah, kan kita was-was juga ada tempat begitu di daerah sini. Kan yang kena sial kita nanti," ujarnya.
Pelaku 2 wanita 1 pria
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Polisi Yusri Yunus, mengatakan tiga pelaku ini terdiri dari dua wanita dan satu pria.
Ketiganya berinisial MM alias A (46), RM (54) dan SI (42).
"Tiga tersangka berhasil kami amankan," kata Yusri, saat konferensi pers, di Jalan Paseban Raya, Jakarta Pusat, Jumat (14/2/2020).
Ketiga pelaku ini membuka praktik ilegal sejak 2018, tepatnya telah berjalan selama 21 bulan.
Mereka membuka praktik aborsi ilegal di sebuah rumah berpagar cokelat dan berdinding putih.
Kini, rumah tersebut telah dipasang garis polisi.
Akibat perbuatannya, ketiga pelaku dapat dikenakan Pasal 83 Jo Pasal 64 Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, dan atau Pasal 75 Ayat 1.
Bisa juga dikenakan Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78, UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran, dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 Ayat 2 Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
"Pasal 83 Jo Pasal 64 UU RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan dapat dipidana penjara maksimal lima (5) tahun," ucap Yusri.
"Pasal 75 Ayat 1, Pasal 76, 77, 78 UU RI nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, dapat dipidana penjara lima tahun atau denda paling banyak Rp 150 juta," tambahnya.
Sementara, Pasal 194 Jo Pasal 75 Ayat 2 Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, pelaku dapat dipidana sepuluh tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Kini, mereka telah ditetapkan statusnya, tersangka.
Dari tangan pelaku, polisi juga mengamankan barang bukti berupa obat-obatan dan sebagainya.
Dalam penentuan tarifnya, klinik tersebut menetapkan tarif yang berbeda pada setiap pasiennya. Janin satu bulan Rp 1 juta, dua bulan Rp 2 juta, dan tiga bulan Rp 3 juta.
Sementara untuk pasien yang menggugurkan janin berusia diatas empat bulan, dokter yang membuka praktik ilegal ini mematok harga dari Rp 4-15 juta. (KOMPAS.com/Cynthia Lova/TribunJakarta/Tribunnews.com)