TRIBUNJAKARTA.COM- Dua ganda putra Indonesia Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo dan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan dipastikan telah mengantongi tiket ke Olimpiade 2020 yang berlangsug Jepang.
Pelatih ganda putra Indonesia, Herry Iman Pierngadi meminta agar Marcus/Kevin dan Ahsan/Hendra menjadikan Olimpiade 2020 sebagai target utama tahun ini.
1. Ahsan/Hendra ubah gaya main
Ahsan/Hendra dinilai Herry Iman Pierngadi, lebih lepas dari sorotan publik jelang Olimpiade 2020 di Tokyo, Jepang, 24 Juli-9 Agustus mendatang.
Ahsan/Hendra diproyeksikan akan turun menjadi salah satu wakil Indonesia pada nomor ganda putra pada Olimpiade 2020.
Menurut Herry Iman Pierngadi, Ahsan/Hendra lebih lepas jelang Olimpiade 2020.
"Kalau dari bahasa mereka, saya menangkapnya mereka merasa bahwa mereka ganda putra nomor dua. Itu jadi menguntungkan ke mereka, karena orang lebih berharap ke Marcus/Kevin," kata Herry saat ditemui BolaSport.com di Pelatnas PBSI, Jakarta.
"Karena itu, saat Marcus/Kevin tersisih pada Kejuaraan Dunia, mereka sempat panik karena bebannya pindah ke mereka. Namun, akhirnya Ahsan/Hendra bisa mengatasi itu," tuturnya melanjutkan.
2. Kesempatan kedua
Olimpiade 2020 akan menjadi Olimpiade kedua Ahsan/Hendra setelah tampil pada Olimpiade 2016.
Kala itu, mereka gagal tampil bagus dan hanya mentok pada fase grup.
Herry mengatakan bahwa kegagalan pasangan berjulukan The Daddies itu tak lepas dari beban berat yang mereka pikul.
"Waktu itu beban mereka berat karena mereka satu-satunya wakil ganda putra. Bebannya berbeda dibanding kalau ada dua pasangan. Saat itu semua perhatian ke Ahsan/Hendra," ujar Herry.
Hal tersebut bukan satu-satunya faktor yang menjadi penyebab.
Herry menilai performa Ahsan/Hendra sudah menurun jelang Olimpiade 2016.
"Penampilan terbaik mereka tidak keluar meski Hendra sudah mengalami turun di Olimpiade. Namun, memang jelang keberangkatan mereka ke Rio, level performa mereka sudah turun," tuturnya.
Jelang Olimpiade 2020, Herry menekankan Ahsan/Hendra menyesuaikan gaya main mereka seiring pertambahan usia, mengingat Ahsan sudah berusia 32 tahun dan Hendra 35 tahun.
"Cara main mereka sekarang agak berbeda. Pada 2016 mungkin mereka merasa masih muda, jadi mau bermain cepat. Ternyata strategi itu tidak berhasil melawan rival yang lebih muda," ucap Herry.
"Belajar dari situ, gaya mereka harus berubah. Sekarang mainnya harus bertahan dulu baru menyerang balik. Biar bagaimana harus menyesuaikan," kata dia melanjutkan.
3. Hendra: apapun bisa terjadi
Hendra Setiawan, menyebut segala kemungkinan bisa terjadi pada Olimpiade. Dia berkaca pada pengalamannya memenangi medali emas turnamen multicabang sejagat tersebut pada 2008.
Ganda putra Markis Kido/Hendra Setiawan mempersembahkan medali emas pada Olimpiade Beijing 2008.
Mereka menang 12-21, 21-11, 21-16 atas pasangan tuan rumah, Fu Haifeng/Cai Yun.
Hendra Setiawan mengatakan pengalaman tersebut mengajarkan dia bahwa apa saja bisa terjadi saat bertanding pada Olimpiade.
"Kami melakukan persiapan selama enam minggu dan tidak ada halangannya. Namun, ternyata hasil undiannya berat," kata Hendra saat ditemui BolaSport.com di Pelatnas PBSI, Cipayung, Jakarta.
"Cara menyiasatinya kami fokus saja dan melakukan persiapan maksimal. Prinsip saya waktu itu, apa saja bisa terjadi," tutur dia melanjutkan.
Kido/Hendra saat itu bertemu Guo Zhendong/Xie Zhongbo (China) pada babak pertama dan menang 22-20, 10-21, 21-17.
Mereka lalu menang atas Koo Kien Keat/Tan Boon Heong (Malaysia), 21-16, 21-18, pada babak perempat final.
Pasangan Denmark, Lars Paaske/Jonas Rasmussen (Denmark), menjadi ujian Kido/Hendra pada babak semifinal.
Lagi-lagi, mereka menang 21-19, 21-17.
Pertandingan final melawan Fu/Cai pun disebut Hendra tidak mudah.
Namun, laga itu sekaligus menjadi pertandingan paling berkesan.
"Laga final Olimpiade 2008 menjadi pertandingan paling berkesan karena kami melawan tuan rumah dan mereka lebih diunggulkan saat itu. Sudah begitu, kami kalah pada gim pertama," ujar Hendra.
Dia mengaku saat itu dirinya dan Kido tak punya strategi atau cara komunikasi khusus untuk bangkit dari ketertinggalan.
"Saat itu, kami fokus saja ke permainan. Saya justru lebih senang karena kami main di kandang lawan, karena beban mereka lebih berat," ucap dia melanjutkan.
4. Marcus/Kevin tetap kompak
Herry memastikan Marcus/Kevin tetap menjaga kekompakan mereka di lapangan setiap bertanding.
Marcus/Kevin merupakan pasangan ganda putra nomor satu dunia.
Herry Iman Pierngadi mengatakan kedua pemain arahannya tersebut tetap kompak di lapangan, meski punya karakteristik berbeda.
"Kalau di lapangan komunikasi mereka tetap ada, walau mungkin karakteristik mereka berbeda. Di lapangan kan kelihatan, Kevin sering disebut penggemar lebih tengil, sementara Marcus lebih tenang," kata Herry.
"Komunikasi mereka tetap ada, terutama setelah bertanding sehabis saya beri arahan. Mereka akan berdiskusi, terlepas dari mereka menang atau kalah," ujar dia melanjutkan.
Dia memberi contoh saat Marcus/Kevin kalah pada semifinal BWF World Tour Finals 2019.
"Kalau mereka bisa menerima kekalahan, diskusinya bisa lebih panjang. Contohnya waktu mereka kalah di semifinal BWF World Tour Finals lalu, banyak yang mengira mereka bermusuhan," tutur Herry.
"Kenyataannya, setelah pertandingan tersebut mereka mengobrol lama setelah berbicara dengan saya. Mereka saling memberi koreksi. Cuma, ya kan memang tidak dilihat publik. Dianggapnya mereka bermusuhan, padahal untuk apa juga mereka bermusuhan?" ucap dia lagi.
Herry tak menampik, ada kalanya pasangan berjulukan Minions tersebut berbeda pendapat.
• Dapat Julukan The Dream Team, Sergio Farias Sebut Sosok Ini Jadi Bintang Persija Jakarta
• Pemprov DKI Larang Amigos Beroperasi Sementara, Manajer Restoran: Kami Tetap Buka
• Stok Sembako di Tangerang Aman: Masker dan Pembersih Tangan Ludes
Namun, hal itu tak menjadi alasan untuk keduanya jadi bermusuhan.
"Biasanya kalau kecewa, mereka akan diam untuk beberapa saat, tetapi setelah itu saya akan temui dan ajak bicara. Saya juga jadi jembatan kalau mungkin ada yang mereka bicarakan, tetapi tidak enak," ucap Herry melanjutkan.
Marcus/Kevin akan menjalani sejumlah turnamen sebelum Olimpiade 2020.
Salah satunya adalah All England Open 2020 di Birmingham, Inggris, 11-15 Maret. (Bolasport) (*)