Sisi Lain Metropolitan

Kisah Nur Iyan, Mantan Sopir Angkot yang Koleksi 400 Judul Film Buat Layar Tancap

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Nur Iyan (48), pengusaha penyewaan film 35 mm dan mesin proyektor, tengah memeriksa mesin proyektornya di rumahnya di Kawasan Pondok Benda, Tangerang Selatan pada Rabu (1/7/2020).

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas

TRIBUNJAKARTA.COM, PAMULANG - Di balik rumah sederhana Nur Iyan (48), tersimpan koleksi ratusan film seluloid yang masih diputar untuk layar tancap.

Berawal dari hobi, dia memilih menyambung hidup dengan menyewakan reel-reel film dan proyektor 35 mm di tengah derasnya arus digital saat ini.

Perkenalan Nur Iyan dengan film seluloid bermula saat masih kecil. Kala itu, dia sering menyaksikan layar tancap.

Nur Iyan (48), pengusaha penyewaan film 35 mm dan mesin proyektor, tengah memeriksa mesin proyektornya di rumahnya di Kawasan Pondok Benda, Tangerang Selatan pada Rabu (1/7/2020). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Beranjak dewasa, Iyan ingin mempunyai alat Proyektor sendiri.

Dari hasil menyetir angkot, ia pertama kali membeli satu set lengkap alat Proyektor 16 mm seharga Rp 5 juta dan sekitar 4 sampai 5 judul film pada tahun 2003.

Ia mulai menyewakan mesin proyektor dan film-filmnya kepada orang-orang. Di tahun 2005, Iyan membeli lagi mesin proyektor 35 mm tahun 1992.

Usaha penyewaan reel film dan layar tancap itu dijalankan oleh teman-temannya.

"Dulu waktu saya narik angkot Ciputat-Pamulang, usaha ini saya tinggalin yang jalanin teman-teman," ucapnya kepada TribunJakarta.com di kediamannya di kawasan Pondok Benda, Tangerang Selatan.

Nur Iyan (48), pengusaha penyewaan film 35 mm dan mesin proyektor, tengah memeriksa mesin proyektornya di rumahnya di Kawasan Pondok Benda, Tangerang Selatan pada Rabu (1/7/2020). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Koleksi filmnya lambat laun mulai bertambah. Pemasukan dari hasil sewa proyektor, film seluloid dan sopir angkot digunakan untuk menambah koleksi film dari orang-orang yang berkecimpung di dunia film.

"Dari perantara produser film, biasanya saya dapat reel (rol) film itu," lanjutnya.

Pada tahun 2017, Iyan memutuskan untuk menjual mobil angkotnya. Hasil jual mobil digunakan untuk membeli film lagi agar jumlah koleksinya terus bertambah.

Sebab, harga satu film terbilang mahal. Satu judul film luar negeri berkisar Rp 1 juta.

Saat ini ia sudah memiliki sekitar 400 ratus judul film dari tahun 1977 sampai 2012. Satu film bisa membutuhkan 5 reel film. Maka tak heran, ia memiliki ruangan penyimpanan khusus reel-reel film itu.

Masih Bertahan

Nur Iyan (48), pengusaha penyewaan film 35 mm dan mesin proyektor, tengah memeriksa mesin proyektornya di rumahnya di Kawasan Pondok Benda, Tangerang Selatan pada Rabu (1/7/2020). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Usaha penyewaan reel film seluloid milik Nur Iyan masih berjalan. Ada saja orang yang datang untuk menyewa film dan jasa putar filmnya.

 Sebelum pandemi, biasanya ia meladeni sekitar 5 sampai 10 penyewa layar tancap dalam sebulan.

Di Jabodetabek, Iyan memasang harga sekitar Rp 1,5 juta untuk sekali main.

Paling banyak ia memasang layar tancap untuk acara hajatan seperti pernikahan, sunatan, ulang tahun hingga acara tujuh bulanan.

Banyak orang yang masih mencari jasa layar tancap karena ingin bernostalgia. Layar tancap menjadi obat penawar rindu akan masa lalu.

"Karena mereka ingin bernostalgia, ingat masa lalu kangen juga ini kan termasuk barang langka udah susah. Dikira mereka udah punah ternyata masih ada," ungkap Iyan kepada TribunJakarta.com di kediamannya di kawasan Pondok Benda, Tangerang Selatan.

Penghasilan Menurun Saat Pandemi

Saat awal pandemi, Iyan mengaku penghasilannya merosot tajam.

Sebab, biasanya ia mencari lahan penghasilan dari acara hajatan seperti pernikahan, sunatan, ulang tahun, hingga acara tujuh bulanan.

"Pendapatan bisa 90 persen turunnya pas awal pandemi, karena kan saya mengandalkan acara hajatan. Karena enggak boleh berkerumun, jadi menurun drastis.

Sebelum pandemi datang melanda, Iyan biasanya dapat meladeni permintaan layar tancap sebanyak 5 sampai 10 kali dalam sebulan.

Pemasukan Iyan beringsut pulih ketika selepas lebaran. Ketika itu, ia bercerita kedatangan pelanggan dari rekan sesama komunitasnya sendiri.

Asyik Tonton Limbah Busa di KBT Tanpa Masker, Warga: Namanya Nongkrong Pakai Masker Enggak Enak

19 Karyawan PT Unilever di Cikarang Positif Covid-19

Teka-teki Cincin di Jari Zuraida Hanum, Lebih 5 Kali Bercinta dengan Jefri Sebelum Bunuh Jamaluddin

Mereka menyewa film seluloid milik Iyan untuk diputar di rumahnya masing-masing. Tidak banyak teman-temannya yang memiliki koleksi film seluloid. Paling segelintir saja yang mengoleksi, sisanya hanya punya proyektor.

Dari hasil penyewaan film, Iyan mendapatkan uang sekira Rp 80 ribu sampai Rp 200 ribuan. Lumayan untuk pemasukannya di tengah situasi sulit ini.

"Jadi teman datang minjem film beberapa judul, buat diputar di rumahnya sekalian manasin proyektor milik mereka," ungkapnya.

Berita Terkini