Meski memiliki prestasi yang sangat banyak, namun Syaefuloh mengklaim bahwa Arista tak diterima lantaran prestasi tertinggi dalam bidang seni rupa adalah kejuaraan tingkat kotamadya.
Sementara ketentuan Disdik DKI untuk jalur prestasi non akademik adalah untuk tingkat SMA haruslah pernah mendapatkan juara tingkat provinsi, nasional, dan internasional.
"Sehingga yang bersangkutan tidak dapat.
Memang prestasinya banyak, juaranya banyak, sertifikatnya banyak, hanya yang tertingginya baru tingkat Wali Kota.
Sementara yang lain-lain itu yang lain para pesaingnya adalah tingkat nasional, tingkat internasional, sama tingkat DKI," ujar dia.
Arista sendiri sempat mengungkapkan bahwa dia pernah meraih, antara lain Juara III Lomba Cipta Seni Pelajar tingkat nasional dan Juara I Festival Lomba Kementerian Perhubungan.
Namun, menurut Syaefulah, berdasarkan unggahan Arista pada sistem, kedua juara tersebut tak disertakan.
"Yang diupload ke dalam sistem itu adalah sertifikat juara 1 tingkat kota.
Kami kan melihat fakta," kata dia.
Disdik menawarkan Arista alternatif
Karena gagal pada keempat jalur tersebut, Disdik kemudian menawarkan Arista untuk mencoba jalur tahap akhir.
Syaefuloh menuturkan, Dinas Pendidikan menugaskan Kepala Bidang PAUD untuk bertemu dengan Arista.
"Dan kita coba sarankan untuk ikut di jalur tahap akhir tanggal 7-8 Juli.
Di situ juga ditawarkan atau kalau mau ikut ke PKBM negeri yang paket kesetaraan tapi yang bersangkutan menolak enggak mau," lanjut Syaefuloh.
Selain itu, Arista juga ditawarkan untuk masuk ke sekolah swasta yang dekat dengan rumahnya.