Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Yusuf Bachtiar
TRIBUNJAKARTA.COM, BEKASI - Tidur harus pisah ranjang menjadi pilihan terbaik bagi Deny Kurniawan sebagai bentuk kasih sayangnya kepada sang istri tercinta.
Pria 43 tahun asal Bogor, Jawa Barat, ini tak tega jika istrinya malah terganggu dengan bau busuk comberan yang masih menempel di badannya.
Sudah tiga tahun terakhir, Deny menjadi pekerja pembersih saluran air partikelir borongan yang akrab dengan air comberan, sampah dan lumpur.
Bayangkan, saban masuk menyelam gorong-gorong untuk mengeruk lumpur dan mengangkut sampah yang menyumbat, baunya menempel berhari-hari.
"Tiga minggu baru benar-benar hilang," cerita Deny sambil tersenyum tentang risiko pembersih got kepada TribunJakarta.com, Selasa (3/11/2020).
Baca juga: Jerit Suami dari Sumur Tengah Sawah Bikin Kaget, Istri Ikut Nyebur Lalu Tewas Berpelukan
"Kalau baru seminggu masih kecium, terkadang saya lagi duduk ngerokok masih berasa bau," ia menambahkan.
Sejak tiga tahun terakhir ini Deny melakoni pekerjaannya sebagai pembersih gorong-gorong perumahan dan sejak itu tak lagi menarik becak.
Berawal dari warga Perumahan Pondok Cipta, Bintara, Kota Bekasi, yang menyuruhnya membersihkan sampah yang menyumbat dan lumpur di selokan.
"Awalnya dari mulut ke mulut. Lama kelamaan banyak yang tahu. Saya seriusin ajak teman. Pertama berenam, sekarang tinggal berempat," sambung Deny.
Baca juga: Positif Covid-19, Melaney Ricardo Nangis Hari Pertama Dirawat di RS: Diajarin Bergantung Sama Tuhan
Baca juga: Kabar Gembira, PlayStation 5 Sudah Dapat Sertifikat Postel Ditjen SDPPI Kemenkominfo
Baca juga: Jumat Malam Baru Menikah, Sabtu Pagi Si Wanita Dapat Kabar Suaminya Tewas Tergantung dari Facebook
Dari pemukiman itu pintu rezekinya terbuka. Bahkan, banyak warga dari kompleks perumahan lain di Galaxy dan Kranji menggunakan jasanya.
Ia memulai pekerjaannya dari pukul 08.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB. Jika belum selesai, lanjut lagi keesokan harinya sampai kelar.
Baca juga: Ijab Kabul Hanya Dihadiri 10 Orang, Sherina Munaf dan Baskara Mahendra Resmi Menikah
Deny dan kawan-kawan membersihkan saluran air dan gorong-gorong secara manual, bermodal cangkul, ember, karung dan tali.
Seringkali alat seadanya tak efektif, sehingga ia harus menyelami gorong-gorong agar dapat menjangkau tumpukan sampah dan lumpur.
"Kalau enggak begitu, enggak bisa kekeruk. Kalau gorong-gorongnya kecil, biasa kita akalin pakai tali dan karung isi pasir biar kedorong," ucap dia.
Jangan tanya sudah berapa kali tikus gos melintas di kepala Deny ketika nyebur hingga menyelam masuk gorong-gorong yang tersumbat.
Selain bertemu ular, belatung, ia sudah akrab jika telapak tangan dan kakinya harus robek kena pecahan beling yang mengendap di lumpur.
"Semuanya sudah pernah saya rasain," ucapnya lalu melanjutkan, "Tikus lewat di kepala saya dan pernah nemu ular. Kita enggak tahu ada apa aja di tempat kotor begitu."
Belum lama ini beling menembus sepatu bot yang dipakainya, hingga merobek telapak kakinya.
Selama ini ia mengontrak di Perumahan Pondok Cipta, Kelurahan Bintara, Bekasi Barat, Kota Bekasi, terpisah dari istri dan anak yang tinggal di Bogor.
Baca juga: Dirudapaksa Pacar, Gadis 18 Tahun Kaget Lihat Ceceran Darah saat Lampu Kamar Dinyalakan
Repotnya, jika istri datang berkunjung ke kontrakan Deny rela tidur harus terpisah ranjang karena baru air comberan masih menempel di badan.
"Kadang kalau istri lagi ke sini saya tidur pisah ranjang karena badan masih bau. Kasihan istri," ucapnya sambil tersenyum.
Badan Berlumur Oli Bekas
Bahaya lain yang mengintai dan bisa saja berdampak buruk bagi kesehatan Deny dan teman-temannya adalah serangan kutu air dan gatal-gatal.
Bukan rahasia umum, kondisi saluran air dan gorong-gorong di perumahan bercampur segala macam sampah termasuk kotoran rumah tangga.
"Tahu sendiri kan, segala macam jenis penyakit ada di sini semua. Mungkin ada tikus mati, air seni orang, septic tank bocor," terang dia.
Deny dan kawan-kawan mengantisipasinya, seperti melumurkan minyak tanah dan oli bekas ke badan sebelum terjun ke gorong-gorong.
Cara itu, menurutnya, sangat efektif untuk menghindarkan profesi sepertinya terkena kutu air akibat menyelam air comberan.
"Alhamdulillah kalau pakai oli bekas sama minyak tanah biar enggak kutu air, itu kita pakai sebelum kerja," tutur dia.
Tak cukup dengan itu, selesai bermandikan lumpur hitam ia harus mandi dengan air hangat di rumah untuk menghilangkan gatal-gatal di tubuhnya.
Baca juga: Bawa Pistol Mainan Saat Demo, 10 Pelajar dari Bogor Menumpang Truk ke Jakarta
"Mandi air anget, habis itu sabunan yang banyak. Terus, kalau abis mandi air anget biasanya saya mandi tiap dua jam biar baunya cepet hilang," ia menegaskan.
Diupah Jutaan
Sebagai pekerja pembersih saluran air partikelir, Deny dan kawan-kawannya menerapkan sistem borongan.
Ia membanderol per keluarga di kompleks yang salurannya dibersihkan harus membayar Rp 90 ribu.
"Kita ketemu sama RT-nya. Misalkan, kayak di RT 07 kemarin, di sana kita diupah Rp 90 ribu per KK, dikali 60 KK jatuhnya Rp 5,4 juta," ungkap Deny.
"Dari uang itu kita harus nyiapin pengadaan karung, sama bayar ke pembuangan akhir. Dari sisa itu kita bagi berempat," tambah dia.
Wahyu, Ketua RT 04/RW 08 Kranji, mengakui totalitas Deny dan kawan-kawannya membersihkan saluran air kompleks perumahannya.
Selama ini normalisasi saluran air di lingkungannya hasil urunan swadaya warga.
"Kita tahu awal dari medsos, kerjanya lumayan totalitas, sampai masuk-masuk begitu," ucap Wahyu.
"Makanya kita pekerjakan di sini. Karena yang udah-udah bersihin sekedar bersihin aja, enggak sampai ngeruk lumpurnya," ucap dia.
Deny dan timnya sudah bekerja selama 10 hari di lingkungan RT 04/RW 08 Kelurahan Kranji, Bekasi Barat, Kota Bekasi.
Tampak ribuan karung berisi sampah dan lumpur yang sudah terangkut oleh Deny dan kawan-kawan dari saluran air kompleks perumahan.
"Pas pandemi orang udah jarang keluar, mau enggak mau harus nyari kerjaan lain yang penting halal," kata Deny mengumbar senyum.