Selain susu, Falih harus mengonsumsi vitamin otak dan obat-obatan setiap hari.
Septian yang hanya seorang kuli bangunan dan tak memiliki pekerjaan pasti, kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Vitamin otak dia sih yang ukuran besar cukup dua kali dalam sebulan. Yang besar Rp 350 ribu. Obat enggak ditanggung BPJS. Paling salep yang disuruh beli kadang-kadang. Karena kepalanya kan dibolongin tuh," paparnya.
Yani mengatakan, pihak puskesmas sesekali datang menengok.
Namun ia belum mendapat bantuan dari pemerintah.
"Paling ke sini kalau masang NGT saja. Ini alat untuk minum susu," katanya.
Saat ini, yang sering memberikan bantuan adalah donatur yang diwakili ketua RW setempat.
"Alhamdulillah lah, ada saja sih, ada yang mau ngebantu gitu Pak. Pak Rw saja yang sering ngebantu."
"Pak Lurah sempat ke sini sama Pak Camat, sempat ngajuin (permintaan bantuan) sih, tapi enggak ada kabar. Iya, perbantuan pengobatan, dan segala macam. Belum ada kabar sampai sekarang," kata Septian yang ikut menyahut.
Sebagai ayah, Septian tidak memiliki harapan muluk. Ia hanya ingin melihat anaknya tumbuh normal.
"Biar normal kaya anak-anak lain, gitu aja," harap Septian.