TRIBUNJAKARTA.COM - Komika ternama Kemal Palevi mengomentari penangkapan Coki Perdede terkait kasus narkoba.
Sekedar informasi, Coki Pardede ditangkap di kediamannya kawasan Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang pada Rabu (1/9/2021) malam.
Penangkapan Coki Pardede sontak viral di media sosial, bahkan trending satu di Twitter.
TONTON JUGA
Di Instagramnya, Kemal Palevi mengatakan meski penangkapan Coki Pardede viral, ia meminta masyarakat untuk tidak melupakan kasus perundungan dan pelecehan seksual di KPI Pusat.
Sebelum ramai kasus Coki Pardede, masyarakat tengah dihebohkan dengan dugaan pelecehan seksual dan perundungan terhadap seorang pegawai pria di KPI.
Aksi perundungan dan pelecehan tersebut diketahui menyebabkan korban mengalami trauma berat hingga jatuh sakit.
Baca juga: Polisi Panggil Terduga Pelaku Pelecehan Oknum KPI Senin Pekan Depan
“Walaupun yang viral kasusnya Coki,
tapi tetap usut tuntas kasus pelecehan seksual di KPI #sikap,” ujar Kemal Palevi, pada Sabtu, 4 September 2021.
Kemal Palevi lalu berharap kasus Coki Pardede tak mengalihkan perhatian masyarakat dari perudungan dan pelecehan di KPI.
Ia mengajak masyarakat untuk terus mengawal kasus dugaan pelecehan di kantor KPI.
“Jangan ada pengalihan isu di antara kita #PantauTerusKPI,” ujar pria 32 tahun itu.
Sejumlah netizen sepakat dengan pernyataan Kemal Palevi tersebut.
Bagaimana kelanjutan kasus perundungan dan pelecehan di KPI?
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Agung Suprio menyatakan, pihaknya menindaklanjuti dugaan kasus pelecehan seksual di lembaganya.
Salah satunya, KPI Pusat mendukung proses hukum pada para pelaku yang merupakan pegawai lembaga itu.
“Mendorong penyelesaian jalur hukum atas permasalahan dugaan kasus pelecehan seksual dan perundungan (bullying) yang terjadi di lingkungan kerja KPI Pusat,” tulis Agung dalam keterangan resmi, Jumat (3/8/2021).
Selain itu, Agung membeberkan empat poin lain tindak lanjut kasus pelecehan seksual dan perundungan (bully) itu.
Baca juga: Kuasa Hukum Pegawai KPI Punya Bukti Rekaman saat Para Pelaku Melecehkan Korban
Agung menyebut KPI Pusat menjamin keterbukaan informasi untuk penyelidikan sebagai bentuk dukungan pada proses hukum.
Lalu, KPI Pusat juga berjanji memberi pendampingan hukum pada korban kekerasan seksual.
“Melakukan pendampingan hukum terhadap terduga korban serta menyiapkan pendampingan psikologis sebagai upaya pemulihan terduga korban,” kata Agung.
Sejak kemarin, KPI pun telah memeriksa terduga pelaku perundungan dan pelecehan seksual. KPI Pusat, kata Agung, telah pula membebastugaskan pelaku dan korban.
“Membebastugaskan terduga pelaku dari segala kegiatan KPI Pusat dalam rangka memudahkan proses penyelidikan oleh pihak kepolisian,” pungkas Agung.
Sementara, Wakil Kepala Polres Jakarta Pusat AKBP Setyo Koes Heriyanto mengatakan penyelidik akan memeriksa lima terduga pelaku sesuai laporan korban.
Kelima terlapor itu akan menjalani pemeriksaan pada Senin (6/9/2021). Setyo mengatakan, penyelidikan ini terkait dugaan perbuatan melanggar kesopanan dan cabul disertai ancaman kekerasan.
"Kami berkomitmen akan membuat terang kejadian ini. Kita akan kerja sama dengan KPI karena yang dilaporkan semua pegawai KPI," ujar Setyo dalam konferensi pers, Kamis (2/9/2021).
Para terlapor terancam hukuman pidana Pasal 281 juncto Pasal 335 dan Pasal 289 KUHP.
“Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,” demikian isi Pasal 281 KUHP terkait pelanggaran kesopanan.
Sementara, Pasal 289 KUHP mengancam para terduga pelaku dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
Baca juga: Komisioner KPI Akui Terima Permintaan Korban Perundungan supaya Ruangan Kerjanya Dipindah
“Ketika ini terbukti para terduga pelaku melakukan kejahatan seksual dan perundungan, maka kami dengan tegas akan memberi sanksi di antaranya memberhentikan dari KPI,” ujar Komisioner KPI Nuning Rodiyah.
Seperti diketahui, seorang pegawai KPI Pusat berinisial MSA menjadi korban pelecehan seksual oleh sekelompok pegawai lain selama 2011-2021.
MSA menyebut, 8 orang pelaku beramai-ramai melakukan bullying, melecehkannya secara seksual, mengancam, hingga melakukan kekerasan fisik padanya.
Para terduga pelaku berinisial RM, TS, SG, RT, FP, EO, CL, dan TK. Akan tetapi, pihak korban hanya melaporkan RM, FP, RT, EO, dan CL pada polisi.
Pelecehan seksual dan bullying itu membuat korban menderita masalah kesehatan mental berupa Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) dan sakit fisik berupa hipersekresi cairan lambung.