Dua dari tiga pemain tersebut yaitu Agripinna dan Mia memilih mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) di Swiss.
Mereka banding karena merasa tidak bersalah melakukan rekayasa hasil pertandingan atau berjudi.
Baca juga: Bendera Indonesia Tak Dikibarkan di Penyerahan Piala Thomas Karena Perkara Sanksi
Adapun Putri Sekartaji tidak melakukan banding dan menerima hukuman meski dihukum 12 tahun skorsing dan denda 12.000 dolar AS.
Agri yang dijatuhi vonis BWF berupa hukuman enam tahun tidak boleh berkecimpung di bulu tangkis dan denda 3.000 dolar AS, mengaku hanya sabagai korban.
Pasalnya, dia tidak pernah melakukan pengaturan skor saat turnamen Vietnam Open 2017 seperti yang dituduhkan.
Tuduhan bahwa dia bertaruh dengan Hendra Tandjaya pun tidak benar.
Baca juga: Jadwal MotoGP 2021 Seri 18 MotoGP Valencia, Balapan Pamungkas Valentino Rossi
Yang benar, dia hanya akan mentraktir Hendra makan di restoran cepat saji apabila Dionysius Hayom Rumbaka yang dijagokannya memenangi pertandingan melawan Hashiru Shimono (Jepang) yang saat itu tengah bertanding.
Namun, pilihan Agri tersebut oleh Hendra dimasukkan ke rekening perjudian online yang dimiliki Hendra yang kemudian menjerat Agri.
"Kesalahan saya adalah karena tidak melaporkan terjadinya perjudian tersebut ke BWF." kata Agripinna.
"Namun, sebagai pemain, saya pun tidak mengetahui kalau tidak melapor itu adalah melanggar Etik BWF," lanjutnya.
Saya pun tidak tahu harus melapor ke siapa, yang saya tahu, pelanggaran Etik BWF itu hanya soal perjudian saja," tutur Agripinna.
Pada kasus Mia, dia dituduh karena menyetujui dan menerima uang sebesar Rp 10 juta dari hasil perjudian, tidak melaporkan terjadi perjudian kepada BWF.
Dia juga tidak hadir dalam wawancara atau undangan investigasi oleh BWF.
Atas kesalahnnya itu, Mia diskorsing 10 tahun tidak boleh terlibat dalam pertandingan dan denda 10.000 dolar AS.
"Terhadap hukuman itu, saya mengajukan banding agar Pengadilan CAS membatalkan keputusan BWF," ujar Mia yang kini membela klub Semen Baturaja, Palembang.