Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, CAKUNG - Tim penasihat hukum eks Sekretaris Umum FPI, Munarman dalam kasus dugaan tindak pidana terorisme menyinggung para saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Anggota tim penasihat hukum Munarman, Aziz Yanuar menilai para saksi dihadirkan JPU dalam sidang Pengadilan Negeri Jakarta Timur memberikan keterangan berdasar pendapat, bukan fakta.
Menurut tim penasihat hukum para saksi fakta yang dihadirkan JPU tidak dapat membuktikan keterlibatan Munarman dalam kegiatan baiat atau sumpah setia kepada ISIS di Makassar dan UIN.
"Keterangan-keterangan banyak opini, persepsi, pendapat kesimpulan dan perasaan. Jadi kita bingung ini saksi fakta atau saksi perasaaan," kata Aziz di Pengadilan Jakarta Timur, Rabu (9/2/2022).
Tim penasihat hukum juga berpendapat keterangan para saksi fakta dari JPU bahkan berisi tentang pendapat mereka terhadap Munarman, bukan kegiatan baiat ISIS yang didakwakan.
Saksi ahli yang dihadirkan JPU guna membuktikan dakwaan mereka juga dianggap tidak memberi keterangan sesuai porsinya sebagai ahli, justru sebagai saksi fakta.
"Tapi ketika saksi ahli malah ditanya soal fakta video yang ada disuruh untuk menjelaskan fakta apa yang dilihat ini kan terbalik. Fakta disuruh menjelaskan pendapat, ahli disuruh menjelaskan fakta," ujarnya.
Baca juga: Pekan Depan Jaksa Bawa Lima Saksi di Sidang Munarman, Mayoritas Tahanan
Dalam perkara ini Munarman didakwa merencanakan atau menggerakkan orang lain melakukan terorisme menggunakan ancaman kekerasan yang diduga untuk menimbulkan teror secara luas.
Termasuk juga perbuatannya bertujuan menyebar rasa takut hingga berpotensi menimbulkan korban yang luas, serta mengarah pada perusakan fasilitas publik lewat sejumlah kegiatan.
Di antaranya agenda baiat atau pernyataan sumpah setia kepada ISIS di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada 24-25 Januari dan 5 April 2015.
Atas hal itu JPU mendakwa Munarman dengan Pasal 14 Jo Pasal 7, Pasal 15 Jo Pasal 7 serta Pasal 13 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.