Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi membongkar adanya perpecahan di tubuh Pemprov DKI.
Ia menyebut, apratur sipil negara (ASN) Pemprov DKI kini terbelah menjadi dua kubu, yaitu kelompok umum dan lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
"Sekarang ada satu dilematis di pemerintah eksekutif, sudah ada geng-gengan ini, yaitu geng IPDN dan geng umum," ucapnya di gedung DPRD DKI, Senin (22/8/2022).
Kedua kelompok ini merujuk pada Sekretaris Daerah (Sekda) Marullah Matali dan Asisten Pemerintah Sigit Wijatmoko yang merupakan lulusan IPDN.
Prasetyo menilai, Sigit kurang menghargai Marullah yang menurut struktur pemerintahan lebih tinggi dibandingkan eks Wali Kota Jakarta Utara itu.
Baca juga: Lima Tahun Jabat Gubernur Cuma Ganti Nama, PDIP Beri Gelar Bapak Perubahan Nama ke Anies Baswedan
"Sekarang Sekda enggak dihargai oleh asistennya. Ini seperti ada sekda bayangan, namanya Sigit," ujarnya.
Prasetyo menyebut, adanya dua kubu di Pemprov DKI ini dikhawatirkan bisa mengganggu kinerja eksekutif.
Pasalnya, pejabat struktural punya fungsi dan tanggung jawabnya masing-masing sesuai dengan tingkat kedudukannya dalam organisasi.
"Di bawah gubernur itu pangkat yang paling tinggi yang mengelola ASN adalah sekda. Sekarang kalau gini gimana mau jalan ini pemerintahan," tuturnya.
Kubu-kubuan di Pemprov DKI mengingatkan dengan adanya geng-gengan di kubu Polri seperti yang sedang ramai belakangan ini terkait kasus pembunuhan Brigadir J.
Mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo menjadi otak di balik pembunuhan berencana Brigadir J yang melibatkan dua ajudannya, Bharada E dan Bripka RR, istrinya Putri Candrawathi hingga asisten rumah tangga Kuat Maruf.
Selain itu, Ferdy Sambo juga menggalang puluhan personel polisi yang dekat dengannya untuk membantu menghancurkan tempat kejadian perkara, merusak barang bukti dan menghambat penyidikan.
Sampai saat ini, sudah ada 83 polisi berstatus terperiksa oleh Inspektorat Khsusu (Itsus) yang ditengarai membantu Ferdy Sambo menghambat proses penyidikan.
Irwasum sekaligus Kepala Itsus Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto, mengatakan, sudah ada 35 dari 83 polisi yang terperiksa direkomendasikan ditempatkan di tempat khusus (patsus).
"Kemudian yang saat ini sudah direkomendasikan untuk di tempatkan ke tempat khusus ada 35 orang."
"Sementara orang yang sudah (dilakukan) penempatan khusus ada 18 orang, tiga di antaranya adalah FS, RE dan RR."
"Dari ke-18 orang tersebut, selain FS, RE dan RR, ada 6 di antaranya yang patut diduga melakukan pelanggaran pidana yang berkaitan dengan obstruction of justice," papar Agung, di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (19/8/2022).
Indonesia Police Watch (IPW) menyebut kelompok yang membantu Ferdy Sambo dalam pembunuhan Brigadir J dan menghalangi penyidikannya disebut geng mafia di tubuh Polri.
Sebagian di antara geng mafia itu merupakan anggota Satuan Tugas Khusus (Satgasus) yang kini telah dibubarkan.
"Ini yang menjadi catatan saya, bahwa di dalam kepolisian diduga terdapat geng mafia, yang memiliki kekuasaan yang cukup besar atas kewenangan yang diberikan tetapi kemudian wewenang tersebut disalahgunakan."
"Kami mendeteksi bahwa beberapa nama tersebut masuk di dalam satu tim yang dinamakan Satgasus, ini diketuai Ferdy Sambo dan beberapa orang juga terlibat," kata Sugeng dalam program Kacamata Hukum Tribunnews, Senin (8/8/2022).
Sementara, Menko Polhukam, Mahfud MD menyebut geng yang dikomandoi Ferdy Sambo itu sebagai "mabes di dalam mabes."
Artinya ada kubu di markas besar (Mabes) Polri yang pada kasus pembunuhan Brigadir J berkomplot dengan Ferdy Sambo.
"Itu bagian dari psikopolitis. Politis adanya mabes di dalam mabes itu yang punya aliansi sendiri-sendiri," kata Mahfud MD di acara Kompas Petang Kompas TV, Minggu (7/8/2022).